Lala Anindhita (Putri Marino) adalah siswi teladan di sebuah SMA di Jakarta, yang juga seorang atletloncat indah, yang dilatih oleh ayahnya sendiri (Yayu Unru). Lala yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya sepeninggalan ibunya merasa dunianya sudah cukup dengan ayahnya dan kedua temannya, Rino (Chicco Kurniawan) dan Ega (Gritte Agatha), dan meskipun ayahnya bersifat sedikit mengekang, Lala tidak terlihat keberatan dan menjalani hidupnya dengan baik.
Saat sedang membantu gurunya, Lala bertemu murid pindahan baru disekolahnya bernama Yudhis Ibrahim (Adipati Dolken), yang langsung bermasalah dengan seorang guru killer (Ismail Basbeth). Lala pun ketahuan membantu Yudhis, dan sebagai hukuman, keduanya harus berjalan sepanjang lapangan sekolah dengan tali sepatu yang saling terikat. Meski ditertawai seluruh sekolah, Lala dan Yudhis menjadi dekat karena ini. Lala pun menyanggupi ajakan Yudhis untuk berpacaran, dan untuk pertama kalinya hidup Lala menjadi begitu berwarna.
Ayah Lala tidak keberatan putrinya mulai berpacaran, tetapi ia merasa perhatian Lala yang selama ini didapatkannya secara penuh mulai terbagi secara drastis. Di lain pihak, Yudhis pun mulai menunjukkan gelagat keinginan memiliki Lala sepenuhnya alias posesif, mulai dari menolak panggilan ke handphone Lala sampai akhirnya menyabotase saingan Lala dalam loncat indah. Secara mengejutkan, Lala sendiri sepenuhnya berpihak pada Yudhis setiap kali. Lala pun diundang Yudhis kerumahnya dan bertemu dengan mamanya, Diana (Cut Mini), yang seperti Lala dan ayahnya, selama ini tinggal berdua dengan Yudhis.
Suatu hari Yudhis mendapati Rino berusaha menelepon Lala, dan dengan emosi terbakar Yudhis pun melindas Rino yang sedang mengendarai motor sendiran di malam hari hingga tangannya patah. Lala yang curiga dengan Yudhis, dibentak Yudhis di ruang kelas sampai dicekik, yang membuat Lala menyadari betapa posesif Yudhis telah menjadi terhadapnya. Lala pun minta putus, tetapi Yudhis berulang kali minta maaf sambil menangis memohon pada Lala untuk kembali, bahkan sampai memukuli dirinya sendiri. Lala yang kasihan pun menerimanya kembali.
Ketika Lala dan Yudhis telah lulus SMA, kenyataan datang bahwa Yudhis harus kuliah di Bandung mengikuti tradisi keluarganya, sementara Lala diterima beasiswa atlet loncat indah di Jakarta. Karena tidak mungkin meminta Lala yang tidak punya siapa-siapa di Bandung untuk kuliah bersamanya, Yudhis pun berinisiatif untuk kuliah di Jakarta, tetapi diluar dugaan, Diana marah besar bahwa Yudhis tega berencana meninggalkan dirinya, bahkan sampai memukuli dan mencekik Yudhis dengan sepatunya. Lelah karena merasa semua orang ingin memisahkannya dan Lala, Yudhis pun kabur dari rumah dan meminta Lala untuk pergi bersamanya.
Setelah dipukuli oleh pemalak yang juga menyebabkan Lala babak belur, Yudhis pun menyadari bahwa kabur dari ibunya dan membawa kabur Lala dari ayahnya tidak akan menyelesaikan masalah. Kali ini, Lala lah yang bersikap posesif, memohon pada Yudhis untuk tetap pergi bersamanya ke Bali, bahkan sampai menawarkan untuk kerja apa saja demi Yudhis. Yudhis yang tidak tega membiarkan Lala hidup sengsara, akhirnya membuat keputusan berat untuk meninggalkan Lala yang sedang ganti baju di sebuah pom bensin. Lala pun pulang kerumahnya dengan kondisi babak belur dan dalam kepiluan ia minta maaf pada ayahnya. Lala tidak pernah mendengar dari Yudhis lagi, yang telah berangkat ke Bandung bersama Diana untuk kuliah.
Suatu pagi, Lala yang sedang jogging mendapati Yudhis mengejar dan berlari bersamanya. Ketika Lala berhenti, Yudhis juga berhenti. Lala menatap Yudhis lekat-lekat, lalu melanjutkan larinya. Ketika ia menoleh, Yudhis sudah tidak ada disana, dan Lala tersenyum.
Posesif merupakan film pertama yang diproduksi Palari Films. Film ini juga merupakan film panjang ketiga karya Edwin setelah Babi Buta yang Ingin Terbang (2009) dan Kebun Binatang (2012), sekaligus film panjang pertama karyanya yang ditayangkan di bioskop.[2] Sebelum akhirnya Edwin menyutradarai film ini, pada awalnya Teddy Soeriaatmadja yang didapuk menjadi sutradara film ini. Dalam sebuah wawancara dengan Rieko Yui dari The Japan Foundation, film ini semula direncanakan akan disutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja.[3][a] Ini dipertegas dengan pernyataan dari produser Zaidy yang menyebut Teddy lebih dahulu dibidik sebagai sutradara sebelum akhirnya Edwin yang sejak awal terlibat jadi produser bersama dirinya turun tangan sebagai sutradara.[5] Film ini adalah film pertama kolaborasi Edwin dengan Gina S. Noer sebagai penulis cerita dan skenario.[2]
Film ini dibintangi oleh Putri Marino dan Adipati Dolken; dan merupakan debut Putri di kancah perfilman. Putri menuturkan bahwa dirinya bahkan sama sekali tidak mengenal Adipati sebelumnya karena kurang mengikuti perkembangan film Indonesia, sehingga dia harus mencari tahu lewat Google terlebih dahulu.[6]
Tema dan gaya
Posesif menyoroti kekerasan dalam berpacaran. Gina melakukan penelitian selama enam bulan untuk produksi film ini. Hasil dari penelitian ini adalah kekerasan menduduki posisi pertama dalam hubungan berpacaran; yang berarti tindakan ini sering terjadi dalam hubungan pacaran dan rentan menimpa perempuan berusia 13-24 tahun.[7]
Penayangan
Posesif ditayangkan di seluruh Indonesia pada 26 Oktober 2017, diundurkan dari jadwal semula yaitu Juli 2017.[8]Lembaga Sensor Film mengklasifikasikan film ini sebagai 13+.
Bernadetta Yucki dari Cultura memberikan nilai 3.5 dari 5, dengan menulis "perpaduan antara drama romantis dan sentuhan thriller dalam film ini masih kurang dieksekusi dengan maksimal karena “batasan” tertentu."[11] Bavner Donaldo dari Cinejour memberika nilai 4.5 dari 5 dengan menulis "Posesif mampu bercerita dengan sederhana, membuat kita bertanya kembali dengan artinya, sampai akhirnya kita akan terbawa dan hanyut akan kisahnya."[12] Sedangkan menurut ScreenDaily, Posesif sering kali membuktikan adanya niat baik yang melenceng; upaya menyelami lebih dalam namun justru tergoda kembali ke pola yang nyaman.[13]
^Seandainya film ini akhirnya tetap disutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja, maka film ini adalah film pertama yang disutradarainya setelah "Trilogi Keintiman"; yang terdiri dari Lovely Man (2011), Something in the Way (2013), dan About A Woman (2014). Setelah tidak jadi menyutradarai Posesif, Teddy kemudian menyutradarai Menunggu Pagi (2018).[4]