Ryūnosuke Akutagawa (芥川 龍之介code: ja is deprecated , Akutagawa Ryūnosuke, 1 Maret 1892 – 24 Juli 1927)adalah sastrawan Jepang yang dikenal sebagai penulis novel pendek dan cerpen. Pada tahun 1935, Kan Kikuchi mengabadikan namanya untuk hadiah sastra Penghargaan Akutagawa.
Akutagawa tidak pernah menulis novel panjang. Novel berjudul Jashūmon dan Rojō tidak pernah diselesaikannya. Akira Kurosawa menyutradarai film Rashomon (1950) yang didasarkan pada cerpen berjudul sama karya Akutagawa. Walaupun demikian, sebagian besar kejadian dalam film diambil dari cerpen lain, Yabu no Naka (Dalam Belukar).
Akutagawa meninggal di usia muda, 35 tahun, akibat overdosis obat. Pesan terakhir yang ditinggalkan kepada sahabatnya berbunyi, "Hanya kegelisahan yang usulnya tidak jelas" (ただぼんやりした不安code: ja is deprecated , Tada bonyarishita fuan).
Masa kecil
Ryūnosuke lahir di distrik Kyobashi, Tokyo sebagai putra sulung penjual susu bernama Toshizō Niihara. Ketika berusia 7 bulan, ibunya yang bernama Fuku menderita sakit jiwa. Ryūnosuke dititipkan di rumah orang tua ibunya, dan dibesarkan oleh bibi dari pihak ibu. Ibunya meninggal dunia ketika Ryūnosuke berusia 11 tahun. Pada tahun berikutnya, Ryūnosuke mulai menggunakan nama keluarga Akutagawa setelah dijadikan anak angkat oleh pamannya yang bernama Akutagawa Dōshō (kakak kandung dari ibunya). Dari generasi ke generasi sejak zaman Edo, keluarga Akutagawa merupakan keluarga terpandang (sukiya bōzu) yang melayani keluarga Tokugawa dalam pelaksanaan upacara minum teh, dan berbagai macam pekerjaan lainnya.
Kabarnya, nama "Ryūnosuke" ("anak naga") berasal dari hari kelahirannya yang bertepatan dengan tahun Naga, bulan Naga, hari Naga, dan jam Naga (pukul 8 pagi). Walaupun sebenarnya, tanggal lahirnya, 1 Maret 1892 disebut di kalender sebagai tahun Naga Air Yang (unsur Air, sifat Yang), bulan Harimau Air Yang, dan hari Naga Air Yang, sedangkan jam lahir tidak disebut dalam catatan resmi.
Masa sekolah dilewatkannya di Tokyo, mulai dari Sekolah Dasar Umum Edo, Sekolah Menengah 3 Tokyo, Sekolah Lanjutan Atas 1, hingga Jurusan Sastra Inggris Universitas Kekaisaran Tokyo. Bulan Februari 1914, Akutagawa bersama teman kuliah bernama Kan Kikuchi dan Masao Kume menghidupkan untuk yang ke-3 kalinya majalah sastra Shinshichō (Arus Pemikiran Baru).
Majalah tersebut awalnya diisi Akutagawa terjemahan karya Anatole France (Balthasar) dan Yeats (The Heart of the Spring). Pada waktu itu, Akutagawa memakai nama pena Yanagigawa Ryūnosuke (柳川隆之助 atau 柳川隆之介code: ja is deprecated ). Kariernya sebagai penulis dimulai dengan cerpen berjudul Rōnen yang sempat dimuat Shinshichō sebelum kembali berhenti terbit di bulan Oktober tahun yang sama.
Cerita pendek yang menjadi salah satu adikaryanya, Rashōmon dimuat dalam majalah Teikoku Bungaku bulan Oktober 1915. Sejak itu pula, nama Akutagawa Ryūnosuke mulai digunakannya sewaktu menulis. Temannya yang bernama Miekichi Suzuki memperkenalkannya kepada Natsume Sōseki yang menerimanya sebagai murid.
Pada tahun 1916, Akutagawa kembali menghidupkan kembali Shinshichō untuk ke-4 kalinya dengan tim redaksi yang hampir sama dengan penerbitan sebelumnya. Setelah kembali terbit, edisi perdananya memuat cerpen berjudul Hana (Hidung) yang mendapat pujian dari Sōseki. Pada tahun yang sama, Akutagawa lulus dengan nilai terbaik nomor dua di antara 20 mahasiswa. William Morris dijadikan topik skripsi yang ditulisnya.
Mulai bulan Desember 1916, Akutagawa menjadi pengajar bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, statusnya sebagai dosen tidak tetap. Di tengah kesibukan memberi kuliah, Akutagawa terus produktif menulis, dan menerbitkan antologi cerpen berjudul Rashōmon pada bulan Mei 1917. Setelah itu, Akutagawa secara berturut-turut menyelesaikan sejumlah cerpen, dan berhasil menerbitkan kumpulan cerpen Tabako to Akuma pada bulan November 1917. Pada bulan Maret 1918, Akutagawa mengundurkan diri dari Akademi Angkatan Laut, dan bekerja di surat kabar Osaka Mainichi Shimbun. Surat kabar tempatnya bekerja tidak mengharuskan dirinya menyumbang tulisan, sehingga Akutagawa bisa terus berkonsentrasi menulis.
Pada 12 Maret1919, Akutagawa menikahi Tsukamoto Fumi yang dikenalnya dari seorang teman bernama Yamamoto Kiyoshi. Fumi adalah anak dari Mayor AL Tsukamoto Nōgorō, sedangkan ibunya adalah kakak perempuan dari Yamamoto Kiyoshi.
Pada bulan Februari 1921, Akutagawa ditugaskan kantornya untuk berkunjung ke Tiongkok sebagai koresponden luar negeri, dan kembali bulan Juli tahun yang sama. Perjalanan ke Tiongkok dituangkan ke dalam tulisan berjudul Shanghai Yūki (Catatan Perjalanan ke Shanghai). Sekembalinya dari Tiongkok, kesehatan fisik dan mentalnya mulai menurun. Akutagawa mulai menderita gangguan kejiwaan yang waktu itu populer sebagai lemah saraf (neurastenia) dan diare kronis. Pada tahun 1923, Akutagawa menginap beberapa lama di sebuah pemandian air panas (onsen) di Yugawara, Kanagawa dengan maksud pengobatan.
Selama sakit, jumlah karya yang ditulisnya terus menurun. Namun sejak itu pula mulai bermunculan karya Akutagawa yang cenderung bersifat shishōsetsu (otobiografi). Karya-karya tersebut dikenal sebagai Yasukichi-mono karena tokoh utama dalam cerita bernama Yasukichi. Kecenderungan ini terus berlanjut hingga karya-karya terakhirnya, seperti Haguruma (1927) dan Kappa (1927).
Pada tahun 1926, Akutagawa kembali berobat di pemandian air panas di Yugawara dengan keluhan lemah saraf, tukak lambung, dan insomnia yang semakin parah. Pada tahun berikutnya, kakak iparnya, Yutaka Nishikawa bunuh diri pada bulan Januari 1927 setelah dicurigai melakukan pembakaran. Akibatnya, Akutagawa harus menanggung anggota keluarga dan membayar utang yang ditinggalkan kakak iparnya.
Pada bulan April 1927 terjadi polemik antara Akutagawa dengan Jun'ichirō Tanizaki akibat transkrip yang dimuat majalah Shinchō. Transkrip tersebut adalah hasil panel diskusi sastra yang diadakan Akutagawa bersama rekan-rekannya, dan di antaranya membahas karya Tanizaki. Cerita fiksi Tanizaki dikritik sebagai cerita yang memiliki plot menarik, namun cara penyajiannya tidak bagus. Tanizaki membela diri dengan serangkaian tulisan yang diterbitkan majalah sastra Kaizō. Akutagawa membalas pembelaan tersebut dengan seri kritik sastra Bungei teki na, amari ni Bungei teki na (Sangat Sastra, Terlalu Sastra Sekali) yang dimuat majalah Kaizō. Sebagai pembanding, Akutagawa memuji Naoya Shiga dalam cara penyajian cerita walaupun plotnya "Tidak ada cerita penting yang diceritakan" ("Hanashirashii hanashi no nai").
Setelah menyelesaikan penulisan Zoku Saihō no Hito, pada dini hari 24 Juli 1927, Akutagawa bunuh diri dengan menelan obat tidur dalam dosis fatal.
Akutagawa meninggalkan putra sulung bernama Hiroshi Akutagawa yang nantinya menjadi aktor. Sementara itu, putra ketiga, Yasushi Akutagawa menjadi konduktor sekaligus komponis, sedangkan putra kedua, Takashi Akutagawa gugur dalam perang. Sampai hari ini, cerpen karya Akutagawa dicantumkan ke dalam buku teks sebagai bacaan untuk murid sekolah menengah di Jepang.