Ruwatan rambut gimbal adalah upacara pemotongan (cukur) rambut pada anak-anak berambut gimbal (gembel) yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau), Jawa Tengah. Ritual ruwatan yang diadakan pada tanggal satu Suro menurut Kalender Jawa ini bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan anak-anak berambut gimbal dari sukerta/sesuker (kesialan, kesedihan, atau malapetaka).[1][2][3][4]
Kepercayaan bahwa anak-anak berambut gimbal adalah keturunan Kiai Kolodete atau titipan Kanjeng Ratu Kidul (Nyai Roro Kidul) menjadi mitos turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Dieng. Mereka juga percaya bahwa rambut gimbal hanya boleh dipotong bila anak yang bersangkutan sudah menghendaki/memintanya dan harus dilakukan melalui ritual ruwat atau ruwatan yang dipimpin tetua adat setempat. Uniknya, ruwatan ini hanya dapat dilakukan setelah orang tua memenuhi permintaan "apa pun" yang diajukan oleh sang anak. Konon jika pemotongan rambut gimbal tidak dilakukan melalui ritual sakral, rambut gimbal akan kembali tumbuh dan si anak cenderung sakit-sakitan.[2][3][5]
Tradisi ruwatan rambut gimbal menarik perhatian masyarakat umum, terlebih orang-orang dari luar daerah Dieng. Seiring berjalannya waktu, tradisi ritual yang unik ini digelar sebagai pertunjukan budaya. Kemudian hari, ruwatan rambut gimbal yang dilakukan secara massal menjadi bagian penting dari Festival Budaya Dieng (Dieng Culture Festival) yang digelar setiap tahun.[1][6] Tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan tradisi "Ruwatan Rambut Gimbal" sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Jawa Tengah dengan domain Adat Istiadat Masyarakat, SItus, dan Perayaan-Perayaan.[2]