Shuri, OkinawaShuri (首里 ) adalah sebuah distrik di Naha, Okinawa, Jepang. Dulunya Shuri adalah kota yang pernah dijadikan ibu kota Kerajaan Ryukyu. Di distrik ini terdapat situs-situs bersejarah seperti Istana Shuri, gerbang Shureimon, Taman Shikina, kuil suci agama asli Ryukyu Sunuhyan-utaki, dan makam kerajaan Tamaudun yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Shuri berkembang sebagai kota di sekeliling istana, dan tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota ketika Kerajaan Ryukyu dihapus dan dijadikan Prefektur Okinawa. Pada tahun 1896, Shuri dijadikan sebagai salah satu distrik (-ku) di Naha ibu kota prefektur yang baru. Shuri kembali dijadikan sebuah kota terpisah pada tahun 1921 hingga digabung kembali dengan Naha pada tahun 1954.[1] SejarahAbad pertengahan hingga awal zaman modernIstana Shuri pertama kali dibangun pada masa pemerintahan Raja Shunbajunki yang bertahta di Istana Urasoe yang bertetangga.[2] Masa pemerintahan Shunbajunki (1237-1248) berlangsung seabad sebelum Kepulauan Okinawa terbagi menjadi tiga kerajaan terpisah (Hokuzan, Nanzan, dan Chūzan) atau dua abad sebelum ketiga kerajaan tersebut dipersatukan sebagai Kerajaan Ryukyu. Ketika Istana Shuri dibangun, Ryukyu belum memiliki kerajaan yang bersatu. Pemerintahan dipegang oleh berbagai pemimpin lokal yang disebut anji yang setia kepada anji kepala yang berkedudukan di Urasoe.[3] Sejarawan George H. Kerr menggambarkan Istana Shuri sebagai "satu dari istana paling menakjubkan di dunia, dari istana dapat dilihat daerah pedesaan hingga bermil-mil jauhnya, dan pemandangan laut yang luas dari segala sudut.[2]." Pada tahun 1266, upeti dibayarkan ke kerajaan di Okinawa oleh penduduk dari pulau-pulau yang berdekatan, Iheya, Kumejima, dan Kerama, hingga Kepulauan Amami yang jauh letaknya dari Okinawa. Kantor pemerintah untuk menangani kiriman upeti didirikan di Pelabuhan Tomari yang berada tepat di sebelah utara istana.[4] Shō Hashi (1422-1439), raja pertama Kerajaan Ryukyu Bersatu menjadikan Shuri sebagai ibu kota, dan mengatur perluasan istana dan ibu kota.[5] Shuri berperan sebagai ibu kota sekitar 550 tahun lamanya. Istana Shuri terbakar habis sewaktu terjadi perselisihan suksesi pada tahun 1450-an,[6] tetapi dibangun kembali. Istana dan kota Shuri kembali dipercantik dan diperluas pada masa pemerintahan Raja Shō Shin (1477-1526). Selain membangun pilar naga dari batu dan berbagai ornamen istana lainnya, Shō Shin juga memerintahkan pembangunan kuil Buddha Enkaku-ji di kompleks istana pada tahun 1492. Kuil Sōgen-ji yang berada di jalan menuju Naha juga diperluas. Pembangunan mausoleum Tamaudun diselesaikan pada tahun 1501, dan tempat ini kemudian dijadikan makam kerajaan Ryukyu.[7] Sepanjang abad pertengahan dan awal zaman modern,[8] sebagian besar penduduk Shuri adalah orang-orang yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan istana kerajaan. Naha waktu itu berperan sebagai pusat ekonomi Kerajaan Ryukyu sementara Shuri adalah pusat pemerintahan. Bertempat tinggal di Shuri dipandang sebagai suatu hal yang prestisius hingga awal abad ke-20.[9] Kekuatan militer Jepang dari Domain Satsuma berhasil merebut Istana Shuri pada 5 April 1609.[10] Namun tidak lama kemudian samurai dari Domain Satsuma ditarik mundur, dan tahta Raja Shō Nei dipulihkan. Istana dan kota Shuri lalu dikembalikan kepada rakyat Okinawa. Namun Kerajaan Okinawa dijadikan negara vasal di bawah Domain Satsuma, dan tetap merupakan daerah taklukan Satsuma selama sekitar 250 tahun. Ketika tiba di Okinawa pada tahun 1850-an, Komodor Perry memaksa untuk masuk ke Istana Shuri dalam dua kesempatan terpisah, tetapi permintaannya untuk bertemu raja selalu ditolak.[11] Kekuasaan Kekaisaran JepangKerajaan Ryukyu secara resmi dibubarkan pada 27 Maret 1879 ketika tentara Kekaisaran Jepang di bawah pimpinan Matsuda Michiyuki memasuki istana dan menyampaikan surat-surat resmi dari Pangeran Nakijin berisi keputusan pemerintah pusat. Raja Shō Tai dan para pejabat istana diusir dari istana yang segera diduduki garnisun Jepang. Gerbang utama lalu disegel.[12] Istana berikut bangunan-bangunan rumah tinggal kalangan bangsawan akhirnya rusak berat sejalan dengan berakhirnya kehidupan aristokrat di Shuri. Uang pensiun para bangsawan diciutkan atau dihapus, dan hilang pula penghasilan bangsawan dari uang sewa tanah di pedesaan. Pelayan-pelayan dipecat dan bangsawan Shuri banyak yang pindah ke tempat lain, termasuk mencari pekerjaan di Naha, di pedesaan, atau merantau ke pulau-pulau utama di Jepang.[13] Catatan sensus dari 1875-1879 menunjukkan bahwa hampir setengah dari populasi Kepulauan Okinawa tinggal di kawasan Naha-Shuri. Walaupun total rumah tangga di Shuri lebih sedikit dibandingkan di Naha, tetapi jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga di Naha. Total bangsawan di seluruh Kepulauan Ryukyu ada sekitar 330.000 orang, tetapi sebagian besar dari mereka tinggal di Shuri atau daerah sekelilingnya. Pada waktu itu, Shuri ditinggali oleh hampir 95.000 penduduk (22.500 rumah tangga) yang berasal kalangan bangsawan. Sejalan dengan pertumbuhan kota Naha, penduduk Shuri terus berkurang dan peran Shuri semakin memudar.[13] Tekanan-tekanan kepada pemerintah untuk merenovasi, melestarikan, dan melindungi situs bersejarah di Shuri dimulai paling tidak pada tahun 1910-an, dan Istana Shuri ditetapkan sebagai Harta Nasional Jepang pada tahun 1928. Sebuah rencana empat tahun dibuat untuk merestorasi bangunan istana. Monumen-monumen bersejarah lainnya juga ikut dilindungi tidak lama kemudian.[14] Meskipun garnisun Jepang yang awalnya menduduki Istana Shuri pada tahun 1879 sudah ditarik mundur pada tahun 1896,[15] istana dan serangkaian terowongan dan gua di bawahnya dijadikan markas besar angkatan bersenjata Jepang di Okinawa selama Perang Dunia II. Serangan udara Sekutu yang pertama terhadap Kota Shuri terjadi pada bulan Oktober 1944. Persiapan dan organisasi warga sipil dalam menghadapi serangan udara sangat tidak memadai. Para birokrat yang sebagian besar berasal dari prefektur lain di Jepang sangat terikat kepada perintah militer. Usaha mereka tidak cukup untuk melindungi warga sipil, rumah-rumah penduduk, sekolah, atau monumen sejarah. Warga sipil dibiarkan berusaha sendiri untuk menyelamatkan dan melindungi diri, keluarga, dan harta benda milik keluarga.[16] Wali resmi harta keluarga Kerajaan Ryukyu kembali ke rumah-rumah mereka di Shuri pada bulan Maret 1945, dan berusaha menyelamatkan sejumlah besar harta-harta kerajaan. Di antaranya terdapat mahkota yang diberikan oleh Kekaisaran Cina dan potret-potret resmi kerajaan. Sebagian dari harta benda tersebut disimpan di lemari besi, tetapi sebagian lagi hanya dikubur di tanah atau di sana-sini di bawah antara pepohonan di sekitar Shuri. Rumah-rumah bangsawan di Shuri terbakar habis akibat kebakaran pada 6 April 1945, sementara pengawal orang Okinawa yang ditunjuk oleh wali kerajaan diusir setelah kedatangan tentara Jepang yang mengamankan wilayah tersebut.[16] Sebagai markas tentara Jepang, Shuri yang dijadikan target utama serangan Amerika dalam Pertempuran Okinawa yang berlangsung dari Maret hingga Juni 1945. Istana Shuri dibuat rata dengan tanah oleh bombardemen kapal perang USS Mississippi yang juga mengakibatkan sebagian besar kota terbakar dan hancur selama pertempuran.[17] Seusai Perang Dunia IIKota Shuri ini dibangun kembali setelah perang. Di lokasi bekas Istana Shuri dibangun kampus Universitas Ryukyu pada tahun 1950 hingga kampus dipindah, dan sekarang berada di Ginowan dan Nakagusuku. Tembok-tembok istana dibangun kembali tidak lama setelah perang berakhir. Rekonstruksi aula utama istana (Seiden) selesai pada tahun 1992 untuk memperingati 20 tahun berakhirnya pendudukan Amerika Serikat di Okinawa.[18] TransportasiStasiun Gibo dan Stasiun Shuri yang dilayani Okinawa Monorail berada di dalam wilayah distrik Shuri. Istana Shuri, Tamaudun, dan situs-situs utama lainnya berada di tempat yang berdekatan dari Stasiun Shuri yang sekarang merupakan stasiun paling ujung dari jalur monorel di Naha.[19] Referensi
Pranala luar
|