Rocket Lab adalah produsen kedirgantaraan[4] dan penyedia layanan peluncuran Amerika Serikat, dengan anak perusahaan di Selandia Baru. Perusahaan ini mengoperasikan roket orbital ringan Electron, yang menyediakan peluncuran khusus untuk satelit kecil. Rocket Lab juga berencana untuk membangun roket Neutron yang lebih besar pada awal 2024. Roket elektron telah diluncurkan 26 kali baik dari Kompleks Peluncuran 1 Rocket Lab di Selandia Baru atau Mid-Atlantic Regional Spaceport di Amerika Serikat. Satu upaya telah dilakukan pada pemulihan pendorong Elektron. Hingga tahun 2022, Rocket Lab sedang mengembangkan roket pakai ulang Neutron, bus satelit Photon, serta mesin roket Rutherford, Curie, HyperCurie, dan Archimedes.
Perusahaan ini didirikan di Selandia Baru pada tahun 2006. Pada tahun 2009, keberhasilan peluncuran Ātea-1 membuat Rocket Lab menjadi perusahaan swasta pertama di belahan bumi selatan yang mencapai luar angkasa. Perusahaan kemudian mendirikan kantor pusat di California pada tahun 2013 dan mengembangkan roket sekali pakai Electron. Peluncuran roket pertama terjadi pada Mei 2017. Pada Agustus 2021, Rocket Lab menjadi perusahaan publik, terdaftar di bursa saham Nasdaq melalui merger SPAC. Pada Mei 2022, setelah empat tahun pengembangan, Rocket Lab mencoba memulihkan pendorong Elektron dengan helikopter.
Rocket Lab juga membangun dan mengoperasikan satelit untuk Space Development Agency,[5] sebuah program pertahanan rudal berbasis antariksa Amerika Serikat yang didirikan oleh anggota dewan Rocket Lab Michael D. Griffin.[6][7] Partisipasi Rocket Lab menimbulkan kontroversi di Selandia Baru, di mana anggota parlemen mencatat bahwa perusahaan tersebut berkontribusi pada "persenjataan antariksa" dan dapat melanggar undang-undang zona bebas nuklir Selandia Baru.[8] Persatuan Ilmuwan Peduli memperingatkan SDA akan meningkatkan ketegangan global dan menyebut proyek itu "secara fundamental tidak stabil".[9]
Referensi