Rakai Gurunwangi Dyah Bhadra adalah Raja Medang (Mataram Kuno) kesebelas yang memerintah sekitar tahun 887 M.[1][2] Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908 M), ia memerintah antara 18 Januari 887 s.d. 14 Februari 887 M.[3][4] Sesudahnya, terjadi masa kekosongan pemerintahan (interregnum) selama 7 tahun.[5] Kemudian, pada 21 November 894 M Rakai Watuhumalang naik tahta.[5]
Selain dalam Prasasti Wanua Tengah III, namanya juga dikenal dalam Prasasti Munggu Antan (887 M) dengan gelar Sri Maharaja Rake Gurunwangi.[6][7]
Keterangan prasasti
Menurut daftar raja dalam Prasasti Mantyasih (907 M), nama Rakai Gurunwangi dan beberapa raja Medang lainnya tidak ditemukan.[5] Hal ini kemungkinan karena Prasasti Mantyasih menyebutkan hanya raja-raja yang memerintah lama dan berkuasa penuh, sehingga gelar pada nama raja-raja keturunan Sanjaya pada prasasti tersebut ialah Sri Maharaja.[8] Namanya disebutkan dalam Prasasti Wanua Tengah III yang memuat daftar raja Medang yang lebih lengkap, termasuk raja-raja yang memerintah dalam waktu yang singkat.[9][10]
Selain itu, pada prasasti-prasasti pendek di Candi Plaosan Lor ditemukan tokoh-tokoh bergelar Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Gurunwangi Dyah Ranu sebagai penyumbang pada pembangunan bangunan suci itu.[7][11][12] Tulisan pada prasasti-prasasti pendek tersebut tanpa tahun, namun diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-9.[7] Terdapat dugaan bahwa Rakai Gurunwangi Dyah Saladu adalah gelar Rakai Pikatan Dyah Saladu sebelum ia naik tahta (menyumbang 2 candi perwara di barisan luar); sedangkan Rakai Gurunwangi Dyah Ranu adalah gelar lain dari Rake Gurunwangi Dyah Bhadra sebelum ia naik tahta (menyumbang 2 candi perwara di barisan dalam).[13]
Lihat pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ Dwiyanto, Djoko. 1986. Pengamatan terhadap Data Kesejarahan dari Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Dalam PIA IV (IIa). Jakarta: Pulit Arkenas, h. 92-110.
- ^ Boechari (2013-07-08). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-91-0520-2.
- ^ Kebudayaan, Indonesia Departemen Pendidikan dan (1989). Pemugaran Candi Brahma, Prambanan, Candi Sambisari, Taman Narmada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ Arif, H. A. Kholiq (2010-01-01). MATA AIR PERADABAN ; Dua Milenium Wonosobo. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-25-5331-4.
- ^ a b c Ras, J. J. (2014). Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-899-8.
- ^ Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1975.
- ^ a b c Nastiti, Titi Surti (2016-01-03). Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII-XV. Dunia Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-713-4.
- ^ Hardani, Kayato (Mei 2010). "Rajya Rajya Ing Jawa Madhya, Raja-Raja Mataram Kuna Abad 9-10 Masehi: Perbandingan Antara Naskah Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara Dengan Prasasti Wanua Tengah III". Berkala Arkeologi Volume 30 No. 1 Mei 2010. Diakses tanggal 22 Januari 2020.
- ^ Muljana, Prof Dr Slamet (2005-01-01). Menuju Puncak Kemegahan ; Sejarah Kerajaan Majapahit. Lkis Pelangi Aksara. hlm. 82. ISBN 978-979-8451-35-5.
- ^ Notosusanto, Marwati Djoened, Poesponegoro, Nugroho (2008). Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2: Zaman Kuno. Balai Pustaka (Persero), PT. hlm. 302. ISBN 978-979-407-408-4.
- ^ BPCB Jateng (11 September 2014). "PRASASTI-PRASASTI PENDEK DARI CANDI PLAOSAN LOR". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 29 Januari 2020.
- ^ Sukamto (2018-07-04). Perjumpaan Antarpemeluk Agama di Nusantara. Deepublish. ISBN 978-602-475-476-1.
- ^ Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ (dalam bahasa Inggris). M. Nijhoff. 2006.
Bahan bacaan
- Teguh Asmar & Nuriah. 1985. PRASASTI KOLEKSI MUSEUM NASIONAL JILID I. Jakarta: Museum Nasional