Дагестанская АССРcode: ru is deprecated (Rusia) Дагъистаналъул АССРcode: av is deprecated (Avar) Дагъистаналъул АССРcode: kum is deprecated (Kumyk) Дагъустандин АССРcode: lez is deprecated (Lezgian) Дагъусттаннал АССРcode: lbe is deprecated (Lak) Дағыстан МССРcode: az is deprecated (Azerbaijani) Дагъистан АССРcode: dar is deprecated (Dargwa) ДегӀастанан АССРcode: ce is deprecated (Chechen) Дагыстан АССРcode: nog is deprecated (Nogai) Дагъустан АССРcode: tab is deprecated (Tabassaran) Догъисту АССРcode: ttt is deprecated (Muslim Tat)
Pada masa Kekaisaran Rusia, pemerintah pusat seringkali mengirimkan masyarakat Kazaki dan para pemukim Rusia ke Dagestan dan wilayah Kaukasus Utara lainnya. Kebijakan tersebut cenderung berdampak negatif karena masyarakat pendatang cenderung mendapatkan lahan yang lebih subur untuk ditanami daripada masyarakat asli. Hal tersebut menimbulkan jarak dalam hubungan masyarakat asli Dagestan dan para pemukim baru Rusia.[2]
Ketidakpuasan terhadap kekaisaran meningkat ketika Gubernur Ilarion Vorontsov-Dashkov berkehendak menetapkan bahasa Rusia sebagai bahasa administrasi di pedesaan Dagestan. Pada 1914, sebanyak 6.000 orang Dagestan melakukan protes di Temir-Khan-Shura, ibu kota Oblast Dagestan ketika itu, untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka; beberapa pekan sebelum dimulainya Perang Dunia I.[2]
Pada masa yang sama, gerakan Bolshevisme sedang berkembang di Rusia. Di antara anggota pergerakan tersebut terdapat dua orang Dagestan ternama, yaitu Said Gabiev dan Ullubiy Buynaksky.[2]
Masa Awal Soviet
Revolusi 1917 dan Perang Sipil Rusia membuat sejumlah Bolshevis asal Dagestan yang belajar di kota-kota besar Rusia kembali ke daerahnya, termasuk Gabiev dan Buynaksky. Buynaksky kemudian tewas dalam perang sipil pada 1919.[2]
Setelah Pemerintahan Soviet didirikan di Dagestan, pendidikan sekuler disebarluaskan; pendidikan Islam tradisional kemudian menjadi terancam.[3] Sejak 1938, pengajaran bahasa Rusia di sekolah-sekolah yang tidak menggunakan bahasa Rusia menjadi wajib. Pendidikan dalam bahasa Rusia dan bahasa ibu bersifat wajib. Namun, dengan keberagaman bahasa yang tinggi di Dagestan, tidak semua bahasa diajarkan sehingga sejumlah bahasa asli Dagestan mengalami pengurangan jumlah penutur.[4]
Sekularisasi pada masa awal Soviet di Dagestan tidak hanya didorong oleh rezim Soviet, tetapi juga didorong secara internal oleh aktivitas para ilmuwan sekuler Islam Dagestan. Salah satu di antara para ilmuwan tersebut adalah Ali Kaiaev, seorang pemuka Islam lulusan Kairo yang menjadi salah satu tokoh penting pada masa awal Soviet di Dagestan. Kaiaev mulai berperan sebagai reformis pada 1913 hingga 1916, terutama ketika menjadi editor harian Mawar Dagestan yang mempromosikan perubahan keagamaan dan politik.
Setelah Revolusi dan Perang Sipil, Kaiaev memimpin sebuah madrasah di desanya,[2] dengan pengajaran pelajaran umum dan Islam dalam bahasa Lak. Meskipun pada awalnya Kaiaev dilindungi pada rezim Stalin mengingat peranannya sebagai pimpinan dalam pengadilan syariah Soviet, Kaiaev pada akhirnya dideportasi ke Kazakhstan dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.[2]
Pada 16 Februari 1922, RSSO Dagestan menjadi republik pertama di RSFS Rusia yang dianugerahi Orde Panji Merah Buruh RSFS Rusia. Pada 1965, republik ini dianugerahi Orde Lenin, dan lima tahun setelahnya dianugerahi Orde Revolusi Oktober. Sepanjang era Soviet, RSSO Dagestan mengalami beberapa kali perubahan wilayah yang kemudian diwariskan kepada Republik Dagestan yang ada saat ini.
Masa Akhir Soviet
Pada 13 Mei 1991, dewan legislatif republik menetapkan resolusi mengenai otonomi republik yang menyebabkan RSSO Dagestan naik status menjadi Republik Sosialis Soviet Dagestan (RSS Dagestan) di dalam yurisdiksi RSFS Rusia.[5] Pada 17 Desember, diadopsi sebuah deklarasi yang menyatakan integritas republik, yang memberi nama resmi Dagestan sebagai Republik Dagestan.[6] Meskipun demikian, pada 1992 terdapat sejumlah upaya untuk mengembalikan nama republik sebagai RSS Dagestan. Akhirnya, pada 25 Desember 1993, Konsitusi Federasi Rusia mulai diberlakukan dan republik ini secara resmi diakui sebagai Republik Dagestan.[7]
Demografi
RSSO Dagestan memiliki lebih dari tiga puluh kelompok suku bangsa yang merupakan penduduk asli.[8] Terdapat sejumlah kelompok etnis asli Kaukasus Utara, antara lain Avar, Dargin, dan Lezgin, serta kelompok etnis lainnya seperti Kumyk, Nogai, dan Azerbaijan. Suku bangsa Avar, yang merupakan etnis terbesar di Dagestan, memiliki 15 subkelompok etnis. Terdapat pula masyarakat Rusia dalam jumlah besar yang datang setelah penaklukan Rusia atas Dagestan.
Dengan keberagaman etnis tersebut, bahasa yang dituturkan di RSSO Dagestan juga beragam. Pemerintah Soviet menetapkan 11 bahasa resmi untuk republik ini. Hingga tahun 1978, terdapat 7 bahasa resmi, yakni Rusia, Avar, Dargin, Kumyk, Lak, Lezgia, Nogai; kemudian ditambahkan empat bahasa pada 1978, yaitu Tabasaran, Azerbaijan, Tat, dan Chechnya.
Agama dominan di RSSO Dagestan adalah Islam Sunni; terdapat pula minoritas Kristen Ortodoks Rusia. Meskipun merupakan salah satu wilayah paling religius di Uni Soviet, ateisme diberlakukan secara resmi di Dagestan.