Perjanjian Pertahanan Bersama Tiongkok-Jepang

Perjanjian Pertahanan Bersama Tiongkok-Jepang
Ditandatangani16 Mei 1918 (1918-05-16) (Perjanjian angkatan darat)
19 Mei 1918 (1918-05-19) (Perjanjian angkatan laut)
LokasiBeijing
Habis tempo28 Januari 1921 (1921-01-28)
Pihak
Bahasa

Perjanjian Pertahanan Bersama Tiongkok-Jepang adalah serangkaian perjanjian militer rahasia yang tidak adil antara Republik Tiongkok dan Kekaisaran Jepang, yang ditandatangani pada Mei 1918. Disusun setelah masuknya Tiongkok dalam Perang Dunia Pertama di pihak Sekutu, perjanjian tersebut, yang disepakati secara rahasia, memberikan Jepang sejumlah hak istimewa militer dalam wilayah Tiongkok di sepanjang perbatasan Rusia–Tiongkok. Isi perjanjian tersebut bocor ke pers pada tahap awal, yang memicu gerakan unjuk rasa yang meluas oleh mahasiswa Tiongkok di Jepang dan di seluruh Tiongkok. Perjanjian tersebut secara resmi dihentikan pada Januari 1921, kelanjutannya tidak dapat dipertahankan karena opini publik Tiongkok.

Latar belakang

Perjanjian Pertahanan Bersama Tiongkok-Jepang
Nama Tionghoa
Hanzi tradisional: 中日共同防敵軍事協定
Nama Jepang
Kanji: 日支共同防敵軍事協定

Pemerintah Republik Tiongkok, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Duan Qirui, menyatakan perang terhadap Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria pada 14 Agustus 1917, menandai masuknya Tiongkok ke dalam Perang Dunia Pertama di pihak Sekutu, yang di dalamnya termasuk Kekaisaran Jepang. Akibatnya, Jerman dan Austria-Hongaria menjadi musuh bersama Tiongkok dan Jepang.[1] Lebih jauh lagi, setelah pecahnya Revolusi Oktober 1917 di Rusia, Sekutu menyatakan pemerintahan komunis baru Vladimir Lenin sebagai suatu ancaman.[2]

Sejak saat itu, Tanaka Giichi, yang saat itu menjabat Wakil Kepala Kantor Staf Umum Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, mulai merencanakan untuk menandatangani suatu pakta militer dengan Tiongkok, termasuk kemungkinan suatu aliansi militer.[2] Pada akhir Januari, Tanaka mengirim kawat instruksi kepada atase militer Jepang di Beijing, memerintahkannya untuk segera bergerak membentuk perjanjian Tiongkok-Jepang, dan lebih jauh lagi, untuk mencoba dan mengusahakan agar pihak Tiongkok mengusulkan ide tersebut terlebih dahulu.[2]

Di dalam pemerintahan Tiongkok, ada keraguan mengenai niat pihak Jepang berkenaan dengan perjanjian apa pun, dan khususnya, mereka khawatir bahwa perjanjian semacam itu dapat menyebabkan Jepang menguasai Manchuria. Namun, menteri luar negeri Jepang Motono Ichirō memberikan contoh kerja sama militer Sekutu di Prancis, dan mengatakan bahwa, jika Sekutu dapat bersama-sama mengoperasikan pasukan militer mereka di sana, tidak masuk akal untuk tidak melakukan hal yang sama di Manchuria.[3]

Referensi

Kutipan

  1. ^ Sugano 1985, hlm. 45.
  2. ^ a b c Sugano 1985, hlm. 46.
  3. ^ Sugano 1985, hlm. 47.

Bibliografi