Penggelapan pajak atau pengemplangan pajak (bahasa Inggris: tax evasion, bahasa Belanda: belastingontduiking atau belastingfraude) adalah penggelapan secara ilegal terhadap objek pajak yang dilakukan perorangan maupun korporasi. Penggelapan pajak dapat berupa tidak melaporkan data yang benar kepada otoritas perpajakan dengan tujuan mengurangi liabilitas pajaknya. Data-data tersebut dapat berupa data penghasilan pribadi hingga data keuntungan perusahaan.
Penggelapan pajak merupakan aktivitas yang biasanya diasosiasikan dengan ekonomi informal.
Di sisi lain, penghindaran pajak adalah cara legal dalam memanfaatkan celah yang ada di hukum perpajakan, sehingga pajak yang harus dibayar dapat ditekan seminimal mungkin. Walaupun begitu, penggelapan dan penghindaran pajak tetap dipandang sebagai ketidakpatuhan pajak, karena sama-sama berupaya mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar, walaupun memang terdapat perbedaan pada legalitasnya.[1]
Ekonomi
Pada tahun 1968, ekonom penerima Nobel, Gary Becker pertama kali menyusun teori mengenai keekonomian kriminal,[3] yang menjadi dasar bagi M.G. Allingham dan A. Sandmo untuk menyusun model penggelapan pajak pada tahun 1972. Model ini menggambarkan penggelapan penghasilan, yang menjadi sumber pajak utama di negara maju. Menurut mereka, tingkat penggelapannya tergantung pada seberapa ketat pengawasan dan seberapa berat hukuman yang diberikan jika penggelapan ini ketahuan.[4]
Sebuah riset yang dilakukan oleh Alstadsæter et al. tahun 2017 menyimpulkan bahwa orang dengan penghasilan besar sepuluh kali lipat lebih mungkin melakukan penggelapan pajak daripada orang dengan penghasilan biasa.[5]
Penggelapan bea
Bea merupakan sumber pendapatan penting di negara berkembang.[6] Importir pun berupaya menggelapkan bea dengan mengurangi harga, jumlah, ataupun kualitas barang.[7]
Selama paruh kedua abad ke-20, pajak pertambahan nilai (PPN) muncul sebagai bentuk pajak konsumsi di seluruh dunia, dengan pengecualian di Amerika Serikat. Produsen yang ditugasi mengenakan PPN ke konsumen dapat menggelapkan pajak dengan cara mengurangi jumlah penjualan.[9]
Amerika Serikat tidak menerapkan pajak konsumsi, dan saat ini tidak ada satupun negara bagian yang mengenakan PPN. Sebagai gantinya, Amerika Serikat mengenakan pajak penjualan.[10]
Respon pemerintah
Tingkat penggelapan tergantung pada sejumlah faktor, seperti jumlah uang yang digelapkan. Tingkat penggelapan juga tergantung pada birokrasi perpajakan. Semakin rumit birokrasinya, semakin sulit juga untuk mengendalikan penggelapan. Otoritas pajak pun menggunakan berbagai cara untuk mengurangi penggelapan dan meningkatkan pengawasan, salah satunya dengan privatisasi pengawasan pajak[7]
Pada tahun 2011, HMRC, otoritas perpajakan Britania Raya menyatakan bahwa mereka akan terus memerangi penggelapan pajak, dan menargetkan pendapatan sebesar £18 miliar sebelum tahun 2015.[11] Pada tahun 2010, HMRC memulai program amnesti pajak yang menargetkan profesional kelas menengah dan berhasil mengumpulkan £500 juta.[12]
Korupsi oleh pegawai pajak
Pegawai pajak dapat bekerja sama dengan wajib pajak yang berniat menggelapkan pajaknya. Saat mereka menemukan penggelapan pun, mereka tidak akan melaporkannya jika diberi suap.
Tingkat penggelapan dan hukumannya
Penggelapan pajak tergolong tindak kriminal di hampir semua negara maju, dan terpidananya dapat dijatuhi hukuman denda dan/atau penjara. Di Swiss, banyak tindakan penggelapan pajak hanya dianggap sebagai tindak pidana biasa.[13]
Bacaan lebih lanjut
Slemrod, Joel. 2019. "Tax Compliance and Enforcement." Journal of Economic Literature, 57 (4): 904-54.
Referensi
^Michael Wenzel (2002). "The Impact of Outcome Orientation and Justice Concerns on Tax Compliance"(PDF). Journal of Applied Psychology: 4–5. When taxpayers try to find loopholes with the intention to pay less tax, even if technically legal, their actions may be against the spirit of the law and in this sense considered noncompliant.
^ abcChowdhury, F. L. (1992) Evasion of Customs Duty in Bangladesh, unpublished MBA dissertation, Graduate School of Management, Monash University, Australia.[butuh sumber yang lebih baik]
^Spiro, Peter S. (2005), "Tax Policy and the Underground Economy," in Christopher Bajada and Friedrich Schneider, eds., Size, Causes and Consequences of the Underground Economy (Ashgate Publishing).