Sambiroto adalah desa di kecamatan Sedan, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Sejarah terbentuknya Desa Sambiroto pada awalnya merupakan komunitas pemukiman penduduk dengan jumlah jiwa yang masih sedikit, dimana rumah penduduk tersebar belum tertata dengan baik. Waktu itu, desa Sambiroto merupuakan sebuah bukit-bukit dan banyak tanaman pohon jati yang sangat lebat.
Menurut sejarahnya kala itu terjadi hujan yang sangat lebah hingga menyebabkan bukit-bukit longsor dan pepohonan tumbang sampai tertimbun tanah, kejadian tersebut diketahui pada pertengahan tahun 1998 dan ditemukan oleh seorang pemburu kayu pendem (kayu yang tertimbun tanah).
Kayu tersebut kemudian digali dan diteliti dengan alat sederhana, ternyata banyak sekali kayu-kayu jati yang tertimbun tanah, dimana kayu tersebut tersebar di tanah-tanah milik warga dengan ukuran diameter mencapai 20 cm sampai 40 cm bahkan ada yang lebih panjang.
Dulunya, nama Sambiroto bernama PLEAN, namun seiring berjalannya waktu karena masyarakat sekitar memiliki mata pencaharian sebagai petani dan kehidupannya penuh kekurangan, maka dengan kekurangan tersebutlah masyarakat mencari pekerjaan sampingan, atau dalam bahasa jawa disebut 'Nyambi'.
Rata-rata penduduk memiliki sampingan diantarannya; ada yang mencari kayu bakar, umbi-umbian dan lain sebagainya. Dari sampingan tersebut rupanya masyarakat telah berkecukupan hingga merata. Sejak saat itulah masyarakat menyebut sebagai SAMBIRATA yang diucapkan dalam lidah jawa menjadi SAMBIROTO.
Perlu diketahui juga bahwa desa Sambiroto merupakan desa yang terletak di kawasan tetangga hutan milik perhutani yang kini telah diakuisisi oleh PKH Kebonarjo. Karena terletak diantara hutan-hutan, maka Desa Sambiroto memiliki ciri spesifik sebagai berikut.
Menjadi desa dengan tipologi Desa lingkungan hutan;
1. Interaksi yang sangat kuat antara masyarakat dengan sumber daya hutan serta ikut mengamankannya dengan dibentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan).
2. Rata-rata kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan kurang dari 0,5 Ha per rumah tangga petani, sedangkan 110 rumah tangga lainnya tidak memiliki lahan pertanian sama sekali.