Sejak kemerdekaannya pada tanggal 1 Januari 1899 atas kemenangan Amerika serikat terhadap Spanyol dalam perang Spanyol-Amerika, konstitusi Kuba berada di bawah kendali militer Amerika Serikat hingga tanggal 20 Mei 1902. Pada tahun yang sama, Tomas Estrada Palma dilantik sebagai presiden pertama untuk republik baru di Kuba.[2] Tahun 1905 terpilih lagi namun dicurigai melakukan praktik kecurangan sehingga memicu terjadinya Revolusi Juli 1906. September 1906 Estrada mengundurkan diri dan diganti oleh sekretaris perang dari angkatan militer Amerika Serikat, William Howard Taft sebagai presiden sementara di bawah bendera Kuba. Sejumlah masalah sosial mulai teratasi dan pemberontakan dapat segera dibubarkan. Hingga tahun 1909 tentara Amerika ditarik kembali dari Kuba dan pemerintahan diganti dengan presiden yang sah. Semenjak tahun 1909 - 1925, Kuba dipimpin oleh sejumlah presiden yang lemah dan korup. Presiden yang menjabat pada era tersebut adalah José Miguel Gómez (1909–1913), Mario García Menocal (1913–1921), dan Alfredo Zayas y Alfonso (1921–1925).[1] Di masa pemerintahan Gomez terjadi tindak kekerasan menyangkut agama dan ras yang menimbulkan ribuan orang tewas. Tuduhan korupsi di kalangan pemerintah semakin meningkat termasuk juga tuduhan praktik nepotisme. Krisis keuangan juga pernah melanda Kuba pada tahun 1920 di masa pemerintahan presiden Garcia Menocal.
Hingga pada tahun 1925, Geraldo Machado terpilih sebagai presiden Kuba. Ia menjanjikan reformasi namun hanya terjadi di periode pertama pemerintahannya. Pada periode selanjutnya atas desakan memperpanjang masa jabatannya pada kongres, ia dikenal sebagai presiden diktator pertama Kuba yang korup.[3] Ia memiliki izin untuk menangguhkan kebebasan berpendapat dan memberlakukan darurat militer. Pada tahun 1933, diktator lalim Gerardo Machado dijungkirkan oleh kudeta yang dilakukan oleh Fulgencio Batista y Zaldivar. Pada tahun 1944, Fulgencio Batista memerintahkan untuk melegitimasi kekuasaannya melalui pemilu demokratis, tetapi kalah. Pada tahun 1952, ia kembali mendapatkan kekuasaan setelah melancarkan kudeta. Penentangan mulai meruyak, salah satunya adalah pimpinan terpenting gerakan anti-Batista, seorang pengacara bernama Fidel Castro dari Santiago de Cuba.
Pada tanggal 26 Juli1953, kelompok pemberontak yang beranggotakan 160 orang menyerang Barak Moncada di Santiago de Cuba. Kelompok ini memiliki komposisi anggota yang terdiri atas berbagai kalangan pelajar, mahasiswa, buruh, hingga pengusaha.[4] Mahasiswa yang masuk dalam gerakan 26 Juli adalah yang pernah terlibat dalam gerakan mahasiswa dan partai ortodoxo yang didirikan pada tahun 1947 oleh Eduardo Chib untuk menghidupkan gerakan reformasi 1933. Tujuan dari aksi di Barak Moncada adalah merebut barak kembali dan menyerukan kepada penduduk setempat untuk melakukan pemberontakan. Namun upaya aksi tersebut berhasil digagalkan, banyak di antara mereka yang terbunuh. 61 orang dari 161 relawan pemberontak menjadi korban. Sementara yang tetap hidup, seperti Fidel Castro dan saudaranya Raul Castro segera ditangkap ditempat setelahnya.[5]
Dalam pengadilan yang sarat muatan politik, mereka dijatuhi hukuman penjara. Castro divonis 15 tahun di Isla de Pinos. Dari dalam penjara Fidel Castro melakukan pembelaan untuk dirinya. Ia menyuarakan gagasannya yang dikenal dengan istilah lima "ketetapan revolusioner" yang disampaikan kepada para pejuang Moncada agar dapat diterapkan, yaitu: restorasi dan implementasi konstitusi 1940, memberikan hak reformasi agraria kepada pemilik tanah yang sah, kewajiban pengusaha untuk membagi pendapatan mereka kepada para buruh, menjamin pasar bagi petani gula skala kecil, dan pengambilan kembali kuasa atas semua perusahaan yang didapat dari hasil penipuan dan korupsi.[6]
Setelah pemilu tahun 1955, Fidel Castro dan saudaranya menerima amnesti. Batista membebaskan semua tahanan politik, termasuk para penyerbu Barak Moncada. Kemudian Castro bersaudara mengungsi ke Meksiko dan bergabung dengan orang-orang Kuba yang siap membebaskan negerinya. Selama masa itu, Castro juga bertemu dr.Che Guevara dari Argentina, yang bergabung dengan angkatan mereka. Pada tanggal 2 Desember 1956 mereka meninggalkan Meksiko bersama 82 pemberontak lainnya berjumlah 82 orang kembali ke Kuba menumpang kapal Granma dan tiba di pantai pesisir timur.[7] Kedatangan mereka disambut dengan perang saudara. Semuanya terbunuh dalam pertempuran pertama begitu mendarat di daerah yang kini menjadi Provinsi Granma, kecuali 12 orang. Castro Bersaudara dan Guevara termasuk orang-orang yang selamat.[8]
Sierra Maestra
Para pemberontak yang selamat melarikan diri ke Sierra Maestra dan mendirikan kamp di sana.[9] Dengan bantuan penduduk Kuba, mereka bisa memperbesar pasukannya dan mencatat beberapa kesuksesan melawan pasukan Batista. Mereka terus melakukan beberapa kali serangan gerilya. Pada 13 Maret 1957, sekelompok pelajar dari gerakan 26 Juli melakukan percobaan serangan ke Istana presiden di Havana, tetapi berhasil digagal. Puluhan orang tewas pada insiden tersebut. Kelompok serikat buruh ikut mendukung dengan melakukan pemogokan umum, tetapi dukungan tersebut mereda setelah diancam tidak akan mendapatkan pekerjaan kembali di tempat lain oleh rezim Batista. Rezimim Batista merespon tindakan pemberontakan dengan memberlakukan konstitusional seperti melarang kebebaan berkumpul dan kebebasan berpendapat pada 1 Agustus 1957.[1][5]
Dari akhir tahun 1957, Castro menemukan markas tetap di La Plata. Wartawan dari berbagai negara, termasuk AS, mengunjungi para pemberontak dan menawarkan dukungan terhadap sang diktator. Pada 5 September 1957, satu bulan setelah Batista mengumumkan jadwal pemilihannya di bulan Juni 1958, penyerangan kembali terjadi oleh kelompok revolusi di Kota Cienfuegos dan berhasil menguasai pangkalan angkatan laut kota.[1]
1959
Pemberontakan besar-besaran terjadi pada tahun 1958. Mereka maju dalam 2 kelompok. Yang pertama dipimpin oleh Castro Bersaudara dan menuju bagian timur pulau dengan kota terbesar keduanya Santiago de Cuba. Kelompok yang kedua di bawah pimpinan Che Guevara dan Camilo Cienfuegos menuju ke barat. Aksiksi kerusuhan pemboman, dan pembakaran yang dilakukan pasukan revolusi mengakibatkan dampak buruk pada beberapa industri dan perekonomian Kuba. Kelompok-kelompok komunis yang dipimpin oleh Juan Marinello turut mendukung pihak oposisi, pasukan revolusi Fidel Castro dengan kembali melakukan pemogokan umum. Gerakan pemogokan tersebut meskipun tidak semuanya terlaksanakan, tetapi berhasil menyurutkan dukungan dari beberapa golongan masyarakat kepada pencalonan Batista sebagai presiden. Batista kemudian melakukan perlawanan militer besar-besaran kepada para pemberontak pada bulan Juli di Bukit Sierra Maestra, tetapi berhasil dihalau oleh pasukan pemberontak.
Bulan-bulan berikutnya Fidel Castro mengeluarkan ancaman pembunuhan kepada semua calon pejabat politik. Pada 26 Juni ia melakukan penculikan kepada 10 warga sipil Amerika dan 2 warga asal Kanada dari kantor pusat pertambagan Freeport sulphur di timur Kuba. Beberapa warga Amerika Serikat juga ditangkap dan dijadikan sandera selama satu minggu lalu dilepaskan kembali begitu mendapat kecaman dari pemerintah Amerika. Serangan dari kelompok revolusi terus dilakukan sehingga membuat Batista terdesak, ditambah kurangnya pasokan amunisi setelah Amerika melakukan embargo persenjataan kepada pasukan militer pemerintah Kuba pada pertengahan Maret.[1]
Setelah dihadang dengan serbuan gerilya pada 27 Desember 1958 dengan Batista yang tidak memiliki kekuatan militer memadai. Pertempuran Santa Clara yang menentukan meletus dan dimenangkan oleh kelompok tersebut. Pada tanggal 1 Januari1959, Batista akhirnya melepaskan jabatannya sebagai presiden. Ia beserta beberapa pendukungnya melarikan diri ke Republik Dominika. Sementara itu kelompok gerilya yang dipimpin Castro berhasil menduduki Havana dan Santiago de Cuba pada tanggal 7 Januari untuk menyempurnakan kemenangan revolusi.[10]