Ketika Daud kembali ke Yerusalem setelah kematian Absalom, perselisihan muncul antara sepuluh suku dan Suku Yehuda, karena suku Yehuda memimpin dalam membawa pulang raja dari bagian timur sungai Yordan ke bagian baratnya (di mana terletak Yerusalem). Seba mengambil keuntungan dari perselisihan ini, dan menghasut pemberontakan, menyatakan:
"Kita tidak memperoleh bagian dari pada Daud. Kita tidak memperoleh warisan dari anak Isai itu. Masing-masing ke kemahnya, hai orang Israel!"[2]
Lalu semua orang Israel itu meninggalkan Daud dan mengikuti Seba bin Bikri, sedangkan orang-orang Yehuda tetap berpaut kepada raja mereka, mengikutinya dari sungai Yordan sampai Yerusalem.
Daud memandang perlu untuk mengatasi pemberontakan ini, memerintahkan Amasa untuk mengerahkan orang-orang Yehuda dalam tiga hari. Mengetahui Amasa menunda-nunda mengejar Seba, Daud menunjuk Abisai dan Yoab untuk bergabung dalam ekspedisi ini, membawa gibborim atau "para pahlawan", bersama pasukan pengawal (orang Kreti dan orang Pleti) serta seberapa pasukan yang bisa dikumpulkan, untuk mengejar Seba. Setelah dengan akal licik membunuh Amasa di Gibeon, Yoab mengambil alih pimpinan tentara.
Yoab dan Abisai tiba di kota Abel-bet-Maakha di bagian utara negeri, di mana Seba diketahui bersembunyi. Mereka mengepung kota itu. Seorang perempuan bijaksana, yang tidak disebutkan namanya, dari kota itu meyakinkan untuk Yoab tidak menghancurkan Abel-Bet-Maakha, karena orang-orang tidak ingin Seba bersembunyi di sana. Dia berbicara kepada seluruh rakyat kota untuk membunuh Seba, dan kepalanya dilemparkan ke luar tembok kepada Yoab.[3]
Dalam Talmud
Tosefta Terumot 7:19
Para rabi berdebat apakah tepat di bawah hukum Yahudi untuk menyerahkan Seba guna menyelamatkan kota dari serangan tentara Yoab. Rabi Simeon, Simeon bar Yochai mengatakan bahwa menyerahkan Seba itu dilarang. Rabi Yehuda bar Ilai mengatakan bahwa wanita bijaksana itu bertindak dengan benar karena Yoab telah mengepung kota itu. Semua orang di kota itu akan dibunuh termasuk Seba, sehingga lebih baik menyerahkan Seba dan menyelamatkan orang-orang lain.[4]
Cerita ini disajikan sebagai sumber untuk diskusi halachic selanjutnya apakah dibolehkan bagi sebuah kelompok atau masyarakat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan mengorbankan satu individu. Tosefta menetapkan prinsip bahwa kita tidak dapat menyelamatkan masyarakat dengan mengorbankan individu, kecuali ada permintaan khusus untuk individu tertentu. R. Shimon b. Lakish menambahkan syarat bahwa individu itu harus pantas dihukum mati karena kejahatan yang dia lakukan.[5]
Sanhedrin 101b
"Tanna mengajarkan: Nebat, Mikha, dan Seba bin Bikri adalah satu dan sama." Tiga orang ini memaknai tanda-tanda dan isyarat bahwa mereka akan memerintah. "Tiga orang ini memandang tetapi tidak melihat."[6]