K. Ragnar Alm (dipanggil "Tuan Alam", lahir 10 Oktober 1900, tidak diketahui tahun kematiannya atau mungkin masih hidup) merupakan seorang misionaris dari Gereja Metodis yang berasal dari Swedia. Ia bekerja di daerah "Pardembanan" yaitu di wilayah Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu, Sumatera Utara, Indonesia.
Masa muda
Ragnar Alm lahir tanggal 10 Oktober 1900 di esa kecil bernama Vadsbro di gereja Dunker di Swedia, anak sulung di keluarga Richard dan Hilda Alm. Ia lahir dari keluarga miskin. Ayahnya bekerja sebagai penggiling gandum yang tidak memiliki kilang sendiri tetapi bekerja sebagai orang gajian. Dalam masa 10 tahun kemudian lahir lagi enam orang adiknya, dua perempuan dan empat laki-laki. Jadi saat kanak-kanak ada sembilan orang di rumah mereka.[1]
Ragnar mulai masuk sekolah tahun 1907 selama enam tahun. Ia senang sekali belajar dan ingin sekali melanjutkan sekolah, tetapi karena orangtuanya miskin dan meletus Perang Dunia I tahun 1914-1918, terpaksa ia mencari nafkah agar makanan cukup di rumah dengan bekerja di suatu pabrik ketika berumur 13 tahun. Gajinya sangat kecil, meskipun demikian sedikit dapat membantu orang tua. Sebelumnya ia sudah ikut menggembalakan ternak kalau liburan panjang bulan Juni-Agustus. Di waktu panen pun anak-anak harus ikut membantu. Jadi tahun 1913 ia sudah mencari nafkah sendiri.[1]
Ia bersekolah minggu tahun 1907 sampai 1920. Tetapi, tahun 1915, pada umur 15 tahun ia menjadi guru sekolah minggu. Ia diminta mengajar anak anak berumur 12-13 tahun. Sebelumnya terjadi suatu “perobahan” pada dirinya, yaitu ia menyerahkan diri kepada Tuhan Yesus Kristus. Hal itu terjadi ketika ada pelaksanaan “kebangunan” di gerejanya di Swedia, di mana saat itu banyak orang muda juga menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus. Pada usia 15 tahun itu ia menjadi anggota Gereja Methodist di desanya. Orangtuanya masih menjadi anggota Gereja Kerajaan, tetapi tak lama kemudian mereka juga masuk Methodist karena mereka melihatnya sebagai gereja yang hidup. Pada akhirnya semua penduduk
desa dari keluarganya menjadi Methodist. Dari keluarganya yang terdiri dari 9 orang, dua menjadi pendeta, satu diakones dan satu pemain organ gereja.[1]
Pada minggu advent 1920 ia ikut peserta kursus untuk Penginjil di kota Uppsala. Disana ada juga sekolah pendeta. Tujuannya ingin menambah pengetahuan akan Firman Tuhan selama dua atau tiga minggu. Ketika selesai mengikuti kursus ia bermaksud kembali bekerja di pabrik. Tetapi datang seorang pengawas gereja distrik bernama Norman mengatakan bahwa ia tidak usah kembali lagi bekerja di pabrikmu itu karena tenaganya dibutuhkan untuk membantu pendeta yang bekerja di pabrik. Sejak saat itulah ia mulai menjadi seorang pekabar Injil.[2] Sebelumnya waktu berumur 8 tahun pernah ia pernah mendengar seorang zendeling perempuan yang bekerja di Negeri Tiongkok menceritakan tentang orang-orang yang belum mengenal Kristus. Dikisahkan ada anak-anak perempuan yang dibuang orangtuanya karena anak perempuan tidak berarti. Para misionaris itu mendirikan rumah untuk anak-anak yatim piatu. Banyak orang menerima bantuan semacam itu. Inilah yang membuat Ragnar ingin ikut
membantu orang miskin dan menderita seperti yang mereka lakukan.[1]
Pendidikan
Mendapat pendidikan di Seminari Methodist di Uppsala dan Richmond College di Inggris.
Pekerjaan
Ragnar pernah ke Maroko sebelum Perang Dunia I. Ia tiba di Indonesia pada tahun 1931 dan mewartakan Injil di daerah "pardembanan".
Pada tahun 1940 "Persermonanta" diterbitkan untuk pertama kali kalinya oleh Pdt. Ragnar Alm. Tetapi selama pemerintahan Nippon (Jepang) menjajah Indonesia, Persermonanta tidak diterbitkan.[3] Pada periode Maret 1942 sampai dengan Agustus 1945, masa penjajahan Jepang dalam Perang Dunia II, hanya keluarga Pdt. Egon N. Ostrom dan Pdt. Ragnar Alm. dari Swedia yang meneruskan pekerjaan misi di Indonesia.[3]
Bulan Februari 1946 keluarga Alm disuruh tentara Inggeris pulang ke Swedia. Mereka naik pesawat terbang dari Medan ke Singapura. Dua minggu mereka di Singapura, tinggal di hotel East Coast Hotel yang tadinya bagus tetapi sudah rusak. Mereka bertemu dengan Dr.Hobart B. Amstutz yang pernah ditahan di kamp Jepang di Chang i. Pada peringatan hari lahir George Washington, presiden Amerika pertama, dilangsungkan suatu acara yang besar di Wesley Church Singapore. Dr.Amstutz berpidato. Ia kurus sekali setelah keluar dari tahanan tetapi suaranya tetap keras dan mantap. Beberapa tahun berselang ia menjadi Bishop memimpin Konferensi Tahunan untuk Sumatra sampai gereja Methodist menjadi otonom pada tahun 1964. Mereka berencana pulang lagi ke Sumatra bulan Juni 1947. Di Singapore Bishop Lee menjelaskan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Belanda ingin merebut Indonesia kembali dan Sumatra Timur sudah dikuasai. Mereka tidak berkeinginan pulang ke Sumatra yang berada dibawah kekuasaan Belanda, maka Bishop Lee menunjuknya bekerja di Teluk Anson, Malaysia. Disini mereka tinggal selama 9 bulan. Meskipun bertugas di Anson Bishop memintanya berkunjung ke Sumatra guna mengetahui perkembangan keadaan disana. Memang saat itu Pdt.A.V Klaus berada di Medan, tetapi Bishop memerlukan juga laporan dari Alm. Pada bulan Desember 1947 sebagian orang Batak sudah kembali ke Sumatra Timur. Pendeta Luther Hutabarat sudah di Medan. Mereka meminta Ragnar kembali segera. Ragnar dan keluarganya pindah dari Teluk Anson ke Medan pada bulan Maret 1948.[4]
Pada tahun 1952, ia mendirikan Sekolah Pendidikan Guru Jemaat di Kisaran dan kemudian merintis kemandirian Gereja Methodist Indonesia (GMI) bersama sejumlah misionaris Swedia, termasuk Eric Lager, dan misionaris Inggris.[5]
Ragnar kemudain mengajar di Fakultas Theologia Universitas HKBP Nommensen di Pematang Siantar[6] sejak 1958 hingga 1965.
Referensi
Pranala luar