Periya Puranam
Sekkilar menulis Periya Puranam untuk mengisahkan perjalanan hidup 63 Nayanar, para penyair pengabdi Siwa yang menciptakan puisi-puisi liturgi dalam Tirumurai[3].Karya ini kemudian dianggap sebagai bagian dari kanon suci, dan Sekkilar sendiri diabadikan sebagai tokoh penting dalam tradisi Shaiva. Di antara berbagai purana hagiografi dalam bahasa Tamil, Periya Puranam karya Sekkilar, yang disusun pada masa Raja Kulottunga Chola II (1133–1150 M), menonjol sebagai karya utama.[4] Latar BelakangSekkilar adalah seorang penyair sekaligus penasihat utama di istana Raja Kulottunga Chola II, seorang penganut setia Nataraja, bentuk pemujaan Siwa yang populer di Chidambaram. Raja ini melanjutkan rekonstruksi pusat peribadatan Shaivisme Tamil yang diwariskan oleh para pendahulunya.[5] Namun, Raja Kulottunga Chola II terpengaruh oleh epos Jain, Chivaka Chinthamani, yang memuat elemen-elemen romantis dan menceritakan tentang seorang pahlawan bernama Chivaka. Kisah ini menggabungkan kepahlawanan dengan percintaan, di mana Chivaka menikahi delapan wanita dan merebut sebuah kerajaan, sebelum akhirnya melepaskan segalanya untuk mencapai Nirwana melalui tapa yang panjang[6]. Melihat pengaruh Jainisme yang tidak sejalan dengan tradisi Shaiva, Sekkilar memutuskan untuk menulis Periya Puranam sebagai upaya untuk membawa raja kembali pada ajaran Shaiva.[7] Isi Periya PuranamKetertarikan Raja Kulottunga Chola II pada Chivaka Chinthamani sangat mengganggu Sekkilar, yang menganggap sastra tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan[8]. Ia menyarankan raja untuk meninggalkan karya tersebut dan mendalami kehidupan para santo Shaiva seperti yang dipuja oleh Sundaramurti Nayanar dan Nambiyandar Nambi. Raja menyetujui dan meminta Sekkilar untuk menulis puisi besar yang menceritakan kehidupan para santo tersebut. Sekkilar mengumpulkan berbagai kisah dan menyelesaikan penulisannya di Balai Seribu Pilar di kuil Chidambaram.[9] Bait pertama puisi ini diberikan langsung oleh Siwa melalui suara ilahi yang berbunyi “உலகெலாம்” (ulakelam, artinya “Seluruh dunia”)[10]. Karya ini menjadi pencapaian utama pada masa pemerintahan Kulottunga Chola II. Meskipun dasarnya adalah hagiografi yang sudah ada sebelumnya, Periya Puranam menjadi simbol budaya tinggi pada era Chola karena keindahan gaya bahasanya. Karya ini langsung diterima sebagai “Veda kelima” dalam tradisi Tamil dan ditempatkan sebagai buku terakhir dalam kanon Shaiva[11]. Periya Puranam juga dianggap sebagai salah satu mahakarya sastra Tamil yang menggambarkan masa keemasan Dinasti Chola.[12] Lihat JugaReferensi
|