Reaksi berantai polimerase tersarangReaksi berantai polimerase tersarang (bahasa Inggris: Nested PCR) adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim DNA polimerase yang menggunakan dua pasang primer PCR untuk mengamplifikasi fragmen.[1] Pasangan primer yang pertama akan mengamplifikasi fragmen yang cara kerjanya mirip dengan PCR pada umumnya.[1] Sedangkan, pasangan primer yang kedua biasanya disebut primer tersarang (sepasang primer tersebut terletak di dalam fragmen pertama) yang berikatan di dalam fragmen produk PCR yang pertama untuk memungkinkan terjadinya amplifikasi produk PCR yang kedua dimana hasilnya lebih pendek dari yang pertama.[1] Dengan menggunakan PCR tersarang, jika ada fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua sangat rendah.[1][2] Dengan demikian, PCR tersarang adalah PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi.[1] Perbedaan PCR tersarang dengan PCR biasaPCR tersarang merupakan variasi dari reaksi berantai polimerase biasa (PCR).[1] PCR tersarang dan PCR biasa keduanya berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak.[1][2] Pada PCR tersarang digunakan 2 pasang primer, sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer.[1] Oleh karena itu, hasil fragmen DNA dari PCR tersarang lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa.[1] Waktu yang diperlukan dalam reaksi PCR tersarang lebih lama daripada PCR biasa karena pada PCR tersarang dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR.[1] Selain itu, keuntungan PCR tersarang adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.[1][2] Mekanisme kerjaSecara umum, PCR adalah suatu proses perbanyakan DNA secara in vitro melalui beberapa tahap, yaitu denaturasi, penempelan primer, dan pemanjangan.[3] Prinsip kerja PCR tersarang tidak jauh berbeda dengan PCR biasa, tetapi PCR tersarang akan bekerja menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik melalui dua proses PCR secara terpisah.[3] Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan, di mana sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama.[3] Kemudian produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (primer tersarang) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut.[3] Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.[3] AplikasiPCR tersarang memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kesehatan dan identifikasi parasit.[4][5] Karena PCR tersarang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi dibanding PCR biasa, hasil yang didapat akan lebih akurat.[4] Keakuratan PCR tersarang karena daerah yang diinginkan akan diamplifikasi dua kali, dengan dua set primer.[1] Beberapa contoh aplikasinya antara lain adalah dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis luar paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, deteksi Taenia solium pada penyakit taeniasis,[4] dan diagnosis leptospirosis.[5] Diagnosis penyakit tuberkulosis luar paru sebenarnya bisa saja menggunakan PCR biasa, tetapi PCR biasa tidak memiliki sensitifitas dan reabilitas setinggi PCR tersarang untuk mendiagnosis dengan akurat.[6] Kekurangan PCR ini berhubungan dengan kondisi pengambilan sampel yang heterogen, adanya faktor yang memengaruhi amplifikasi, dan hilangnya patogen selama proses.[6] Berhubungan dengan hal tersebut, disimpulkan bahwa PCR yang biasa digunakan tidak memiliki sensitifitas dan reabilitas yang tinggi.[6] Tes ini didasarkan pada amplifikasi fragmen 986.[6] Keunggulan lain PCR tersarang adalah proses yang tidak memakan banyak waktu dibandingkan dengan proses lainnya, seperti teknik kultur biasa.[7] Pada diagnosis penyakit tuberkulosis luar paru ini, dibandingkan efektivitas antara teknik PCR tersarang yang menargetkan gen MPB64 dari Mycobacterium tuberculosis dan teknik kultur pada media Lowenstein Jensen (LJ) medium.[7] Percobaan ini melibatkan 400 sampel klinis yang diduga menderita tuberkulosis luar paru dan 30 spesimen kontrol nontuberkulosis yang kemudian dikultur dan dideteksi dengan PCR tersarang.[7] Pada perbandingan hasil antara teknik kultur pada media LJ dengan PCR tersarang, hasil dari teknik kultur pada media LJ dari 400 spesimen klinis hanya 16 spesimen yang menunjukkan hasil positif.[7] Pada hasil dari PCR tersarang, dari 400 spesimen klinis terdapat 141 hasil positif (35.2 %).[7] Sedangkan, pada spesimen kontrol hasilnya negatif dengan PCR tersarang.[7] Pada percobaan ini dapat dilihat bahwa PCR tersarang memiliki keakuratan dan sensitivitas yang tinggi, serta tidak memakan waktu, terlebih dibandingkan dengan metode kultur konvensional.[7] Referensi
|