Pertempuran Tanjung Parit
Pertempuran ini terjadi karena kapal Portugis merampas rempah-rempah milik kapal Kesultanan Banten.
Latar belakangPada suatu hari, kapal perang Aceh tengah mengadakan patroli. Ketika melayari perairan Pulau Alang Besar, patroli itu berpapasan dengan dua kapal kecil yang terapung-apung terbawa ombak tak tentu arah. Kapal kecil itu adalah pengangkut rempah-rempah dari Banten. Tetapi secara tiba-tiba kapal kecil itu dihadang oleh perahu Portugis. Mereka dipaksa menyerahkan rempah-rempah yang dibawanya sebelum sampai di tempat tujuan. Pedagang-pedagang dari Banten itu bukan tidak melawan begitu saja. Mereka melakukan perlawanan, meski harus ditebus dengan korban jiwa dan menderita luka-luka. Dua kapal kecil itulah yang berhasil selamat dan meloloskan diri. Sedang kapal-kapal yang penuh muatan rempah-rempah lainnya berhasil dirampas dan kapalnya ditenggelamkan. Pedagang Banten itu segera ditolong. Yang luka-luka segera dirawat, sedang yang telah meninggal dimakamkan dekat pantai Pulau Alang Besar. Sementara itu pula, setelah mendapatkan laporan tentang peristiwa itu segera mengadakan pengejaran. Laksamana Muda Ibrahim memimpin pengejaran itu di atas kapal komandonya yang bernama Kuta Alam. Enam kapal Portugis yang diduga melakukan perampasan rempah-rempah pedagang Banten itu berhasil dikejar ketika sedang melayari perairan Tanjung Parit. Orang-orang di kapal Portugis memberi isyarat menolak ketika kapal patroli Aceh mengisyaratkan untuk melakukan penggeledahan. PertempuranMaka terjadilah pertempuran laut. Laksamana Muda Ibrahim dengan dibantu istrinya, Malahayati, mengatur serta memberi aba-aba pada kapal patroli Aceh lainnya untuk bergerak dan melumpuhkan perlawanan kapal-kapal Portugis yang berjumlah 6 buah kapal itu. Di atas geladak kapal Kuta Alam, Laksamana Muda Ibrahim mengatur siasat pertempuran. Pada saat itulah, sebuah peluru meriam kapal Portugis meledak. Laksamana Muda itu tak sempat lagi menghindar. ia terkena tembakan meriam itu dan gugur. Malahayati menghadapi kepergian selama-lamanya Laksamana Muda Ibrahim dengan hati tabah. Gugurnya Laksamana Muda Aceh itu sama sekali tak diperbolehkannya diberitahukan kepada awak kapal di kapal yang lain. Ia tidak ingin berita gugurnya Laksamana Muda Ibrahim mengendorkan semangat juang armada Aceh. Malahayati kemudian secara diam-diam mengenakan pakaian almarhum suaminya. Ia dengan tangkas langsung mengambil alih kendali memimpin pertempuran. Hasilnya sungguh di luar dugaan! Tiga kapal Portugis berhasil ditenggelamkan. Dua kapal lainnya ditawan dan satu kapal lagi berhasil meloloskan diri dari kepungan kapal patroli Aceh. PenghargaanPenghargaan dari Sultan BantenKeberhasilan Malahayati dalam pertempuran melawan Portugis itu segera tersiar ke seluruh wilayah Aceh dan bahkan ke Banten. Sultan Maulana Yusuf dari Banten mengirim ucapan selamat atas kemenangan armada Aceh dan menyatakan pula kekagumannya kepada Malahayati. Di samping itu juga menyampaikan rasa terima kasih karena armada Aceh telah memberikan pertolongan yang begitu tulus kepada pedagang rempah-rempah Banten. Penghargaan dari Sultan AcehTak kurang pula Sultan Mansur Syah atas nama rakyat Aceh menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya atas keberhasilan Malahayati, di samping menyatakan rasa belasungkawa atas gugurnya Laksamana Muda Ibrahim.[1] Referensi
|