Rabigh (bahasa Arab: رَابِغ, translit. Rābig) adalah kota dan kegubernuran di Provinsi Makkah, Arab Saudi, berlokasi di tepiLaut Merah, sekitar 208 km (129 mi) barat laut Kota Makkah, wilayah Hijaz. Pada 2014, penduduk kota ini mencapai 180.352 jiwa pada 2014[3] dan terletak pada ketinggian 13 m (43 ft) di atas permukaan laut,[4] dekat dengan perbatasan Provinsi Madinah. Kota ini telah berdiri sejak sebelum Islam muncul (zaman Jahiliah) pada abad ke-7 M dan hingga abad ke-17 dikenal sebagai Juhfah (bahasa Arab: ٱلْجُحْفَة, translit. Al-Juḥfah).[5]
Sejarah kota ini tidak lepas dari penetapan miqat bagi jamaah haji dan umrah yang datang dari Mesir dan Syam, oleh nabi Islam, Muhammad. Kota ini juga merupakan bagian dari jalur kafilah pra-Islam antara Yaman dan Syam. Sebagai kota pantai, perikanan menjadi mesin uang bagi penduduk Rabigh sampai penemuan minyak bumi di Jazirah Arab.[5]
Rabigh sudah ada sejak zaman pra-Islam. Hingga abad ke-17, kota ini disebut Juhfah.[5] Pada masa kenabian Muhammad, Rabigh adalah tempat yang sering diserbu oleh umat Islam terhadap kafilah Mekah yang melewati wilayah tersebut.[6] Dalam Shahih Bukhari, Juhfah ditetapkan sebagai miqat jamaah haji dan umrah yang datang.[7][8]
Saat ini Juhfah merupakan salah satu dari lima miqat makani, yang digunakan apabila dalam perjalanan haji, penduduk tersebut atau yang melalui rute tersebut tidak melalui Madinah (jika melewati Madinah miqat-nya adalah Dzulhulaifah). Dulunya miqat ini bernama Mahya'ah. Miqat ini terletak 22 km tenggara kota Rabigh.[9]
Menurut catatan sejarah Islam, pada April 623 M, Muhammad mengutus Ubaidah bin al-Harits bersama 60 orang Muhajirin ke baṭn (bahasa Arab: بَطْن, har.'lembah') di Rabigh. Mereka ditugasi untuk menghadang kafilah suku Quraisy yang pulang dari Syam, di bawah perlindungan Abu Sufyan bin Harb dan 200 pasukan bersenjata.[10][11][12][13][14] Pasukan Muslim bergerak menuju sumur di Tsaniyyatul Murrah,[10][13] tempat salah satu anggotanya melepaskan anak panahnya kepada salah satu penduduk Quraisy, yang dikenal sebagai panah pertama Islam.[15][16] Meski serangan tersebut mengejutkan, "mereka tidak menghunus pedang atau mendekati salah satu pasukan tersebut," dan umat Muslim kembali dengan tangan kosong;[11][12][13] tetapi, dua pedagang tersebut meninggalkan kafilah, menjadi Muslim, dan kembali ke Madinah dari tempat ekspedisi.[15]
Hadis Ghadir Khum mengisahkan bahwa Nabi Muhammad menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai Maula bila setiap orang menjadikan Muhammad sebagai Maula.[17]Syiatu Ali menganggap bahwa maula dimaknai sebagai "pemimpin", sehingga mereka menganggap Ali layak sebagai khalifah pertama setelah kematian Muhammad dan merayakannya sebagai Idulghadir. Banyak Sunni juga mengakui Ali sebagai Mawla, tetapi mereka menganggap bahwa itu tidak ada hubungannya dengan status Ali sebagai penerus Nabi.
Saat berkhotbah, Nabi memegang tangan Ali dan mengangkatnya ke atas dan bertanya kepada jamaah, "Bukankah aku lebih utama bagi orang-orong mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istriku adalah ibu-ibu mereka?" Mereka pun menjawab, "Benar wahai Rasulullah!"[18] Muhammad bersabda:
Barang siapa menjadikan aku sebagai maula, Ali adalah maula. Ya Allah, dukunglah orang yang mendukungnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya!
Peristiwa ini dicatat dalam sumber Sunni dan Syiah. Setelah khotbah tersebut, Abu Bakar, Umar, dan Utsman dikatakan telah menyatakan setia kepada Ali, juga terdokumentasi dalam sumber-sumber dari kedua cabang Islam tersebut.[20][21][22]
Sejarah modern
Dengan penemuan minyak di Arab Saudi dan selesainya jaringan pipa Barat–Timur, Saudi Aramco menjadikan Rabigh sebagai tempat untuk kilang dan pelabuhan kapal tanker. Kilang ini pertama dibangun tahun 1981 saat Saudi masih diperintah oleh Raja Fahd. Patungan tersebut dibentuk oleh Saudi Aramco dan Sumitomo Chemical Jepang, perusahaan baru bernama Perusahaan Kilang dan Petrokimia Rabigh dengan modal senilai $10 miliar, yang juga dikenal sebagai Petro Rabigh, berdiri tahun 2005. Saat ini menjadi kilang minyak dan pabrik petrokimia terbesar kedua di Arab Saudi.[23]
Proyek lainnya di daerah Rabigh dibangun pada masa pemerintahan Raja Abdullah dan namanya disematkan dalam proyek tersebut, seperti Universitas Sains dan Teknologi Raja Abdullah, perguruan tinggi berbasis riset internasional, berdiri 2009. Sementara itu Kawasan Ekonomi Raja Abdullah, yang difasilitasi Otoritas Investasi Umum Arab Saudi, dibangun mulai 2005. Proyek ini dikembangkan oleh Emaar Properties, sebuah perusahaan yang tercatat di bursa efek Tadawul yang pertama kali mengembangkan kawasan tersebut. Pelabuhan Raja Abdullah, salah satu pelabuhan terbesar di Arab Saudi, terletak di kota ini, dan diresmikan 11 Februari 2019.[24]
Transportasi
Jalan Raya Rute 5, jalan raya utama Arab Saudi utara-selatan bagian barat, membentang melewati Rabigh, menuju Yanbu, Umluj, Duba (kapal feri ke Mesir tersedia di pelabuhan tersebut), Tabuk, dan Yordania; serta Jeddah, Makkah, Abha, dan Jizan di selatan. Hubungan ke Jalan Raya Rute 60 dekat Yanbu menghubungkan Rabigh ke Madinah. Riyadh, dan Provinsi Qasim.[25] Rute 40 dapat diakses melalui Jeddah, menghubungkan ke Makkah, Riyadh, dan Dammam.
Laut Merah merupakan tempat pelestarian terumbu karang, sehingga banyak taman laut dikembangkan di sini. Lima Pulau Karang, yang menjadi salah satu tujuan wisata ini, berlokasi sekitar 15 km (9 mi) barat daya Rabigh.
Olahraga
Al Entesar Club menjadi klub sepak bola dari Rabigh yang berlaga di Divisi 2 Liga Arab Saudi.
^Nayebare, Shedrack R.; Aburizaiza, Omar S.; Khwaja, Haider A.; Siddique, Azhar; Hussain, Mirza M.; Zeb, Jahan; Khatib, Fida; Carpenter, David O.; Blake, Donald R. (2017). "Chemical Characterization and Source Apportionment of PM2.5 in Rabigh, Saudi Arabia". Aerosol and Air Quality Research. 16 (12): 3114–3129. doi:10.4209/aaqr.2015.11.0658. ISSN1680-8584.