Pengeboman metro Sankt-Peterburg 2017
Pada tanggal 3 April 2017, sebuah serangan disertai ledakan terjadi di metro Sankt Peterburg antara Stasiun Sennaya Ploshchad dan Tekhnologichesky Institut. Sembilan orang dilaporkan meninggal, dan kemudian dua orang lainnya menyusul meninggal karena luka-luka mereka.[3][4][2] Sekitar 50 orang luka-luka dalam insiden ini.[5][6][7] Alat peledak disimpan dalam sebuah tas. Bom kedua ditemukan dan dijinakkan di atas sebuah kereta lainnya di stasiun.[4] Pada petang hari, pelayanan kereta dilanjutkan di tiga jalur; ketiga, keempat, dan kelima.[4] SeranganPada tanggal 3 April 2017, sebuah bom meledak di atas sebuah kereta yang sedang berjalan melintasi sebuah terowongan antara dua stasiun di metro Sankt Peterburg: Sennaya Ploshchad dan Tekhnologichesky Institut.[8] Atas peristiwa itu, dilaporkan bahwa semua stasiun metro di Sankt Peterburg segera ditutup. Bom kedua ditemukan di stasiun Ploshchad Vosstaniya; yang kemudian dijinakkan.[9] Alat peledak, dilaporkan menggunakan fragmen senjata api.[1] Seorang tersangka kemungkinan terlihat melalui kamera pengintai di Metro, menurut sebuah sumber yang belum terkonfirmasi. Komite Investigasi menyatakan bahwa kereta masinis memutuskan tidak memberhentikan kereta ketika ledakan terjadi untuk menghindarkan jatuhnya korban lebih banyak. KorbanDilaporkan oleh Menteri Pertahanan Russia, ada sekitar 50 orang dalam keadaan luka, di mana 14 dikonfirmasikan meninggal termasuk pembom.[10] 39 dilarikan ke rumah sakit, termasuk enam orang mengalami luka serius.[10] PenyerangSeorang penyerang di balik serangan diidentifikasi oleh intelijen Kyrgyzstan dan Rusia sebagai Akbarzhon Jalilov, warga negara Rusia 22 tahun kelahiran Kyrgyz .[11][12] Akbarzhon lahir pada tahun 1995 di Osh, Kyrgyzstan, dan tiba di Moskow sekitar tahun 2011.[12] Menurut surat kabar Rusia Moskovskij Komsomolets, gazeta.ru melaporkan ia telah bekerja sebagai juru masak di sebuah bar sushi pada tahun 2015.[13] Sementara sumber lain mengklaim Jalilov bekerja di garasi sebelum menghilang seminggu sebelum serangan itu. Jalilov mempraktekkan Islam, setelah dikonfirmasikan oleh kenalan, dan memiliki pandangan agama pada hal-hal tertentu. ReaksiPresiden Russia, Vladimir Putin berada di kota ketika serangan itu terjadi, dan mengecam atas peristiwa ini. Selama pertemuan dengan Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, Putin menyatakan bahwa mereka "mempertimbangkan semua kemungkinan penyebab, termasuk terorisme". Pernyataannya diikuti oleh Lukashenko yang mengungkapkan kesedihan atas terjadinya bom itu.
Wali Kota Moskwa Sergey Sobyanin mengungkapkan keprihatinan atas jatuhnya korban dalam serangan itu, dan memerintahkan kepada pihak keamanan untuk berjaga di seluruh jalur transportasi ibu kota, demikian dikutip dari wali kota dan juru bicara pemerintah, Gulnara Penkova. Keprihatinan dan simpati atas peristiwa tersebut diungkapkan oleh beberapa tokoh internasional antara lain Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Perdana Menteri Russia, Dmitry Medvedev, anggota dewan dari Denmark,[14] Iran, Polandia,[15][16] Georgia,[17][18] Kerajaan Inggris, NATO, dan Dewan Uni Eropa.[19] Pimpinan Chechen Republic Ramzan Kadyrov menyebut, ledakan kereta bawah tanah itu adalah "sebuah aksi monster terorisme" dan menyerukan identifikasi dan hukuman kepada para pelaku. ISIL mengancam bahwa mereka akan melakukan serangan terhadap Rusia. Dikonfirmasikan pula bahwa pendukung ISIL merayakan tragedi ini dengan membagikan gambar-gambar dari mayat yang meninggal akibat ledakan.[20] Lihat pulaReferensi
|