Seni peran atau seni lakon (bahasa Inggris: acting, secara harfiah memiliki arti 'berperan') adalah kegiatan menceritakan sebuah cerita melalui tindakan seorang pemeran yang memerankan suatu tokoh. Seni peran dapat dilakukan di teater, televisi, film, radio, atau media lain apa pun yang dapat menyajikannya.
Seni peran melibatkan berbagai keterampilan dalam hal pengembanganimajinasi, pengendalian perasaan, pengungkapan fisik, penyajian suara, kecakapan wicara, dan kemampuan untuk menyajikan drama. Seni peran juga memerlukan kemampuan untuk menggunakan dialek, logat, improvisasi, pengamatan. Selain itu, diperlukan mengimak, pantomim, dan pertarungan panggung. Sebagian besar pemeran pemula mengembangkan kemampuan berperan dengan mengikuti program terkhusus atau perguruan tinggi. Sedangkan sebagian besar pemeran yang ahli mengikuti pelatihan secara teratur dan berkelanjutan. Pelatih dan guru disediakan bagi para pemeran untuk berbagai pelatihan. Kegiatan pelatihan meliputi kegiatan menyanyi, adegan bekerja, teknik suara, dan bersandiwara di depan kamera.
Salah satu pemeran pertama yang diketahui pada masa Yunani kuno adalah seorang yang tinggal di Athena bernama Thespis. Dia berasal dari Ikaria. Aristoteles menulis dalam bukunya Poetics ( ca 335 BCE ) bahwa Thespis memilih berhenti bekerja dari paduan suaradithyrambic. Nama Thespis diperoleh dari kata 'thespian.' DIa menyebut Thepsis sebagai tokoh yang terpisah. Sebelum Thespis, dia menjadi pemeran paduan suara dengan menyebutkan tokoh bernama Dionysus. Setelah dia keluar, dia mengganti nama Dionysus dengan penyebutan dirinya. dua abad setelah peristiwa itu, menunjukkan Aristoteles kemudian membedakan kedua jenis penceritaan ini dengan tindakan dan cerita dan menggunakan istilah " mimesis " untuk penceritaan dengan tindakan dan " diegesis " untuk penceritaan yang ternarasi.
Pelatihan
Pelatihan sekolah musik dan sekolah drama biasanya berlangsung antara dua hingga empat tahun hanya untuk mempelajari semua unsur mengenai akting. Sementara itu, sebagian besar universitas menawarkan program pelatihan selama tiga hingga empat tahun. Dalam universitas, peserta didik dapat memilih fokus pada seni peran sambil mempelajari unsur teater lainnya. Tiap sekolah menggunakan pendekatan yang berbeda-beda dalam mengajarkan seni peran. Cara yang paling populer di Amerika Utara adalah program Konstantin Stanislavski. Program ini dikembangkan dan dipopulerkan di Amerika sebagai metode yang digunakan oleh Lee Strasberg, Stella Adler dan Sanford Meisner.
Selain pendekatan dari sekolah, peserta pelatihan harus mengikuti pelatihan yang berat. Pendekatan ini menggunakan penyajian teks, suara, dan gerakan. Audisi yang lebih lanjut biasanya digunakan untuk pemilihan program drama dan musik yang akan diberikan. Pendaftar biasanya berasal dari peserta yang berusia lebih dari 18 tahun. Beberapa jenis pelatihan juga dapat dimulai pada usia yang lebih muda. Kelas seni peran dan sekolah yang ahli dengan peserta berusia di bawah 18 tahun banyak ditemukan. Pemeran muda diperkenalkan oleh pelatih ke berbagai unsur seni peran dan teater. Salah satu unsur ini adalah pengajaran adegan.
Pelatihan ketenangan dan kesantaian secara fisiologi diadakan dengan peningkatan pelatihan dan paparan pidato.[2] Perubahan tekanan jiwa diukur dengan menghitung jumlah detak jantung pembicara umum. Kecemasan terukur ketika detak jantung meningkat. Pemeran dengan peningkatan kinerja memiliki detak jantung dan bukti tekanan yang lebih rendah.[3] Pidato merupakan latihan penting untuk pemeran, karena termasuk tindakan penyesuaian yang dapat mengatur kecemasan dari dalam diri maupun dari luar diri.[4] Tindakan fisiologi akan meningkat dengan menghadiri lembaga yang ahli mengajarkan seni rupa. Tubuh menjadi lebih tenang dan tekanan dapat berkurang. Dampak yang ditimbulkan bersifat menyehatkan secara hormonal hingga kesehatan berpikir. Dampak tersebut mampu memengaruhi kualitas hidup dan kinerja.[5]
Improvisasi
Beberapa bentuk akting klasik memanfaatkan elemen substansial. Akting dilakukan dengan improvisasi dari pemeran. Contoh improvisasi adalah pada rombongan commedia dell'arte. Kelompok ini merupakan suatu bentuk komedi bertopeng yang sering diadakan di Italia.
Praktisi teater Rusia yang bernama Konstantin Stanislavski menjadikan improvisasi sebagai pendekatan utama untuk akting. Ia mengembangkan sistem pelatihan aktor pada tahun 1910-an. Akhir tahun 1910, Stanislavski diundang ke Capri untuk berdiskusi dengan dramawan bernama Maxim Gorky. Keduanya membahas pelatihan dan tata bahasa dalam akting.[6] Gorky terinspirasi oleh pertunjukan teater populer di Napoli yang memanfaatkan teknik commedia dell'arte. Ia menyarankan agar Stanislavski membentuk sebuah perusahaan bersamanya. Selain itu, ia menyarankan agar perusahaan ini meniru pemain berjalan abad pertengahan. Pada model drama ini, drama baru dirancang bersama oleh seorang penulis naskah dan sekelompok aktor muda melalui improvisasi.[7] Stanislavski menyetujuinya dan mengembangkan penggunaan improvisasi ini dalam karyanya dengan studio pertamanya di Teater Seni Moskow.[8] Murid-murid Stanislavski menegmbangkan sistemnya dalam pendekatan akting. Dua murid Stanislavski adalah Michael Chekhov dan Maria Knebel.
Penggunaan improvisasi dipelopori di Inggris pada tahun 1930-an oleh Joan Littlewood. Penggunaan teknik improvisasi ini kemudian dilanjutkan oleh Keith Johnstone dan Clive Barker. Sementara di Amerika Serikat, Viola Spolin menjadi orang pertama yang mempromosikan improvisasi. Ia memulai promosinya setelah mulai bekerja dengan Neva Boyd di Hull House di Chicago, Illinois. Spolin menjadi murid Boyd dari tahun 1924 hingga tahun 1927. Seperti praktisi Inggris, Spolin meyakini bahwa permainan merupakan sarana yang berguna dalam pelatihan dan peningkatan kinerja aktor. Ia meyakini bahwa improvisasi mampu membuat seseorang menemukan kebebasan berekspresi. Alasannya adalah improvisasi berubah seiring kondisi tertentu. Improvisasi menuntut pikiran terbuka agar spontanitas dapat dipertahankan. Ini berbeda dengan merencanakan respons sebelumnya. Aktor menciptakan sebuah karakter tanpa mengacu pada teks dramatis sehingga sebuah drama dapat dikembangkan dari interaksi spontan dengan aktor lain. Pendekatan ini telah dikembangkan secara substansial oleh pembuat film Inggris Mike Leigh. Ia menerapkannya dalam film-film seperti Secrets & Lies (1996), Vera Drake (2004), Another Year (2010), dan Mr. Turner (2014).
Kesalahan seorang pemeran juga dapat ditutupi dengan mengadakan Improvisasi.
Efek fisiologis
Stres dapat timbul ketika pemeran sedang berbicara atau berakting di depan penonton. Stres ini mengakibatkan peningkatan detak jantung.[9][10]
Pada tahun 2017 diadakan sebuah studi kepada para mahasiswa di Amerika Serikat yang belajar menjadi pemeran. Para pemeran ini menunjukkan peningkatan detak jantung yang sama sepanjang penampilan mereka walaupun memiliki tingkat pengalaman yang berbeda-beda. Ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa detak jantung meningkat baik pada aktor profesional maupun aktor amatir.[11] Stres dialami oleh semua jenis aktor, tetapi terdapat perbedaan dalam keragaman jumlah detak jantung. Aktor yang lebih berpengalaman memiliki detak jantung yang berubah dengan rentang nilai yang kecil. Sementara aktor amatir memiliki detak jantung yang beragam dengan rentang yang lebih besar. Stres yang dialami oleh aktor yang lebih berpengalaman lebih sedikit dibandingkan aktor amatir. Kestabilan detak jantung dengan demikian ditentukan oleh tingkat pengalaman dari seorang pemeran.
Semiotika
Akting memanfaatkan ilmu semiotika untuk mengetahui tentang cara-cara memulai pertunjukan dengan menjadikan penonton sebagai tanda. Semiotika sebagian besar melibatkan pembentuksn makna yang mempengaruhi kinerja aktor dalam konteks yang lebih luas. Tindakan dramatis dalam dunia nyata dapat membentuk hubungan masing-masing aktor.
Referensi
^Csapo and Slater (1994, 257); hypokrisis, which literally means "acting," was the word used in discussions of rhetorical delivery.
^Zuardi; Crippa; Gorayeb (2012). "Human experimental anxiety: actual public speaking induces more intense physiological responses than simulated public speaking". Sci Elo Brazil. 35 (3): 248–253. doi:10.1590/1516-4446-2012-0930. PMID24142085.
^Sonia, Lupien; McEwen, Bruce; Gunnar, Megan; Hein, Christine (2009). "Effects of stress throughout the lifespan on the brain, behaviour and cognition". Nature Reviews Neuroscience. 10 (6): 434–445. doi:10.1038/nrn2639. PMID19401723.
^Benedetti (1999, 203) and Magarshack (1950, 320).
^Benedetti (1999, 203-204) and Magarshack (1950, 320-321).
^Benedetti (1999, 204) and Magarshack (1950, 320-322, 332-333).
^Baldwin, Clevenger, T (1980). "Effect of Speakers' Sex and size of audience on heart-rate changes during short impromptu speeches". Psychological Reports. 46 (1): 123–130. doi:10.2466/pr0.1980.46.1.123. PMID7367532.
^Lacey (1995). "Coronary vasoconstriction induced by mental stress (simulated public speaking)". The American Journal of Cardiology. 75 (7): 503–505. doi:10.1016/s0002-9149(99)80590-6. PMID7863998.