Pertempuran Sungai Kaikos adalah pertempuran antara angkatan perang Kerajaan Pergamon di bawah pimpinan Atalos I, melawan suku-suku Galatia yang bermukim di Anatolia (Asia Kecil). Pertempuran ini berlangsung di dekat mata air Sungai Kaikos (bahasa Yunani Kuno: Κάϊκος, translit. Káïkos), dan berakhir dengan kemenangan di pihak Kerajaan Pergamon.
Tanggal pasti peristiwanya tidak diketahui, tetapi diduga berlangsung pada permulaan masa pemerintahan Atalos I. Pertempuran Sungai Kaikos dibanggakannya sebagai peristiwa kemenangan yang gilang-gemilang maupun sebagai peristiwa yang mengukuhkan keabsahannya selaku kepala negara pada permulaan masa pemerintahannya, dan dijadikannya alasan untuk menyandang julukan Soter (Juru Selamat) maupun gelar basileus (raja). Permulaan dasawarsa 230-an (tahun 238 sampai 235 Pramasehi) diajukan oleh R. E. Allen sebagai tarikh perkiraan yang paling mendekati kebenaran.[1]
Konteks
Pada abad ke-3 Pramasehi, terjadi migrasi besar-besaran orang Galia ke Anatolia. Sesudah melewati negeri Yunani, mereka akhirnya sampai dan memutuskan untuk menetap di Asia Kecil. Demi bertahan hidup di tempat tinggal yang baru, mereka menyerbu dan menjarah kota-kota di sepanjang pesisir Laut Tengah. Banyak di antara kota-kota tersebut yang bernanung di bawah lindungan atau diperintah langsung oleh Kerajaan Pergamon. Raja Pergamon saat itu, Eumenes I, menyepakati pembayaran upeti kepada orang Galia sebagai balas jasa perlindungan dari rongrongan orang-orang barbar.
Situasi berubah sesudah Atalos I (diduga sebagai saudara mindoan[2] atau anak dari kemenakan[3] Eumenes I) naik takhta pada tahun 241 Pramasehi. Ia memutuskan untuk menghentikan pembayaran upeti kepada orang Galia. Atalos I adalah kepala negara Pergamon pertama yang berani menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan yang diwariskan para pendahulunya.[4] Penghentian upeti mendorong pihak Pergamon maupun pihak Galatia untuk menyiagakan kekuatan tempurnya masing-masing, sehingga akhirnya memicu peperangan. Atalos I mulai bertakhta pada tahun 241 Pramasehi, dan oleh sebab itu tahun 241 Pramasehi dijadikan tarikh paling awal pada rentang perkiraan waktu terjadinya Pertempuran Sungai Kaikos.
Jalannya pertempuran
Sedikit sekali keterangan yang tersedia mengenai jalannya pertempuran ini. Yang jelas diketahui adalah hasilnya, yaitu kemenangan mutlak di pihak Pergamon yang dipanglimai Atalos I.[5]
Imbas
Sesudah memenangkan Pertempuran Sungai Kaikos, Atalos I mulai memakai julukan Soter (Juru Selamat), dan secara resmi digelari basileus (raja). Lantaran kemenangan tersebut melambungkan ketenarannya, Atalos I memerintahkan pendirian berbagai monumen peringatan yang kelak ditemukan kembali oleh para arkeolog berabad-abad kemudian. Bahkan pada masa tuanya, ketika hendak mengirimkan arca-arca ke Atena, ia memerintahkan supaya arca dirinya dibuat menyerupai penampilannya di dalam Pertempuran Sungai Kaikos.[5]
Pujangga Pausanias meninggalkan sepenggal keterangan yang cukup menarik. Ia mencatat ramalan tentang Pertempuran Sungai Kaikos yang konon diucapkan oleh Sibila Fainis, dan dicatat satu generasi sebelum terjadinya pertempuran tersebut:[6][5]
Maka sesungguhnya, usai mengarung selat Helespontos
Bala Galia pembinasa akan memekik nyaring, lantas membabi buta menerjang Asia
Bakal payahlah jentaka Dewata, melanda insan yang mendiami tepi samudra
Namun sengsara hanya sementara, sebab sejurus kemudian putra Kronos
akan bangkitkan seorang penolong, anak berkundang banteng ternakan Zeus
yang akan datangkan hari pralaya, ke atas sekalian orang Galia
Menurut Pausanias, ungkapan "anak banteng", "insan bertanduk banteng", adalah kiasan puitis untuk Atalos I.[5]
Untuk menggembar-gemborkan kemenangannya, Atalos I mendanai pembuatan berbagai karya seni sebagai tanda peringatan peristiwa Pertempuran Sungai Kaikos, antara lain sebuah monumen di akropolis kota Pergamon yang dihiasi berbagai arca, termasuk arca Orang Galia Sekarat dan arca Orang Galia Ludovisi yang terkenal itu.
Meskipun sudah dikalahkan, orang Galatia masih menjadi ancaman serius bagi negara-negara di Asia Kecil. Kemudian hari, angkatan perang Pergamon kembali berhadap-hadapan dengan angkatan perang Galatia dalam Pertempuran Afrodision. Orang Galatia bahkan terus menjadi ancaman sesudah dikalahkan angkatan perang Romawi yang dipanglimai Gnaeus Manlius Vulso dalam Perang Galatia. Sejak saat itu, sampai daerah Galatia dianeksasi Republik Romawi, orang Galatia hanya dipandang sebelah mata lantaran tidak memiliki akses ke laut.
Lihat pula
Rujukan