Pulau Inaccessible adalah sebuah pulau yang memiliki gunung berapi yang telah lama tidak menyemburkan lahar setelah aktif sejak 6 juta tahun yang lalu untuk terakhir kalinya. Luas pulau ini menjangkau hingga 14 km2 (5,4 sq mi). Pulau ini tepat berada di Samudera Atlantik bagian selatan yang berjarak sepanjang 45 km dari sebelah barat daya Pulau Tristan da Cunha.
Pulau Inaccessible telah mulai ditelusuri sejak bulan Januari 1656 yaitu ketika selama berlayarnya kapal 't Nachtglas milik Belanda yang saat itu berada di bawah aba-aba Jan Jacobszoon,[1] itu merupakan penelusuran yang kedua setelah dilakukannya penelusuran pertama sejak 146 tahun lalu oleh pelaut Portugis. Semula Jan Jacobszoon menamainya sebagai pulau Nachtglas.
Terdapat dua hal yang dipaparkan dari nama "Inaccessible", di antaranya adalah pulau yang baru saja dimasukkan ke dalam peta dengan nama "Inaccessible" ini dikarenakan bagian dalam pulau tersebut tidak mampu dicapai oleh para awak kapal Belanda.[2] Kemudian, ada juga pernyataan dari pihak lain bahwa seorang kapten Prancis bernama d'Etcheverry telah memberi nama untuk pulau tersebut sesudah ia tak mampu menjangkau pulau tersebut pada tahun 1778.[3] Pada tahun 1803, kapal Amerika Serikat yang dipimpin oleh Amasa Delano berhasil melakukan pendaratan di pulau tersebut untuk pertama kalinya.[1]
Pulau tersebut pernah ditinggali oleh seorang korporal bernama William Glass bersama keluarganya yang membawa hewan peliharaannya pada tahun 1816. Bertahun-tahun kemudian, datanglah Stoltenhoff bersaudara dari Jerman yang juga telah sampai berada di pulau Inaccessible pada tahun 1871 untuk menghuni di sana selama beberapa tahun karena berniat untuk mencari penghidupan dengan menjual barang dagangannya kepada orang-orang yang berada di sekitar lokasi mereka, padahal mereka lupa bahwa pulau tersebut jarang dikunjungi orang-orang. Akibat jarang ditemukannya makanan di sana, mereka pun menjadi begitu girang setelah akhirnya keberadaan mereka dapat dijumpai dan diselamatkan pada tahun 1873 saat pulau dimana Stoltenhoff bersaudara berada pernah dikunjungi orang-orang yang melakukan ekspedisi ilmiah dalam rangka melakukan penjelajahan terhadap flora dan fauna.[4] Seorang penulis asal Afrika SelatanEric Rosenthal telah mencatat rentetan kejadian petualangan Stoltenhoff pada tahun 1952. Setelah itu, terdapat sebuah pulau yang berdekatan dengan pulau Inaccessible dan pulau tersebut mulai dinamai Stoltenhoff setelah kisah Stoltenhoff bersaudara itu telah diketahui.
Dilanjutkan pada tahun 1922, sebuah kapal Quest milik sebuah proyek Antartika bernama Pelayaran Shackleton–Rowett pernah singgah sebentar di pulau Inaccessable. Kemudian, seorang peneliti alam bernama Sir George Hubert Wilkins yang saat itu berada di atas kapal menemukan seekor burung yang kemudian dinamai sebagai Nesospiza wilkinsi oleh pihak lain setelah penemuannya atas burung tersebut.
Kemudian pada tahun 1938, pihak Ekspedisi Ilmiah Norwegia pernah sempat menghabiskan waktu selama tiga minggu di sana. Selama berada di sana, mereka berhasil menjumpai jalan masuk ke dataran tinggi di pulau tersebut, mereka melanjutkan perjalanan ke mana-mana di pulau itu sekadar untuk menuliskan nama tumbuhan-tumbuhan, burung-burung dan batuan-batuan.
Ada upaya lain dalam melakukan pembuatan peta untuk pulau Inaccessible, yaitu ketika kegiatan pelayaran oleh Royal Society menuju pulau Tristan da Cunha pada tahun 1962 yang mengantarkan para ilmuwan ke pulau Inaccessible, tetapi para ilmuwan pun tak mampu menjangkau bagian dalam pulau tersebut layaknya penjelajah-penjelajah terdahulu.
Telah diadakan suaka alam yang dibawakan oleh Tristan da Cunha Conservation Ordinance of 1976 (bahasa Indonesia: Ketetapan Pelestarian Alam Tristan da Cunha Tahun 1976). Walau demikian, penduduk pulau Tristan da Cunha tetap tidak diizinkan menangkap burung laut di pulau tersebut.
Selama kegiatan pelayaran pada tahun 1982 yang berlangsung dari 16 Oktober 1982 sampai 10 Februari 1983, pihak mahasiswa dan pihak staf pengajar dari sebuah perguruan tinggi bernama Universitas Denstone di Inggris melakukan bermacam-macam aktivitas, di antaranya adalah membuat perincian peta yang meliputi pulau tersebut, memelajari tentang flora, fauna dan geologi serta mengerjakan susunan penilaian terhadap burung yang melebihi 3.000 ekor di sana.[5]
Pada tahun 1997, mulai diadakan suaka alam di wilayah perairan pulau Inaccessible di bawah Tristan da Cunha Conservation Ordinance of 1976. Saat ini, hanya pemandu asal Tristan da Cunha yang diizinkan untuk melakukan kunjungan ke pulau Inaccessible dengan kapal pesiar sebagai kendaraan satu-satunya. Tentunya, kini sebagian besar kegiatan pelayaran ke pulau tersebut didasari atas permintaan orang-orang yang meninggalkan negeri asalnya. Kisah pulau Inaccessible berlanjut pada tahun 2004 dimana pulau Inaccessible telah ditambahkan ke dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO dengan nama Pulau Gough dan Pulau Inaccessible.
Musibah Kapal Karam
Salah satu peristiwa kecelakaan kapal yang tampak dramatis di sekitar pulau Inaccessible yaitu sebuah kapal asal Inggris yang bernama Blenden Hall pada tahun 1821. Saat itu, kapal tersebut sedang berlayar dengan memuat 84 orang penumpang beserta awak kapal di dalamnya. Bermaksud hendak berlayar melewati Saint Helena, malah kapal tersebut mengarah ke Pulau Tristan da Cunha akibat arus yang berlawanan. Kemudian, kapal tersebut terdampar ke pulau Inaccessible dan mengalami kerusakan di bagian belakang kapal, tetapi bagian sisi kiri dan kanan kapal yang berbentuk dinding pelat tersebut diangkat ke daerah pantai. Dua orang yang berada di atas kapal telah menyelamatkan diri dari kecelakaan kapal itu lalu mencoba bertahan hidup di tengah keberadaan burung elang laut, pinguin, anjing laut dan seledri liar. Beberapa bulan berikutnya, akhirnya mereka berhasil membetulkan susunan kapal tersebut. Awalnya, usaha pertama mereka semua gagal untuk berlayar ke Tristan da Cunha hingga mengakibatkan enam orang hilang. Namun, usaha selanjutnya berbuah manis dengan munculnya kesadaran dari penduduk Tristan da Cunha terhadap keadaan sulit mereka yang dari kapal tersebut. Kemudian, barang-barang kapal yang tersisa itu mulai diangkat ke daerah Tristan da Cunha dan dibawa kembali menuju daerah Cape Town, Afrika Selatan.
Perekonomian
Pulau Inaccessible digunakan oleh sebagian besar penghuni dari Pulau Tristan da Cunha dengan segelintir tujuan ekonomis. Pulau ini memiliki simpanan Guano dan telur-telur, tetapi biasanya para penghuni Tristan da Cunha memilih pergi ke Pulau Nightingale akibat sulitnya melakukan perjalanan di Pulau Inaccessible. Walau demikian, terdapat tiga kapal perusahaan-perusahaan sedang memancing ikan di daerah pantai Pulau Inaccessible yang diizinkan untuk melakukan penangkapan ikan dengan jarak hingga 3.000 meter dari tepi laut.
Pemandangan keempat pulau dari laut, mulai dari Pulau Nightingale (kiri), pulau Middle (kiri tengah), pulau Stoltenhoff (kanan tengah) dan Pulau Inaccessible (kanan).
^Édouard Ducéré, Histoire maritime de Bayonne: Les corsaires sous la̓ncien régime (Bayonne, 1895:307-24) reproduces the sieur d'Etcheverry's manuscript narrative of his voyage to Moluccas in 1770 in the Etoile du Matin and mentions a second voyage in 1772.
^A Naturalist on the "Challenger", H. N. Moseley. Page 116. Macmillan and Co., 1879. Diambil sebelumnya dari archive.org pada 3 Juni 2009.