Sirete, Gido, Nias

Sirete
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Utara
KabupatenNias
KecamatanGido
Kode pos
22871
Kode Kemendagri12.04.06.2018 Edit nilai pada Wikidata
Luas25 km²
Jumlah penduduk917 jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 1°8′34.800″N 97°42′7.200″E / 1.14300000°N 97.70200000°E / 1.14300000; 97.70200000


Sirete merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Gido, Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

---Sejarah Singkat---

Desa Sirete berdiri pada Tahun 1912 oleh seorang Tokoh dari Öri Gidö pada saat itu yang bernama BALUGU SULU MBANUA. Nama Sirete sendiri diambil dari nama salah satu "banua" di pegunungan öri Gido. Adalah seorang keturunan Tuada Ho yang bernama Tuada Bèla yang saat itu tinggal di Huno (sekarang masuk dalam wilayah Desa Lahemo) yang memiliki 3 orang anak yakni : 1. Tuada Tambali Ngaotu 2. Tuada Fangulu 3. Tuada Bagölö. Salah satu anak dari Tuada Bèla, yaitu Tuada Tambali Ngaotu adalah yang kemudian pindah dari Huno dan kemudian mendirikan sebuah "banua" yang diberi nama "Sirete". Banua Sirete ini terletak diantara Halambawa dan Nifalo'olauru. BALUGU SULU MBANUA sendiri merupakan generasi ke tiga (cicit) dari Tuada Tambali Ngaotu (Tuada Tambali Ngaotu - Fatema Luo - Balugu Gomböi - Balugu Sulu Mbanua)

---Zaman Penjajahan Belanda---

Pada awal tahun 1900an ketika masa penjajahan Belanda, dibukalah jalan-jalan melalui metode kerja rodi. Oleh karena sebagian besar penduduk Nias pada saat itu masih tinggal didaerah pegunungan, maka Belanda berusaha membujuk masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan untuk pindah dan menempati daerah dataran rendah sekaligus ikut dalam kerja rodi.

Walaupun tidak mudah, mereka terus mencari cara agar masyarakat mau pindah sekaligus ikut dalam kerja rodi. Salah satunya adalah dengan mendekati Tokoh Masyarakat tertentu yang dianggap berpengaruh dan didengarkan oleh masyarakat sekitar.

Di salah satu daerah pegunungan di Öri Gido yang bernama Sirete, seorang Tokoh yang bernama BALUGU SULU MBANUA didatangi oleh seorang Komandan tentara Belanda yang saat itu diberi gelar Ama Mbu'u Geu oleh masyarakat setempat karena kekejamannya. Dia meminta agar BALUGU SULU MBANUA mau bekerjasama dengan Belanda untuk membuka akses jalan di sekitar Öri Gido melalui kerja rodi. Selain itu, dia juga berjanji akan membantu BALUGU SULU MBANUA untuk membuka lokasi perkampungan didataran kaki gunung untuk didiami serta Belanda menjamin kemananan mereka dari serangan banua atau öri lain, serta ancaman dari Dawa Ase (Suku Aceh) yang saat itu masif datang ke Nias untuk berdagang dan menyebarkan Agama Islam.

Akhirnya BALUGU SULU MBANUA setuju dan bersama dengan Komandan Tentara Belanda Ama Mbu'u Geu akhirnya berhasil merintis jalan utama dari Sungai Gidö Si'ite (Lasara Idanoi) hingga ke Sungai Ho (Geho) - sekarang perbatasan Desa Hilizoi dan Baruzö. Ama Mbu'u Geu pun menepati janjinya dengan membantu membuka lahan perkampungan baru yang oleh BALUGU SULU MBANUA diberi nama Sirete (sesuai dengan nama daerah asalnya di pegunungan). Dia pun mengajak seluruh anggota keluarganya yang ada didaerah pegunungan untuk pindah dan menetap di dataran rendah kaki gunung tersebut.

Hingga pada Tahun 1912, secara administrasi di zaman Belanda, Desa Sirete secara resmi tercatat sebagai salah satu banua (Kampung/Desa) dan seiring dengan berjalannya waktu, hingga saat ini semakin bertambah pula masyarakat dari berbagai daerah sekitar dan luar yang tinggal mendiami Desa Sirete.