Popodu, Bolaang Uki, Bolaang Mongondow Selatan
Latar belakangPada tahun 1905, raja dari kerajaan suku bangsa Bolango pindah dari Labuan Uki ke Pantai Selatan (Bolaang Uki sekarang) dan menempati wilayah yang disebut Soguwo (Cikal bakal desa Soguo sekarang). Kerajaan melakukan penataan sebagaimana layak nya seperti pembuatan alun-alun untuk kegiatan adat dan budaya serta rintisan jalan yang ke arah Pantai. Penataan pemukiman penduduk, dan persawahan, serta perkebunan, dll. kegiatan tersebut dilakukan guna mempercepat pencapaian kesejahteraan rakyat. Bertambahnya populasi penduduk yang tinggal sepanjang jalan rintisan tersebut mulai membentuk suatu perkampungan penduduk. Penataan Pemerintahan dan Adat Istiadat yang pernah ada di gunakan oleh suku Bolango sejak dahulu kala mulai dikembalikan sebagaimana aslinya seperti: Pemerintahan diselenggarakan secara Lruawo yakni sistim pemerintahan Demokrasi ; Lruawo Nia Tolru atau 3 (tiga) pemangku adat yaitu yang disebut Lruawo No Buido (Pemangku Bagian Gunung/Hulu), Lruawo No Tolruwaya (Pemangku Bagian Tengah) dan Lruawo N0 Popodo (Pemangku Bagian Ujung/Ilir). Tiga pemangku adat tersebut dikoordinasi oleh sesorang yang dalam bahasa Bolango disebut WULREA. Raja dalam kekedudukannya hanyalah sebagai kepala pemerintahan dan bukan sebagai Penguasa yang absolute. Dengan perkembangan penduduk dan pengetahuan maka pada tahun 1912, raja membagi wilayah adat dalam bentuk Lruawo dan perkampungan-perkampungan yang dipimpin oleh seorang Sangadi yang artinya Orang-Tua Raja. Kampung-kampung yang menjadi kedudukan Lruawo seperti Lruawo No Buido menjadi Kampung Molibagu yang berarti Kembali memperbaharui, Lruawo No Tolruwaya menjadi Kampung Toluaya, Lruawo No Popodo menjadi Kampung Popodu. Kampung –Kampung itu(Molibagu, Toluaya, dan Popodu) secara khusus dipegang oleh yang disebut Wanao Punuh sedangkan Sangadi adalah sebutan bagi orang yang memegang Pemerintahan pada Kampung-kampung lainnya yang dalam Wilayah Kerajaan Bolaang Uki. Dengan mulai masuknya pengaruh perkembangan Politik Nasional kearah pergerakan Kebangsaan maka diperjelas wilayah kekuasaan Adat dan wilayah kekuasaan Pemerintahan/Raja, sehingga sebutan Sangadi sudah digunakan untuk Kampung-Kampung yang menjadi kedudukan Lruawo. Tokoh-tokoh penting Wanao Punu / Sangadi dalam pemerintahan desa Popodu antara lain:
Keadaan Wilayah dan Keadaan AlamSecara geografis Desa Popodu mempunyai luas wilayah 1600 Ha dengan jumlah penduduk 2.010 jiwa pada tahun 2012. Berbatasan langsung dengan Desa Tolondadu II dan Desa Sondana di bagian timur, Desa Molibagu di bagian utara, Desa Toluaya dan Desa Soguo di bagian barat dan Desa Pintadia di bagian selatan. Umumnya wilayah Desa Popodu terbagi menjadi wilayah hunian penduduk 10% persawahan 10%, perkebunan 60%, hutan produksi 15% dan lainnya 5%. Bentuk topografi ketinggian tanah berkisar 1 – 2,5 dpl. Keadaan PendudukKeadaan sosial masyarakat di desa Popodu dewasa ini telah banyak dipengaruhi oleh budaya perkotaan. Hal ini dapat dimaklumi karena desa Popodu dewasa ini adalah bagian dari ibu kota Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Namun demikian, masyarakat tetap menjaga dan melestarikan budaya dan tatanan adat istiadat suku bangsa terutama adat istiadat leluhur suku bangsa Bolango, Gorontalo dan Mongondow. Meskipun demikian tidak sedikit juga masyarakat desa yang mulai maju karena mengadaptasi sistem pembangunan perkotaan. Pada umumnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa Popodu diatas rata-rata tingkat kesejahteraan desa lain yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, tetapi terdapat juga sebagian masyarakat yang masuk kategori miskin. Keadaan EkonomiPada umumnya penduduk desa Popodu bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan sebagian lainnya beternak dan memelihara ikan di kolam serta pedagang sembako dan pegawai negeri. Selain menanam padi di sawah, pada musim tertentu sering kali masyarakat menanam padi ladang dan jagung. Untuk tanaman perkebunan, tanaman tahunan menjadi primadona adalah kelapa, cengkih dan pala. Sedangkan untuk sektor peternakan, masyarakat beternak sapi, kambing dan ayam buras. Sebagian lain bekerja sebagai pekerja meubel dan bangunan. Masyarakat menjual hasil pertanian dan perkebunan tersebut pada pengusaha-pengusaha lokal baik yang ada di desa Popodu maupun pengusaha di desa tetangga yang nantinya akan dipasarkan lagi ke daerah lain. Di sektor perikanan, ada yang memelihara ikan jenis nila dan mas pada kolam swadaya dan kolam yang berasal dari bantuan pemerintah daerah. Kolam-kolam penduduk tersebut terpelihara cukup baik dan mampu memberikan kontribusi bagi produksi budidaya ikan di desa. Untuk hasil budidaya ikan tersebut biasanya dijual di pasar-pasar tradisional yang ada dan rumah makan di sekitardesa. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan di desa Popodu cukup baik. Umumnya semua anak-anak usia sekolah mendapatkan pendidikan sesuai dengan tingkat umurnya. Untuk tingkat tamatan pendidikan di desa Popodu lebih didominasi oleh tamatan SMP dan SMA. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap dunia pendidikan cukup tinggi. Sedangkan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan Perguruan Tinggi berada diurutan berikutnya. Pendidikan di desa Popodu sudah didukung dengan sarana-prasarana yang memadai misalnya gedung untuk Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Terdapat pula sarana-sarana olahraga misalnya lapangan sepak bola, volly, bulu tangkis dan tenis. Sarana dan Prasarana UmumSarana dan prasarana umum yang tersedia berupa tempat-tempat ibadah yaitu masjid desa, mushola dan taman pengajian. Pada tahun 2012 pemerintah telah membangun sarana jalan setapak pada daerah hunian padat di desa. Secara fisik pembangunan desa popodu berasal dari dana pemerintah pusat dan ditunjang dengan swadaya masyarakat seperti:
Secara non pishyk Pembangunan Desa Popodu senantiasa bersinergi dengan aspek-aspek kegiatan-kegiatan kehidupan kemasyarakatan Potensi WisataDi desa Popodu terdapat situs istana peninggalan sejarah kerajaan Bolaang Uki yang telah roboh yang dalam bahasa Bolango adalah Maligo. Istana atau Maligo ini telah mulai diupayakan untuk di pugar kembali oleh pemerintah daerah. Terdapat pula pemandian air panas yang mempunyai suhu mencapai 60 derajat Celcius. Tempat pemandian ini diyakini oleh masyarakat bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Namun karena keterbatasan dana desa, tempat pemandian ini belum dilengkapi fasilitas penunjang lain sebagai penarik wisatawan. Hal menarik lainnya adalah pada kawasan mangrove yang berbatasan dengan desa Pintadia banyak dijumpai burung langka yang oleh masyarakat dinamakan Bontula. Referensi |