Sarkofagus adalah sebuah wadah pemakaman yang umumnya terbuat dari batu dan terletak di atas tanah, meskipun mungkin juga dikubur bawah tanah. Kata sarkofagus berasal dari bahasa Yunani[1]σάρξsarx yang berarti "daging" dan φαγεῖνfagein berarti "makan"; maka sarkofagus kurang lebih berarti "pemakan daging", dari frasa lithos sarkofagos( σαρκοφάγος), "batu pemakan daging". Kata tersebut juga merujuk pada jenis batu kapur tertentu yang dianggap mempercepat penguraian daging mayat yang terkandung di dalamnya karena sifat kimia batu kapur itu sendiri.[1]Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref> dan sering diukir dengan rumit, sampai berkembangnya Kekristenan awal yang mengharuskan pemakaman di dalam tanah.[2] Namun, ada banyak sarkofagus Kristen awal yang penting dari abad ke-3 hingga ke-4. Sebagian besar sarkofagus Romawi dirancang untuk menempel di dinding sehingga didekorasi hanya pada tiga sisi. Sarkofagus terus digunakan dalam kebudayaan Kristen Eropa untuk memakamkan tokoh-tokoh penting, terutama penguasa dan tokoh gereja terkemuka, dan pada Abad Pertengahan Tinggi sering diukir patung tokoh dengan posisi berbaring di atas tutupnya. Sarkofagus bermodel polos lebih banyak ditempatkan di ruang bawah tanah. Contoh yang paling terkenal adalah seperti Kaisergruft di Wina, Austria. Istilah ini cenderung lebih jarang digunakan untuk menggambarkan Abad Pertengahan, Renaisans, dan contoh-contoh selanjutnya.
Pada periode modern awal, tempat yang tidak memadai cenderung membuat sarkofagus besar tidak praktis digunakan, sehingga muncullah semacam kuburan peti batu atau sarkofagus semu, dalam bentuk peti kosong dan biasanya tanpa alas ditempatkan di atas pemakaman bawah tanah. Bentuk ini menjadi populer di lokasi luar seperti kuburan dan halaman gereja, terutama di Inggris di abad ke-18 dan ke-19, dengan dekorasi yang tidak terlalu mahal biaya tambahan sarkofagus semu di atas nisan menunjukkan indikasi status sosial.
Amerika Serikat
Sarkofagus, sering dalam bentuk "semu", marak menghiasi kuburan Amerika selama perempat terakhir abad ke-19, di mana saat itu, menurut sebuah perusahaan New York yang membuat sarkofagus, "jelas merupakan bentuk paling umum dari semua bentuk monumen kuburan dari kami".[3] Sarkofagus terus populer hingga tahun 1950-an, di mana pada saat itu popularitas monumen datar (membuat pemeliharaan lahan lebih mudah) menjadikannya kurang diminati. Meskipun demikian, katalog tahun 1952 dari industri monumen kuburan masih memuat delapan halaman untuk sarkofagus, dipecah menjadi detail Georgia dan Klasik, adaptasi Gotik dan Renaisans, dan varian Modern .[4] Gambar di menunjukkan sarkofagus dari akhir abad ke-19, terletak di Laurel Hill Cemetery di Philadelphia, Pennsylvania . Di belakang objek tersebut, Monumen Warner yang dibuat oleh Alexander Milne Calder (1879), menampilkan roh atau jiwa almarhum yang sedang dicabut.
Di aliran Sungai Mekong barat daya Vietnam, umumnya keluarga memakamkan anggota mereka dalam sarkofagus dekat rumah mereka, sehingga memudahkan akses untuk melakukan pemujaan leluhur
Waruga adalah salah satu bentuk sarkofagus yang ditemukan di Sulawesi
India
Alexander Rea, seorang arkeolog Inggris, menemukan sarkofagus dari galiannya di bukit kecil di Pallavaram, Tamil Nadu. Setelah 140 tahun, artefak yang mirip dan berusia lebuh dari 2000 tahun juga ditemukan di tempat yang sama.[5]
^WordInfo etymology. As a noun, the Greek term was further adopted to mean "coffin" and was carried over into Latin, where it was used in the phrase lapis sarcophagus, "flesh-eating stone", referring to those same properties of limestone.
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama columbia
Mont Allen, "Sarcophagus", dalam The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome, edited by Michael Gagarin, vol. 6, p. 214–218 (Oxford: Oxford University Press, 2010).
Robert Manuel Cook, Clazomenian Sarcophagi (Mainz: Philipp von Zabern, 1981).
R. R. R. Smith, Sculptured for Eternity: Treasures of Hellenistic, Roman, and Byzantine Art from Istanbul Archaeological Museum (Istanbul: Ertuǧ and Kocabıyık, 2001).
Paul Zanker and Björn C. Ewald, Living with Myths: The Imagery of Roman Sarcophagi (Oxford: Oxford University Press, 2012).