Sindrom pascapensiunSindrom pascapensiun atau sindrom masa purnabakti adalah gejala psikologis dalam bentuk krisis batin pada seseorang menghadapi masa purnabaktinya pada satu institusi formal.[1] Pada umumnya, situasi dan kondisi tersebut terjadi atau menimpa orang-orang yang sebelumnya memiliki jabatan atau kekuasaan dengan segala bentuk fasilitas dan kemampanannya. Lalu, secara tiba-tiba saja dan seolah-olah "dipaksakan", ia harus "rela" melepaskan kemapanan yang selama ini senantiasa melekat dan menjadi kebanggaan pada dirinya. Akibatnya, muncul perasaan menurunya harga diri, tidak lagi dihormati, dan mudah tersinggung.[2] Bias perilakuSindrom ini tidak hanya berlaku pada mereka yang berpangkat tinggi saja, terhadap orang-orang yang berpangkat, atau golongan, atau jabatan yang paling rendahpun sekalipun dapat terjadi hal demikian, terlebih lagi mengingat pada jabatan dan posisinya yang disandang sebelumnya. Hal ini, menurut Hery Santoso, -seorang penulis, peneliti dan psikoterapis- secara empiris menyebutkan bahwa semakin tinggi dan "enak" pangkat maupun jabatan yang di sandangnya akan memberikan kontribusi besar dalam menjadikan orang tersebut terjebak dalam sindrom ini. Mereka yang tidak siap pada kondisi ini akan mengalami tanda-tanda emosional, yang bilamana tidak dapat terkendalikan bisa menggiringnya ke arah fobia --> depresi --> stress --> manusia gagal. Langkah-langkah strategisBeberapa langkah yang disarankan dan dapat ditempuh dalam menyiasati sindrom ini, adalah sebagai berikut:1)
Lihat pulaReferensi1) Stress Management: "101 Jurus Jitu Menyiasati Stres pada 2010 hingga 2012"; HS Harding; Deka, Bandung, 2009.
|