Putri Berdikari Batik di Desa Sumurgung, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, merupakan perajin batik binaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) melalui lembaga program Zakat Community Development (ZCD) bersinergi dengan Yayasan Sahabat Pulau Indonesia menggunakan bahan pewarna batik yang ramah lingkungan sejak 2019.[1]
Sejarah
Kamis, 24 Oktober 2019 Launching Putri Berdikari Batik di Desa Sumurgung. Tuban, Jawa Timur, menjadi tanda bahwa kelompok ini tidak hanya dikenal dilingkungan Sumurgung, melainkan juga ditingkat nasional bahkan internasional sebagai desa pengrajin batik ramah lingkungan. Namun survei dan observasi tentang Desa Sumurgung sudah dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional RI bidang pemberdayaan ekonomi pedesaan sejak 2018.
Rangkaian acara tersebut meliputi, tampilan seni tongklek dari pemuda Sumurgung, fashion show dari karang taruna Sumurgung, penanaman pohon pewarnaan alami. Kegiatan ini juga turut menghadirkan SDG's influencer dari Putri Remaja 2019 dan juga Putri Remaja Lingkungan Hidup Indonesia, Pocut Jihan.
Puluhan perajin batik di Desa Sumurgung, Tuban, Jawa Timur, bergabung menamakan diri “Putri Berdikari Batik.” Salah satu alasan pembentukan, mereka ingin mengubah pola membatik di Sumurgung dari pewarna sintetis, ke bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Beralihnya sebagian perajin dari pewarna sintetis ke alami berawal dari banyak perajin alami masalah kesehatan seperti tangan gatal-gatal ketika mereka gunakan pewarna sintetis dalam proses membatik. Ada yang berhenti membatik karena masalah kesehatan.
Warna-warna alami yang digunakan Kelompok Putri Berdikari Batik, dari tumbuhan seperti akar, daun atau kulit-kulit buah yang diperoleh dari sekitar. Kulit-kulit buah seperti rambutan, atau mengumpulkan rambutan busuk di pedagang dan mereka ambil daunnya. Aksi mereka sekaligus memanfaatkan limbah organik. [2]
Bahan Pewarna Alam
Puluhan jenis tanaman baik itu tumbuhan hidup di lingkungan sekitar, atau kulit buah-buahan di pasaran. Misal, daun mangga menghasilkan warna kuning, daun jambu monyet dan daun juwet atau jamblang warna cokelat, serta kulit rambutan yang menghasilkan warna hitam. [2]
Untuk mengatasi kelangkaan bahan baku, kelompok Putri Berdikari Batik berinisiatif membuat kebun percontohan. Segala jenis tanaman mereka tanam untuk memangkas pembelian bahan baku dan makin mendekatkan masyarakat tentang pengetahuan dan kearifan lokal terhadap batik alami di Sumurgung. kebun percontohan berada dibeberapa pekarangan rumah perajin yang di lakukan secara swadaya serta dorong program Zakat Community Development (ZCD) bersama mitra Sahabat Pulau Indonesia.
1. Soga
Soga merupakan nama pohon penghasil bahan pewarna baik yang masuk dalam suku polong-polongan. Secara alami, soga tersebar di Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara, hingga Papua Nugini.
Soga dikenal karena pepagan yang dahulu diperdagangkan sebagai bahan pewarna. Pepagan (kulit) soga jadi bahan utama menghasilkan warna coklat kekuningan pada industri batik di Pulau Jawa.
2. Indigo
Indigo banyak diperoleh dari tanaman dalam genus Indigofera, tumbuhan asli daerah tropis. Biasanya, memberikan sentuhan warna biru pada kain batik.
3. Kunyit
Kunyit tidak hanya memiliki kandungan untuk obat dan sebagai bahan masakan, tetapi juga berperan penting sebagai salah satu bahan pewarnaan alami untuk kain batik. Warna kuning kunyit berikan dalam proses pewarnaan.
4. Daun Mangga
Mangga tidak hanya soal buahnya, tetapi bagian lainnya juga berperan dalam proses pewarnaan alami lain pada batik juga didapatkan dari daun mangga. Daun mangga memberikan sentuhan warna hijau.
5. Kulit Manggis
Selain daun mangga, kulit manggis juga memiliki andil dalam pewarnaan batik. Ekstrak kulit manggis akan menghasilkan warna merah yang dapat menjadi pewarna alami kain batik.[3]
Referensi