Perjanjian Perdagangan Preferensial Indonesia dan PakistanPerjanjian Perdagangan Preferensial Indonesia dan Pakistan merupakan perjanjian bilateral perdagangan preferensial antara Indonesia dan Pakistan. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 3 Februari 2012 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 September 2013. IsiPerjanjian tersebut mencakup sepuluh pasal, dan mengandung lampiran yang menjabarkan daftar pos-pos barang yang terimbas oleh pengurangan tarif masuk oleh kedua negara. Dari pihak Pakistan setuju untuk mengurangi bea masuk untuk 232 jenis produk ekspor Indonesia, dan dari pihak Indonesia mengurangi bea masuk untuk 311 jenis produk ekspor Pakistan dalam perjanjian awalnya.[1] Salah satu produk dari Pakistan yang dibebaskan bea impor oleh pihak Indonesia merupakan Jeruk kinnow, sementara dari pihak Pakistan sepakat untuk mengurangi bea masuk minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 15 persen.[2] SejarahSebelum perjanjian tersebut ditandatangani, Indonesia dan Pakistan telah menyetujui suatu kerangka perjanjian ("Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership") sejak bulan November 2005. Perjanjian penuh ditandatangani di Jakarta pada tanggal 3 Februari 2012.[1] Pemerintah Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut pada bulan November 2012,[3] dan pasal-pasal perjanjian mulai berlaku per tanggal 1 September 2013.[4] Negosiasi ulang perjanjian dagang sudah berlangsung setidaknya tiga kali sepanjang 2016 dan 2017, dan perjanjian yang diperbarui ditandatangani pada tanggal 27 Januari 2018 untuk meningkatkan jumlah barang yang dicakup oleh perjanjian tersebut menjadi 279 produk Indonesia dan 320 produk Pakistan. Perundingan juga berlangsung untuk meningkatkan perjanjian tersebut menjadi suatu trade in goods agreement.[5] Ronde pertama renegosiasi dilangsungkan di Islamabad pada bulan Agustus 2019.[6] Mendag Indonesia Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa perjanjian yang sudah ada dapat saja ditingkatkan menjadi perjanjian perdagangan bebas.[7] Perdagangan bilateral kedua negara meningkat pesat seusai perjanjian ditandatangani, dengan surplus dagang Indonesia yang cukup besar - pada tahun 2017-2018, ekspor Indonesia ke Pakistan sejumlah US$ 2,53 miliar sementara ekspor Pakistan ke Indonesia sebesar US$ 296 juta.[8] Defisit perdagangan inilah yang memicu Pakistan untuk meminta renegosiasi perjanjian dagang yang ada.[9] Referensi
Pranala luar |