Rawa Pening diperkirakan terbentuk antara 18.000 dan 13.500 SM setelah periode peningkatan curah hujan. Rawa Pening mencapai ukuran terbesarnya pada 11.000 hingga 9.000 SM, namun kemudian menyusut hingga mencapai ukurannya saat ini sekitar 6.000 SM.[2]
Untuk melindungi Rawa Pening, pemerintah daerah telah memberlakukan kebijakan sabuk hijau. Beberapa bangunan, seperti objek wisata Kampoeng Rawa, menjadi kontroversi karena dibangun di dalam sabuk ini.[3]
Permasalahan lingkungan
Danau ini mengalami pendangkalan yang pesat. Pernah menjadi tempat mencari ikan, kini hampir seluruh permukaan rawa ini tertutup eceng gondok. Gulma ini juga sudah menutupi Sungai Tuntang, terutama di bagian hulu. Usaha mengatasi spesies invasif ini dilakukan dengan melakukan pembersihan serta pelatihan pemanfaatan eceng gondok dalam kerajinan, tetapi tekanan populasi tumbuhan ini sangat tinggi.
Legenda Baru Klinthing
Menurut legenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Cerita Baru Klinthing yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua. Rawa ini digemari sebagai objek wisata pemancingan dan sarana olahraga air. Namun akhir-akhir ini, perahu nelayan bergerak pun sulit.