Perang Prancis-Spanyol (1683-1684)
Perang Prancis-Spanyol (juga disebut Konflik 1683-1684; dalam bahasa Prancis disebut Guerre des Réunions (Perang Penyatuan Kembali) adalah sebuah perang yang berlangsung dari 26 Oktober 1683 hingga 15 Agustus 1684 antara Kerajaan Prancis melawan Spanyol Habsburg. Prancis pada saat itu dipimpin oleh Raja Louis XIV, sementara Spanyol berada di bawah kekuasaan Carlos II. Perang ini dipicu oleh hasrat Louis XIV untuk menaklukkan wilayah-wilayah baru, terutama wilayah Belanda Spanyol. Perang ini dapat dianggap sebagai kelanjutan upaya Louis XIV untuk memenuhi ambisinya, seperti yang sebelumnya ditunjukkan dalam Perang Devolusi dan Perang Prancis-Belanda. PerangSetelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah di Wina, Wangsa Habsburg dapat memusatkan perhatiannya ke barat. Perlawanan Luksemburg terhadap klaim Prancis memicu perang ini. Spanyol menyatakan perang pada tanggal 26 Oktober 1683.[1] Pasukan Prancis di bawah kepemimpinan Adipati Humières mengepung kota Courtrai pada malam tanggal 3–4 November 1683.[2] Benteng Courtrai jatuh pada tanggal 6 November 1683. Humières lalu memimpin pasukannya ke Dixmude, yang kemudian menyerah tanpa melakukan perlawanan pada tanggal 10 November 1683.[2] Pasukan Prancis di bawah kepemimpinan Marsekal François-Joseph, Créqui membombardir Luksemburg dengan 3.000 hingga 4.000 mortir dari tanggal 22 hingga 26 Desember 1683 dan kemudian mundur dari kota tersebut.[3] Namun, pengepungan yang sesungguhnya baru dimulai pada tanggal 29 April 1684.[4] Benteng ini dilindungi oleh 2.500 pasukan dan mereka melawan pasukan Prancis hingga akhirnya menyerah pada tanggal 3 Juni 1684.[4] Pasukan Spanyol di Belanda yang didukung oleh Kekaisaran Romawi Suci terus melawan Prancis hingga akhirnya gencatan senjata Ratisbon disepakati pada tanggal 15 Agustus 1684.[5] Prancis diperbolehkan menduduki wilayah yang direbut selama perang, termasuk Strasbourg dan Luksemburg.[6] Tindakan Prancis berikutnya lalu diupayakan untuk membuat gencatan senjata ini menjadi perjanjian yang permanen. Walaupun berlangsung singkat, perang ini merupakan perang yang berdarah karena Louis XIV dan penasihat militernya melancarkan pembalasan yang penuh kekerasan untuk mempengaruhi pendapat publik dan menekan perwira musuh agar menyerah. Contohnya, dalam suatu pertempuran, Louvois memerintahkan comte de Montal untuk membakar 20 desa di dekat Charleroi karena sebelumnya Spanyol menghancurkan dua lumbung di luar dua desa Prancis dan ia meminta agar tidak ada satu pun rumah yang tersisa.[7] Perang ini juga melibatkan Genova karena bankir-bankirnya (seperti keluarga Centurioni, Palavicini, dan Vivaldi)[8] meminjamkan uang kepada pemerintah Spanyol semenjak abad ke-16.[9] Keterlibatan Genova dalam perang sebelumnya cenderung terbatas karena mereka hanya memperbolehkan Spanyol merekrut tentara bayaran di wilayah Genova dan juga membangun beberapa kapal perang untuk armada Spanyol.[10] Meskipun begitu, hal ini tidak ditoleransi oleh Prancis. Sebagai hukumannya, armada Prancis di bawah komando Abraham Duquesne berlayar dari pangkalan Prancis di Toulon ke Genova pada tanggal 5 Mei 1684 dan memulai pengeboman Genova pada 17 Mei 1684.[11] Pengeboman ini berlangsung selama 12 hari[12] kecuali pada tanggal 22 hingga 25 Mei 1684 karena dijadikan waktu untuk bernegosiasi. Setelah negosiasi gagal, pengeboman dilanjutkan dan berlanjut hingga tanggal 28 Mei 1684. Armada Prancis menembakkan 13.300 bom ke Genova dan menghancurkan sekitar dua per tiga kota.[13] AkibatPerang ini gagal menyelesaikan konflik antara Dinasti Bourbon Prancis dengan Wangsa Habsburg di Spanyol dan Austria. Konflik singkat ini menjadi pendahulu Perang Sembilan Tahu yang lebih panjang. Catatan kaki
Daftar pustaka
|