Penjarahan Jerman Nazi mengacu pada benda seni dan barang-barang lainnya yang dijarah oleh Partai Nazi pada masa Reich Ketiga. Penjarahan ini terjadi dari tahun 1933 hingga akhir Perang Dunia II, dilakukan terutama sekali oleh unit militer yang disebut Kunstschutz. Selain benda-benda seperti perak dan mata uang, benda-benda budaya berharga seperti lukisan, keramik, buku, dan artefak keagamaan juga dicuri oleh Nazi. Meskipun sebagian besar benda-benda tersebut berhasil ditemukan oleh Sekutu setelah perang usai, banyak di antara benda-benda tersebut yang masih hilang. Ada upaya internasional yang dilakukan untuk mencari benda-benda jarahan Nazi yang masih belum ditemukan, yang bertujuan untuk mengembalikan benda-benda tersebut kepada pemiliknya yang sah.
Latar belakang
Adolf Hitler adalah seorang seniman yang gagal, ia ditolak masuk Vienna Academy of Fine Arts. Meskipun demikian, ia masih menganggap dirinya sebagai penikmat seni. Dalam Mein Kampf, ia dengan pedas mengkritik seni modern yang menurutnya sudah merosot, termasuk: Kubisme; Futurisme; dan Dadaisme; seni yang dianggapnya sebagai produk gagal masyarakat abad 20. Saat Hitler menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933, ia menegakkan ide-ide estetiknya pada bangsa Jerman. Ragam seni yang disukai oleh Partai Nazi di antaranya adalah seni lanskap dan potret dari masa Old Masters, terutama yang berasal dari Jerman. Seni modern yang tidak disukai ini disebut "seni bobrok" oleh Reich Ketiga, dan semua karya seni modern yang terdapat di museum-museum di Jerman akan dijual atau dihancurkan.[1] Fuhrer berencana mendirikan Museum Seni Eropa di Linz. Petinggi Nazi lainnya, seperti ReichsmarschallHermann Göring, dan Menteri Luar Negeri von Ribbentrop, juga berhasrat ingin mengambil keuntungan dari penaklukan militer Jerman untuk meningkatkan koleksi seni pribadi mereka.[1]
Organisasi penjarahan Jerman Nazi
Saat Nazi berkuasa, mereka menjarah benda-benda budaya dari setiap wilayah yang mereka taklukkan. Upaya ini dilakukan secara sistematis melalui sebuah organisasi yang dibentuk secara khusus untuk memutuskan apa saja koleksi-koleksi pribadi atau publik yang berharga bagi Rezim Nazi. Beberapa benda seni tersebut dialokasikan sebagai koleksi Führermuseum Hitler yang tidak pernah terwujud, beberapa benda jatuh ke tangan petinggi Nazi seperti Hermann Göring, sedangkan benda-benda lainnya dijual untuk mendanai kegiatan Nazi.
Pada tahun 1940, Nazi mendirikan sebuah organisasi bernama Einsatzstab Reichsleiter Rosenberg für die Besetzten Gebiete, atau ERR, yang dikepalai oleh Kurt von Behr. Tujuan awal organisasi ini adalah untuk mengumpulkan koleksi buku-buku dan dokumen milik para Yahudi dan Freemason, untuk dihancurkan atau dibawa ke Jerman untuk "dipelajari" lebih lanjut. Namun, pada akhir 1940, kepemimpinan ERR diambil alih oleh Hermann Göring, ia mengeluarkan perintah yang secara efektif mengubah misi ERR, yakni mandat untuk menjarah semua koleksi benda-benda seni milik Yahudi. Hasil jarahan ini dikumpulkan di Museum Jeu de Paume, Paris, sebelum dikirim ke Jerman. Göring juga memerintahkan agar benda-benda jarahan ini dibagi untuk dirinya dan Hitler. Di Museum Jeu de Paume, kurator Bruno Lohse memajang benda-benda seni yang baru dijarah, dan Göring telah mengambil setidaknya 594 karya seni untuk koleksinya sendiri.[2] Göring menjadikan Lohse sebagai petugas penghubung dan mengangkatnya sebagai kepala ERR unit Paris pada tahun 1941. Benda-benda yang tidak diminati oleh Hitler dan Göring bisa dimiliki oleh petinggi Nazi lainnya. Di bawah kepemimpinan Rosenberg dan Göring, ERR telah menyita 21.903 benda seni dari negara-negara yang diduduki Jerman. Organisasi penjarahan Nazi lainnya adalah Dienststelle Mühlmann, yang dikelola oleh Kajetan Mühlmann, juga dikendalikan oleh Göring. Organisasi ini ditugaskan untuk beroperasi di Belanda dan Belgia. Organisasi lainnya adalah Sonderkommando Kuensberg, yang beroperasi di Prancis, Rusia, dan Afrika Utara.[3]
Hitler kemudian memerintahkan agar semua karya seni yang disita hanya bisa dimiliki oleh dirinya. Koleksi-koleksi seni dari keluarga Yahudi ternama, termasuk Rothschild, Rosenbergs, Goudstikkers, dan Schloss menjadi sasaran utama karena nilainya yang berharga. Pada akhir perang, Reich Ketiga telah mengumpulkan ratusan ribu benda-benda budaya.
Di Eropa Barat, tentara Jerman bertanggung jawab untuk memasuki perpustakaan pribadi atau institusional di negara-negara yang diduduki dan menyita buku atau benda-benda yang berguna bagi Jerman, terutama benda-benda ilmiah, teknis, atau benda-benda berharga lainnya.[4]
Setelah Jerman menduduki Polandia pada bulan September 1939, ribuan benda-benda seni dijarah.[7][8] Total penjarahan Nazi terhadap karya seni Polandia diperkirakan bernilai 20 miliar dolar, atau sekitar 43% dari warisan budaya Polandia; lebih dari 516.000 koleksi seni pribadi dicuri, termasuk 2.800 lukisan karya pelukis-pelukis Eropa; 1.400 patung; 75.000 manuskrip; 90.000 buku, 20.000 di antaranya dicetak sebelum tahun 1800; dan ratusan ribu benda sejarah berharga lainnya. Beberapa dekade setelah perang, berbagai negosiasi sudah dilakukan oleh pemerintah Polandia dengan pemerintah Jerman untuk mengembalikan karya seni mereka yang dijarah, namun kebanyakan upaya ini sia-sia.[9]
Setelah Hitler menjadi Kanselir, ia berencana untuk mengubah kota kelahirannya, Linz, Austria, menjadi ibu kota seni Reich Ketiga. Hitler menyewa arsitek untuk mengerjakan desain pembangunan beberapa galeri dan museum, yang secara kolektif dikenal dengan Führermuseum. Hitler berkeinginan untuk mengisi museum dengan karya-karya seni terhebat di dunia, dan percaya bahwa sebagian besar seni terbaik di dunia adalah milik Jerman, yang dijarah selama Perang Napoleon dan Perang Dunia I.
Penyimpanan hasil jarahan Nazi
Reich Ketiga mengumpulkan ratusan ribu benda jarahan dari negara-negara yang didudukinya dan menyimpannya di beberapa lokasi penting, seperti Musée Jeu de Paume di Paris dan markas Nazi di Munich. Ketika pasukan Sekutu mulai membom kota-kota di Jerman, Jerman "mulai menyimpan karya-karya seni di tambang garam dan gua-gua untuk melindunginya dari serangan bom Sekutu."[10]
Seni modern secara hukum dilarang oleh Nazi memasuki Jerman. Sebagian besar koleksi Paul Rosenberg dijarah oleh Nazi. Joseph Goebels memutuskan untuk menjual jarahan karya-karya seni modern dan memanfaatkan hasil penjualannya untuk mendanai pembangunan Führermuseum dan membiayai perang. Karya-karya seni modern Rosenberg dijual ke Swiss dan menyebar ke seantero Eropa. Saat ini, sekitar 70 lukisan milik Rosenberg hilang, termasuk Naked Woman on the Beach karya Picasso, tujuh karya Matisse; dan Portrait of Gabrielle Diot karya Degas.[1]
Upaya pengembalian
Pasukan Sekutu berhasil menemukan karya seni yang dijarah di lebih dari 1.050 repositori di Jerman dan Austria pada akhir Perang Dunia II. Sekutu menemukan ribuan barang antik, seni mesir, artefak Islam, dan lukisan milik Polandia di Kaiser Friedrich Museum.[11]
Meskipun sebagian besar karya seni dan barang antik curian berhasil didokumentasikan, ditemukan, atau dikembalikan oleh Sekutu,[12] masih banyak karya seni yang tidak kembali ke pemilik sahnya. Galeri seni dan museum di seluruh dunia telah melakukan riset sendiri untuk mengambil kembali karya seni milik mereka, terutama klaim bahwa beberapa karya dijarah dari pemilik yang juga mencurinya dari pemilik aslinya.[13] Pada tahun 1985, negara-negara Eropa merilis daftar inventarisasi karya seni, koin, dan medali yang disita oleh Nazi dari orang-orang Yahudi korban Holocaust selama Perang Dunia II, dan mengumumkan rincian proses untuk mengembalikan karya tersebut kepada pemiliknya yang sah.[14] Sebelum dibunuh, korban Holocaust di kamp-kamp Nazi diharuskan untuk menyerahkan barang-barang pribadi mereka. Barang-barang berharga seperti koin emas, cincin, kacamata, perhiasan, dan logam mulia lainnya dikirim ke Reichsbank untuk diuangkan. Hasilnya kemudian disetor ke rekening SS.
Pada awal 2011, sekitar 1.500 karya seni ditemukan di rumah Cornelius Gurlitt, putra dari Hildebrand Gurlitt, seorang pedagang gelap di Munich.[15] Penemuan ini termasuk karya-karya Picasso, Matisse, Chagall, dan lainnya. Nilai total koleksi tersebut diperkirakan lebih dari satu miliar euro.[15]
O'Connor, Anne-Marie (2012). The Lady in Gold, The Extraordinary Tale of Gustav Klimt's Masterpiece, Portrait of Adele Bloch-Bauer, Alfred A. Knopf, New York, ISBN 0-307-26564-1.
Petropoulos, Jonathan. The Faustian Bargain: The Art World in Nazi Germany, Penguin Press, London, 2000
Roxan, David and Wanstall, Ken. The Jackdaw of Linz; the Story of Hitler's Art Thefts. London, Cassell, 1964.
Schwarz, Birgit: Hitler's Museum. Die Fotoalben Gemäldegalerie Linz, Wien, Böhlau Verlag, 2004 ISBN 3-205-77054-4
Slany, William Z. "U.S. Interagency Report on U.S. and Allied Wartime and Post Postwar Relations and Negotiations with Argentina,Portugal, Spain, Sweden, and Turkey on Looted Gold and German External Assets." American University International Law Review 14, no. 1 (1998): 147–153.