Sangha Mahayana Indonesia (SMI) adalah pasamuan anggota Sangha tradisi Mahayana di Indonesia. Sangha adalah pasamuan para bhiksu, bhiksuni, shramanera, dan shramaneri yang meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk menghayati dan membabarkan ajaran Buddha.[1]
Sangha Mahayana Indonesia dibentuk pada tahun 1978. Setelah Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta, Sangha Mahayana Indonesia tergabung dalam Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI).[2] Setelah WALUBI bubar pada tahun 1998, untuk mengefektifkan perannya, Sangha Theravada Indonesia, Sangha Mahayana Indonesia, dan Sangha Agung Indonesia membentuk Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) pada tanggal 14 November 1998.[3][4]
Sejarah
Pada menjelang akhir tahun 1978, sebagian bhiksu Mahayana memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia (SAI/SAGIN). Kemudian, untuk menyatukan para bhiksu dan bhiksuni Mahayana dalam satu wadah kesatuan, mereka mendirikan Sangha Mahayana Indonesia. Dengan berdirinya Sangha Mahayana Indonesia, maka di Indonesia terdapat tiga Sangha, yaitu, Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia dan Sangha Mahayana Indonesia.[4][5]
SMI didirikan pada tanggal 12 Agustus1978 di Vihara Buddha Murni, Medan, Sumatera Utara oleh 12 orang bhiksu dan bhiksuni. Latar belakang pendirian SMI adalah untuk menyatukan para bhiksu dan bhiksuni Mahayana dalam satu wadah kesatuan, serta melestarikan dan menyebarkan Buddhadharma di Nusantara. 12 orang Bhiksu dan Bhiksuni yang mendirikan Sangha Mahayana Indonesia adalah:[1]
Bhiksu Dharmasagaro Sthavira ketika itu adalah bhiksu termuda dari antara 12 pendiri, tetapi ia yang paling lancar berbahasa Indonesia karena sebagian besar bhiksu tersebut berasal dari China. Oleh sebab itu, ia dipilih menjadi Ketua SMI, sementara Bhiksu Dharmabatama Mahasthavira menjadi wakil ketua. Pada masa awal terbentuknya SMI, bhiksu-bhiksu lebih banyak berkutat pada upacara ritual. Namun, Bhiksu Dharmasagaro banyak mengirimkan bhiksu-bhiksu muda untuk belajar di Taiwan agar lebih mahir untuk membabarkan Dharma di Indonesia.[1]
Upaya penyempurnaan organisasi Sangha Mahayana Indonesia kembali dilakukan pada tanggal 30-31 November 2008. Selama 2 hari itu diadakan Sanghasmaya untuk merapikan aspek organisasi dalam tubuh SMI dan pemilihan kepengurusan periode 2008-2013 dengan Bhiksu Dharmasagaro Mahasthavira sebagai ketua umum, Bhiksu Andhanavira Mahasthavira sebagai wakil ketua umum, Bhiksu Kusala Sasana Mahasthavira sebagai sekretaris jenderal, dan Bhiksu Matra Maitri Sthavira sebagai wakil sekretaris jenderal. Selain itu juga dibentuk komisi-komisi yang membawahi bidang keagamaan, pendidikan, social dan budaya, dan media.[1]
Kegiatan
Pusdiklat Buddha Mahayana Indonesia
Sangha Mahayana Indonesia adalah pencetus ide pembangunan Pusdiklat Buddha Mahayana Indonesia. Cita-cita Sangha adalah menyebarluaskan ajaran BuddhaMahayana di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia serta menerjemahkan kitab-kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Indonesia. Karena upacara-upacara ritual agama Buddha (Mahayana) umumnya masih menggunakan aksara Mandarin, sejak tahun 1982, Bhiksu Dutavira dengan kemampuan terbatas yang dimikinya berusaha mengembalikan bentuk-bentuk upacara dalam aksara Sansekerta serta bahasa Indonesia. Kegiatan Bhiksu Dutavira selama 4 tahun tersebut bisa dikatakan sebagai perintis proyek pilot Pusdiklat Mahayana.[6]
Maha Samaya III 2019
Pada 19 Januari 2019, Sangha Mahayana Indonesia (SMI) mengadakan Maha Samaya III di aula Sekolah Maha Bodhi Vidya Cengkareng. Dalam acara ini akan ada penyempurnaan AD ART, pemilihan pengurus dan penerimaan anggota baru. Juga ada pendataan kartu rohaniwan bagi anggota Sangha Mahayana Indonesia. Hadir Dewan Sesepuh Sangha Mahayana Indonesia Y.M. Bhikksu Dharma Sagara Mahastavira, Ketua Umum Sangha Mahayana Indonesia Y.M. Bhikksu Kusala Sasana Mahastavira, Ketua Panitia Maha Samaya SMI Bhikksu Kusala Phassa Mahastavira, Pembimas Buddha Provinsi DKI Jakarta Suwanto, Ketua Majelis Mahayana Indonesia Suwito, M.Pd.B., serta peserta dari Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.[7]
^Bhiksu Vidya Sasana Sthavira, Jo Priastana, KASI Dalam Lintas Sejarah dan Pergerakan Agama Buddha di Indonesia – Sebuah Catatan Retrospektif dan Prospektif, Tabloid KASI edisi pertama, 1 November 2007.