Saberan bin Kaderi
Saberan bin Kaderi atau yang biasa dikenal sebagai K.H. Saberan Kacil adalah seorang ulama tasawuf yang berasal dari Kalimantan Selatan. K.H. Saberan Kacil dikenal karena menentang ajaran yang terdapat pada kitab tasawuf Al-Durr al-Nafis. Pada era 1930-an hingga dekade 1960-an, secara vokal dia bersama Muhammad Khalid Tangga Ulin memiliki pandangan bahwa kitab ini mengandung kesalahan dan bisa menyesatkan.[1][2] Kehidupan awalMenurut riwayat dari Haji Syahrani B di Banjarmasin, dia lahir pada tahun 1900-an di Alabio, Amuntai, Kalimantan Selatan. Di usia 15 tahun, dia belajar di Makkah dengan beberapa ulama di sana, di antaranya Syekh Maliki dan Syekh Muchtar. Dari situlah, dia mempelajari beberapa macam ilmu seperti tauhid, ushuluddin, dan lain-lain.[3] Setelah 27 tahun menuntut ilmu di Makkah, dia pulau ke kampung halamannya, Alabio, dan membuka majelis taklim di daerah tersebut. Menjelang masa kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, dia hijrah ke Banjarmasin dan mengajar beberapa ilmu kepada para muridnya.[3] PerjuanganDipenjara oleh NICAPada masa kedatangan NICA di Kalimantan Selatan, dia pernah ditangkap dan dipenjara di Banjarmasin. Pada saat berada di penjara, dia bertemu dengan K.H. Idham Chalid yang pernah dipenjara di Kandangan. Di dalam penjara, Saberan Kacil sering dijadikan tempat untuk curhat, belajar, dan lain-lain. Dia juga memberi wafak kepada Idham Chalid dan para tahanan lainnya agar mereka diberi kesabaran dan ketahanan mental. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949, dia dan tahanan lainnya dibebaskan.[3] Melawan aliran yang menyimpangSaat dia hidup, dia pernah melawan aliran yang dinilai menyimpang dengan ajaran Islam. Aliran tersebut mengajarkan bahwa ketika seseorang sampai kepada hakikat beragama, dia akan terbebas dengan kewajiban menjalankan syariat (seperti salat, puasa, haji, dan lain-lain). Dalam melawan aliran tersebut, dia mengajak dialog dan debat terhadap orang yang mengikuti aliran tersebut. Dia juga menjalin kerjasama dengan pemerintah dan TNi dalam melawan aliran tersebut, termasuk Brigjen H. Hasan Basry yang saat itu menjadi Gubernur Tentara Divis IV ALRI Pertahanan Kalimantan dan sempat menjadi Pangdam X Lambung Mangkurat.[3] Karena kiprahnya inilah, K.H. Ahmad Zuhdiannoor saat menghadri haulnya pernah berkata bahwa nama Sabran bisa berarti "Macan. Istilah "Macan" di sini memiliki makna bahwa Saberan Kacil berani melakukan amal ma'ruf dan nahi munkar.[3] PemakamanDia meningal dunia pada tanggal 6 Muharram 1390 Hijriah atau kira-kira bertepatan pada tanggal 14 Maret 1970.[3] Dia dikebumikan di Kelurahan Teluk Dalam, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.[4] Referensi
|