Pengepungan Homs

34°43′23″N 36°42′52″E / 34.723185°N 36.714462°E / 34.723185; 36.714462

Pengepungan Homs / Emesa
Bagian dari Penaklukan Suriah oleh Muslim
(Peperangan Romawi Timur-Arab)
TanggalDecember 635–March 636 AD
LokasiHoms, Suriah
Hasil kemenangan Kekhalifahan Rasyidin
Perubahan
wilayah
Homs Diambil alih oleh Kekhalifahan Rasyidin.
Pihak terlibat
Kekhalifahan Rasyidin Kekaisaran Romawi Timur
Tokoh dan pemimpin
Abu Ubaidah bin al-Jarrah
Khalid bin Walid
Harbees 
Kekuatan
15,000 8,000
Korban
235 4,900

Pengepungan Homs atau Pengepungan Emesa dilakukan oleh pasukan Kekhalifahan Rasyidin dari Desember 635 sampai Maret 636. Hal ini menyebabkan penaklukan Islam atas Emesa, yang merupakan pusat perdagangan utama kota dari Kekaisaran Bizantium di Suriah.

Latar belakang

Setelah kemenangan telak pada Pertempuran Ajnadayn, tentara Muslim menaklukkan Damaskus setelah pengepungan panjang pada bulan September 634 M. Tentara Muslim melanjutkan perjalanan mereka ke utara pada akhir 635 M, Abu Ubaidah bin al-Jarrah mengutus Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya untuk memulai pengepungan Emesa dan kemudian bergabung dengannya di dalam pasukan utama. Pasukan Bizantium dari Emesa dan Qinnasrin melakukan gencatan senjata dengan tentara Muslim. Disepakati bahwa Emessa akan membayar 10.000 dinar dan memberikan 100 jubah dari brokat. Dan sebagai balasannya, tentara Muslim tidak akan menyerang Emessa selama satu tahun. Akan tetapi bila ada bala bantuan Romawi yang tiba untuk memperkuat Emessa, maka gencatan senjata akan menjadi berakhir. Gerbang Emessa dibuka segera setelah gencatan senjata ditandatangani, dan setelah itu umat Islam bebas masuk - keluar pasar Emesa untuk memajukan ekonomi utama kota-kota Bizantium. Pasukan Qinnasrin (Calchis kuno) membuat gencatan senjata dengan persyaratan yang sama. Namun, gubernur Emesa dan Qinnasrin membuat gencatan senjata hanya memanfaatkan kondisi. Keduanya berharap bahwa pasukan mereka akan diperkuat oleh Kaisar Heraclius, dan segera setelah itu terjadi mereka akan ingin mengusir umat Muslim.[1] Pasukan Muslim juga menyerbu kota-kota di Suriah utara, serta kota-kota besar Arethusa, Hama, Shaizar, Apamia (saat ini dikenal sebagai Qalaat al-Madiq) dan Al-ma'arra (sekarang Maarrat al-nu'man). Satu per satu, kota tersebut jatuh ke tentara Muslim menyerah untuk berdamai damai dan setuju membayar jizyah.

Saat pasukan muslim berada di Shaizar mereka mendengar informasi bala bantuan dari Bizantium pindah ke Qinnasrin dan Emesa. Hal ini menyebabkan gugurnya gencatan senjata yang dibuat oleh kota Emesa. Datangnya musim dingin memberikan pasukan Bizantium keuntungan. Di benteng-benteng mereka, mereka akan lebih terlindungi dari hawa dingin dari Pasukan Muslim, yang tidak terbiasa dengan udara dingin yang intens, dan hanya dengan berteduh dibawah tenda-tenda, mereka akan menderita parah dari musim dingin.[2] Heraclius menulis surat kepada Harbees, gubernur militer Emessa, "Makanan orang-orang ini adalah daging unta dan meminum susunya. Mereka tidak tahan dingin. Setiap hari melawan mereka yang kedinginan sehingga tidak satupun dari mereka yang tersisa sampai musim semi."

Pengepungan

Abu Ubaidah memutuskan untuk mengambil Emesa sebagai prioritas, yang dengan demikian membersihkan sayap belakang dari pasukan bizantium sebelum melakukan lebih banyak operasi yang serius di Suriah utara. Akibatnya, tentara Muslim berbaris menuju Emesa dengan pasukan berkuda Khalid yang memimpin. Setibanya di kota, pertempuran singkat terjadi antara pasukan berkuda Khalid bin Walid dan pasukan Bizantium dari Emesa. Pasukan Muslim memukul pasukan Bizantium, hingga membuat mereka bergeser ke dalam benteng dan menutup gerbang. Abu Ubaidah bin al-Jarrah tiba dengan sisa tentara dan membagi menjadi empat kelompok di seberang empat gerbang dari Emesa:

  1. Gerbang Masdud (barat daya)
  2. Gerbang Tadmur (timur laut)
  3. Gerbang Duraib (ke timur)
  4. Gerbang Hud (barat)

Emesa adalah sebuah benteng berbentuk lingkaran dengan diameter kurang dari satu mil, dan dikelilingi oleh sebuah parit. Ada juga sebuah benteng di atas bukit di dalam benteng. Luar kota membentang dataran yang subur, yang rusak hanya di barat oleh Sungai Orontes.[3] Abu Ubaidah sendiri, bersama-sama dengan Khalid dan pasukan berkudanya, berkemah di sisi utara, tidak jauh dari Rastan Gerbang. Abu Ubaidah menyerahkan pengepungan ini ke tangan Khalid, yang dengan demikian bertindak sebagai komandan pengganti untuk operasi ini. Saat itu akhir November atau awal Desember, dan puncak dari musim dingin. Pengepungan terus terjadi dan setiap hari ada saling serang panah, tapi tidak ada perang besar yang terjadi yang menyebabkan perang berakhir. Bizantium berharap umat Islam tidak mampu untuk menahan dinginnya Emesa yang terbukti benar sampai batas tertentu, tetapi tidak seperti yang mereka bayangkan.[4] Sekitar pertengahan Maret 636 ketika musim dingin terburuk akan berakhir, Harbees memutuskan untuk membuat serangan kejutan untuk mengalahkan umat Islam dalam pertempuran di luar benteng Bizantium karena harapan musim dingin dapat menguntungkan mereka mulai menghilang. Pasokan mulai menipis, dan datangnya musim semi dan cuaca yang lebih baik menjadikan umat Islam membalikan kondisi peperangan terlebih setelah mendapatkan bala bantuan menjadikan posisi mereka lebih kuat. Suatu saat di pagi hari Gerbang Rastan terbuka secara tiba-tiba dan Harbees bersama 5,000 pasukannya melakukan serangan tiba-tiba. Hal ini membuat umat Islam yang sedang berhadapan dengan gerbang Rastan terkejut, dan meskipun barisan ini yang terbesar diantara 4 barisan, dapat memukul pasukan Muslim.[5] Dari posisi belakang, pasukan Muslim menyiagakan posisi mereka untuk menahan serangan dari depan mereka, tetapi karena serangan yang besar dan tiba-tiba hal ini hanya sia-sia belaka. Abu Ubaidah mengirim Khalid bin Walid untuk memulihkan situasi. Khalid bergerak maju dengan pasukan berkudanya, mengambil komando atas umat Islam di bawah perintahnya dan merapikan barisannya. Setelah semua Khalid melakukan langkah-langkah defensif, diapun melakukan serangan ofensif dan terus mendorong tentara Bizantium kembali, hingga menjelang malam tentara Bizantium berhasil didorong kembali ke dalam benteng. Serangan tiba-tiba pasukan Bizantium terbukti tidak berhasil.

Penaklukan Homs / Emesa

Keesokan harinya Abu Ubaidah mengadakan rapat dewan perang dan menyatakan ketidakpuasannya dengan pasukan Islam yang telah memberikan kesemptan Romawi untuk menyerang, dimana Khalid berkata, "Pasukan Romawi ini adalah yang paling berani yang pernah saya temui."

Khalid memiliki rencana perang berikutnya dan di sampaikannya ke Abu Ubadah yaitu mereka melakukan penarikan tentara palsu dari Emesa dan memberikan kesan kepada Bizantium bahwa kaum Muslim menarik pengepungan dan menuju ke selatan. Bizantium pasti akan menyerang barisan belakang dari penarikan tentara Muslim dan pada saat itu tentara akan kembali, dan mengelilingi tentara Bizantium dan memusnahkan mereka.[6]

Menurut rencana, pagi berikutnya, tentara Islam menarik pengepungan dan menuju ke selatan. Melihat peluang emas ini Harbees segera mengumpulkan 5,000 prajurit Bizantium dan memimpin mereka keluar dari benteng untuk mengejar tentara Muslim. Ia mengejar dengan cepat pasukan Muslim yang mundur dan menyerang mereka saat mereka melarikan diri. Tentara Bizantium berhasil mendapatkan tentara Islam beberapa mil dari Emesa. Disaat kavaleri Bizantium hendak berhadapan dengan umat Islam yang melarikan diri, tiba-tiba tentara Islam berbalik arah dan menyerang balik tentara Bizantium. Disaat tentara Islam berbalik menyerang tentara Bizantium, Khalid memerintahkan dua kelompok melepaskan diri dari tentara Muslim, dan berlari dikedua sisi tentara Bizantium yang terkejut dan menyerang dari belakang. Secara kokoh dan sistematis tentara Islam menutup semua sisi. Dikatakan bahwa Khalid dengan pasukan berkudanya mencapai titik pusat pasukan Bizantium dan dimana ia melihat Harbees. Khalid berusaha menggapai Harbees, tapi dicegah oleh seorang Jenderal Bizantium yang berbadan besar, yang dapat dibunuh oleh Khalid setelah mereka duel. Pada saat tentara Islam memulai serangan dengan mengelilingi tentara Bizantium, sekelompok pasukan dengan jumlah 500 pasukan berkuda di bawah Mu'adz bin Jabal telah berpacu kembali ke Emesa untuk memastikan bahwa tidak ada pasukan Bizantium yang melarikan diri masuk ke benteng. Ketika pasukan Mu'adz mendekati Emesa, penduduk dan sisa-sisa tentara Bizantium yang tidak ikut bergabung pengejaran merasakan ketakutan dan buru-buru mengundurkan diri ke dalam benteng dan menutup gerbang. Mu'adz menurunkan tentaranya di depan gerbang untuk mencegah Bizantium keluar - masuk Emesa.[7] Tercatat hanya sekitar seratus tentara Bizantium yang berhasil lolos. Tentara Islam, di sisi lain, kehilangan sekitar 235 yang tewas di seluruh operasi atas Emesa, dari awal pengepungan hingga aksi akhir. Segera setelah aksi ini berakhir, tentara Islam kembali melanjutkan pengepungan atas Emesa. Penduduk lokal menawarkan untuk menyerah dengan syarat, dan Abu Ubaidah menerima tawaran tersebut. Ini terjadi sekitar pertengahan bulan Maret, 636. Penduduk membayar Jizyah dengan besaran satu dinar per orang, dan perdamaian kembali ke Emesa.[8]

Akibat

Segera setelah menyerah dari Emesa, umat Islam berangkat menuju utara, berniat untuk mengambil seluruh Suriah Utara saat ini, termasuk Aleppo dan Antiokhia. Mereka melewati Hama dan tiba di Shaizar. Di sini konvoi Bizantium mengambil perbekalan atas Qinnasrin dan dikawal dengan sekelompok kecil tentara yang dicegat dan ditangkap oleh Khalid. Para tahanan diinterogasi, dan mereka diberikan informasi mengenai rencana Heraclius, dan konsentrasi yang besar tentara Bizantium di Antiokhia. Tentara Bizantium bertemu dengan tentara Islam pada bulan agustus 636 di dataran Yarmuk di mana umat Islam meraih kemenangan yang menentukan melawan Bizantium dalam Pertempuran Yarmuk.

Trivia

Harbees dimakamkan di lingkungan Al-Qarabis ( القرابيص) yang dinamai berdasarkan namanya.[9]

Referensi

  1. ^ Akram, A. I. The Sword of Allah: Khalid bin al-Waleed, His Life and Campaigns. Rawalpindi: National Publishing House, 1970. ISBN 0-7101-0104-X
  2. ^ Tarikh al-Tabari, Vol. 3, pp. 96-97.
  3. ^ Charles Greenstreet Addison. Damascus and Palmyra: A Journey to the East. Adamant Media Corporation.
  4. ^ Chronology of the Saracen Conquest of Syria and Egypt
  5. ^ The Byzantine And Early Islamic Near East By Hugh N. Kennedy, Published by Ashgate Publishing, Ltd.
  6. ^ Waqidi, p. 103.
  7. ^ Decline and Fall of the Roman Empire, Vol. 5: Chapter LI: Conquests By The Arabs. Part V
  8. ^ Waqidi, p. 104.
  9. ^ "شيء عن حمص". SSNP Homs (dalam bahasa Arabic). Diakses tanggal 3 December 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)