Biru muda: Wilayah Kekaisaran Seleukia ketika Antiokhos Agung naik tahta. Biru tua: Perluasan wilayah Kekaisaran Seleukia setelah penaklukan oleh Antiokhos Agung.
Seperti halnya pasukan Helenistik besar lainnya, pasukan Seleukia bertempur terutama dengan gaya Yunani-Makedonia, dengan bagian utamanya berupa phalanx. Phalanx adalah formasi tempur yang besar dan padat yang terdiri dari sekumpulan prajurit. Dalam formasi phalanx, masing-masing prajurit membawa sebuah perisai kecil serta sebuah tombak panjang yang disebut sarissa. Bentuk pertempuran ini dikembangkan oleh pasukan Makedonia pada masa pemerintahan Philippos II dari Makedonia dan disempurnakan oleh putranya Aleksander Agung. Selain phalanx, pasukan Seleukia juga menggunakan sejumlah besar prajurit lokal serta tentara bayaran untuk mendukung pasukan bergaya Yunani-Makedonia mereka. Ini dikarenakan jarak yang jauh antara Kekaisaran Seleukia dengan Yunani-Makedonia, yang merupakan tempat asal para pemimpin Seleukia, sehingga tidak mudah untuk memperoleh pasukan Yunani-Makedonia.
Pasukan Seleukia digunakan oleh Kekaisaran Seleukia terutama untuk bertempur melawan negara-negara Helenistik, Republik Romawi, dan Kekaisaran Parthia.
Perekrutan
Jauhnya jarak antara Yunani-Makedonia dengan Kekaisaran Seleukia memberikan kesulitan bagi militer Seleukia, padahal sistem militer Seleukia dipusatkan pada perekrutan prajurit Yunani-Makedonia sebagai bagian inti pasukan. Untuk meningkatkan jumlah penduduk Yunani-Makedonia di Kekaisaran Seleukia, maka para pemimpin Seleukia mendirikan permukiman-permukiman militer. Ada dua periode utama dalam pendirian permukiman, yang pertama di bawah kepemimpinan Seleukos I dan Antiokhos I, dan yang kedua di bawah kepemimpinan Antiokhos IV. Para pemukim militer diberikan lahan, 'yang bervariasi tergantung dari pangkat dan pelayanan militernya'.[1] Mereka bermukim di 'koloni dengan ciri perkotaan, yang pada titik tertentu dapat memperoleh status polis".[2] Tidak seperti pendatang militer di Kerajaan Ptolemaik, yang dikenal sebagai Klerukhoi, para pendatang di Kekaisaran Seleukia disebut Katoikoi. Para pendatang itu berhak mengelola tanah yang mereka peroleh, dan sebagai imbalannya mereka harus bertugas dalam pasukan militer Seleukia jika dibutuhkan. Sebagian besar permukiman ini berpusat di Lydia, Suriah utara, Efrat hulu dan Media. Orang Yunani dan Makedonia dominan di Lydia, Phrygia dan Suriah.[3] Salah satu contohnya adalah ketika Antiokhos III membawa banyak orang Yunani dari Euboia, Kreta dan Aitolia, dan kemudian menempatkan mereka di Antiokhia.[4]
Para pendatang ini digunakan untuk mengisi formasi phalanx dan satuan kavaleri Seleukia, yang mengambil prajurit dan menempatkan mereka di resimen pengawal kekaisaran. Sisa pasukan Seleukia terdiri dari sejumlah besar prajurit lokal dan tentara bayaran. Pasukan pelengkap ini berfungsi sebagai pasukan pendukung bersenjata ringan. Akan tetapi pada Parade Daphne pada tahun 166 SM, sejumlah besar kontingen etnis tidak disertakan dalam pasukan Antiokhos IV. Ini dikarenkan reformasi pasukan yang dilakukan oleh Antiokhos IV.[5] Selama masa pemerintahannya, Antiokhos IV membangun 15 kota baru "dan hubungan antara mereka dengan peningkatan jumlah phalanx... di Daphne terlalu nyata untuk diabaikan".[6]
Satuan infantri kawal utama dalam pasukan Seleukia disebut Argyraspides atau 'Perisai Perak', karena mereka membawa perisai yang dibuat dari perak. Mereka adalah satuan kawal utama yang dibentuk dari anak-anak para pendatang militer.[7] Mereka dipersenjatai sesuai gaya Makedonia dengan membawa sarissa dan bertempur dalam formasi phalanx, mirip dengan pasukan Helenistik lainnya pada masa itu. Argyraspides kemungkinan adalah korps yang terdiri dari sekitar 10.000 prajurit.[8] Menurut Polybius, para prajuritnya didatangkan dari seluruh penjuru kekaisaran untuk bertugas di satuan ini.[9] Seluruh penjuru kekaisaran dalam konteks tersebut barangkali hanya merujuk pada daerah seperti Suriah dan Mesopotamia, yang merupakan inti Kekaisaran Seleukia dan memiliki banyak penduduk Yunani-Makedonia.[10]
Infantri 'teromawikan'
Pada tahun 166 SM, pada Parade Daphne di bawah kekuasaan Antiokhos IV, korps Argyraspides terlihat hanya berisi 5000 prajurit. Namun ada 5000 prajurit lain yang dipersenjatai dengan gaya Romawi dan mereka digambarkan sedang berada dalam masa utama kehidupan mereka, barangkali merujuk pada sifat elit mereka.[11] Ada kemungkinan bahwa 5000 prajurit Argyraspides yang hilang merupakan 5.000 infantri yang sudah 'diromawikan' yang berarak bersama mereka. Pelatihan sebagian pengawal kerajaan dengan cara Romawi barangkali dilakukan karena beberapa faktor. Yang pertama, Antiokhos IV telah tinggal lama di Romawi dan agak mengagumi gaya dan kekuatan Romawi.[12] Yang kedua, perang-perang selanjutnya yang mungkin dihadapi oleh Seleukia kemungkinan adalah di kesatrapan-kesatrapan timur melawan musuh-musuh yang bergerak cepat serta di derah dataran luas lainnya. Pelatihan pasukan dengan cara ini akan menambah efisiensi dan kapabilitas pasukan dan menjadikannya lebih mudah bermanuver. Dan pasukan 'teromawikan' memang diketahui dikerahkan untuk menghadapi pemberontakan Makabe dalam Pertempuran Beth Zakaria pada tahun 162 SM.[13] Yang ketiga, kekalahan pasukan Antigonid dalam Pertempuran Pydna pada tahun 168 SM menjadi suatu goncangan kebudayaan, karena peristiwa tersebut memperlihatkan kehancuran total sistem militer Makedonia di tangan legion Romawi.
Ada kemungkinan bahwa fakta bahwa 5000 prajurit ini berarak di bagian depan pasukan adalah untuk menunjukkan bahwa Antiokhos IV berniat mereformasi keseluruhan pasukan Seleukid menjadi seperti pasukan Romawi, meskipun tidak diketahui apakah reformasi macam ini pernah terjadi atau tidak.[14] Jangkauan penyerapan teknik dan gaya Romawi juga tidak diketahui. Beberapa sejawaran berpendapat bahwa infantri tersebut pada kenyataannya lebih mungkin merupakan Thureophoroi atau Thorakitai, yaitu pasukan yang tiap prajuritnya dipersenjatai dengan sebuah perisai oval bergaya Kelt, sebuah tombak tusuk, serta sebuah lembing.[15]
.
Khrysaspides dan Khalkaspides
Sebagian besar phalanx Seleukia barangkali terdiri dari dua korps yang disebutkan muncul pada Parade Daphne pada tahun 166 SM. Kedua korps itu antara lain Khrysaspides ('Perisai Emas') dan Khalkaspides ('Perisai Perunggu'). Khrysaspides berkekuatan 10.000 prajurit sedangkan Khalkaspides berkekuatan 5000 prajurit. Kedua korps itu ditampilkan pada Parade Daphne.[16] Tidak banyak yang diketahui tentang mereka, meskipun mereka kemungkinan ikut terlibat dalam Pertempuran Beth Zakaria.[17]
Milisi warga
Ada milisi di Kekaisaran Seleukia, setidaknya di Suriah. Mereka berasal dari kota-kota Yunani dan tidak memiliki peran spesifik dalam pasukan reguler. Kita tidak mengetahui keterlibatan milisi dalam kampanye besar sebelum terjadinya kemunduran yang melanda kekaisaran, yang berlangsung pada paruh kedua abad kedua SM. Ketika itu, banyak permukiman militer yang penting telah jatuh ke tangan Pergamon dan Parthia. Pada tahun 148 SM dalam Pertempuran Azotos melawan Makabe, pasukan Seleukia disebut sebagai 'Kekuatan Kota', kemungkinan karena mereka banyak mengandalkan sejumlah besar milisi warga yang dikerahkan dari kota-kota pesisir.[18] Penduduk Antiokhia memainkan peran penting dalam penggulingan Demetrios II Nikator. Demetrios, setelah merebut tahta memutuskan untuk membubarkan sebagian besar pasukan reguler dan mengurangi gaji para prajurit dalam jumlah yang besar.[19] Untuk mengganti pasukan reguler, Demetrips banyak memanfaatkan tentara bayaran dari Yunani, khususnya dari Kreta, sehingga dalam pasukannya kemudian muncul istilah 'Tirani Kreta'.[20][21][22] Tidak lama setelah Pertempuran Azotos, sebagian besar milisi warga dikalahkan dalam Perang Parthia pada tahun 129, yang berakhir bencana bagi Antiokhos VII.[18] Para milisi kemungkinan bersenjata dan bertempur dengan gaya Thureophoroi.[18]
Infantri bayaran, vasal, dan sekutu
Karena kurangnya orang Yunani-Makedonia di tanah Kekaisaran Seleukia, maka kekaisaran pun banyak memanfaatkan pasukan bayaran, vasal, dan sekutu. Mereka sering kali digunakan sebagai pasukan pendukung dan ringan, melengkapi phalanx dan kavaleri. Sejumlah besar kontingan penduduk lokal bertempur dalam Pertempuran Raphia pada 217 SM. Di antaranya adalah 10.000 infantri Arab, 5.000 prajurit Daha, Karmania dan Kilikia.[23] Kontingen etnis tertentu, baik vasal atau tentara bayaran, digunakan dalam jumlah besar dalam situasi tertentu. Contohnya tentara bayaran Thrakia bersama dengan pasukan Mysia, Kilikia, dan Lykia sangat efisien dalam bertempur di medan yang keras dan daerah pegunungan. Misalnya pasukan vasal dari daerah peggunungan digunakan oleh Antiokhos III bersama dengan Thorakitai dalam penyerbuannya ke pegunungan Elburz pada tahun 210 SM.[24] Pasukan Persia dan Iran sangat mungkin lebih dianggap sebagai pasukan militer yang sangat profesional daripada kontingen-kontingen lainnya karena mereka ditugaskan di garnisun di seluruh kekaisaran.[23]
Di Daphne pada tahun 166 SM, sejumlah besar kontingen vasal dan sekutu tidak disertakan, kemungkinan karena kesetiaan, kebergunaan, dan efisiensi mereka yang meragukan. Bahkan Appianos menyalahkan mereka atas kekalahan dalam Pertempuran Magnesia pada tahun 190 SM.[25] Dihilangkannya prajurit tambahan dari pasukan Antiokhos IV kemungkinan berpengaruh pada bertambah kuatnya pasukan. Hilangnya kontingen lokal digantikan oleh para tentara bayaran, yang lebih berpengalaman dan terlatih. Tentara bayaran dari Thrakia dan Galatia di Daphne berguna untuk dikerahkan dalam pertempuran di medan yang keras dan berbukit-bukit. Contohnya persenjataan dan perlengkapan para prajurit Thrakia memberi para tentaranya mobilitas yang lebih besar dan pertarungan jarak dekat yang lebih bebas, yang tidak mungkin dilakukan oleh prajurit phalangites.[26]
Kavaleri
Tidak seperti kerajaan di daerah Barat, misalnya Romawi atau negara kota di Yunani, yang infantrinya lebih mendominasi medan perang, di dataran luas di daerah timur, budaya kuda lebih berpengaruh.[27] Kecepatan dan mobilitas merupakan kuncinya, terutama ketika berhadapan dengan musuh seperti Parthia dan Yunani-Baktria. Gaya peperangan Parthia didasarkan pada prajurit kavaleri berpelindung berat, katafrakt, serta pemanah berkuda yang digunakan untuk siasat "serang dan kabur". Gaya peperangan berkuda di daerah timur memberikan pengaruh yang besar pada masa kekuasaan Antiokhos III ketika dia melengkapi dan mempersenjatai kavaleri beratnya seperti kavaleri pasukan Parthia. Akan tetapi, malang bagi Kekaisaran Seleukia, karena saingan utamanya, yaitu Romawi dan Ptolemaik, mempergunakan pasukan gabungan yang memusatkan pada pengerahan infatri yang tangguh. Dalam hal ini, ada rasa terlalu melebih-lebihkan nilai kavaleri sebagai pasukan penyerang. Antiokhos III adalah seorang komandan kavaleri yang hebat, penyerangannya di Tapuria pada tahun 208 SM oleh Polybius disebut sebagai 'panduan militer mengenai cara melaksanakan pertempuran kavaleri'.[28][29] Namun Antiokhos III tidak terlalu cekatan jika menghadapi infantri, baik itu infantri Yunani atau Romawi. Dalam Pertempuran Magnesia, Antiokhos mengabaikan pasukan phalanxnya dan salah mengarahkan pasukan kavalerinya sehingga pada akhirnya dia mengalami kekalahan.
Kavaleri Seleukia, setelah diperkenalkannya katafrakt, dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Yang pertama adalah kavaleri berat yang terdiri dari Kataphraktoi (berbaju zirah) dan Aphraktoi (tak berbaju zirah). Aphraktoi dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu pasukan penombak dan pasukan misil. Pasukan penombak, yang melakukan tugas kavaleri berat sebelum adanya katafrakt, dikenal dengan banyak nama, di antaranya adalah dorataphoroi, sarissaphoroi, kontophoroi, xystophoroi dan lonchophoroi. Xystophoroi dan lonchophoroi disebutkan secara khusus oleh Titus Flamininus ketika sedang berdiskusi dengan orang Akhaia.[30] Kavaleri ringan digunakan untuk skirmis, sehingga jenis pasukan yang bertempur dengan gaya Tarentine banyak terdapat di kategori ini, meskipun pasukan ini juga berisi banyak kontingen prajurit lokal.
Selain satuan infantri kawal, ada pula dua resimen kavaleri kawal, yang masing-masingnya berkekuatan 1000 prajurit.[3] Keduanya adalah Agema ('Pengawal') dan Hetairoi ('Rekan'). Hetairoi direkrut dari keturunan para pendatang militer dan bertindak sebagai satuan kavaleri kawal siaga dalam pasukan, dan bertugas baik dalam masa damai maupun masa perang.[3] Akan tetapi, satuan ini juga disebut dengan banyak nama lainnya, di antaranya adalah basilike ile ('skuadron kerajaan' atau 'regia ala' menurut Livius), dan hippos hetairike ('rekan berkuda').[31][32] Bar-Kochva menduga bahwa dari ini maka gelar lengkap mereka kemungkinan adalah 'royal ala para kompanyon'.[33] Sementara Agema berisi orang-orang Medes yang terpiilih, dengan campuran dari banyak ras dari bagian dunia yang sama.[31]
Kedua korps kavaleri itu bertugas mengawal raja dalam pertempuran. Selain itu, kedua pasukan itu juga dapat bergabung menjadi satu satuan berkekuatan 2000 prajurit.[3] Kedua satuan itu dipersenjatai dengan xyston, yakni sebuah tombak kavaleri yang tidak terlalu berbeda dari sarissa. Mereka juga dilengkapi dengan kuiras dan helm. Setelah diperkenalkannya katafrakt, Hetairoi diberi perlindungan yang serupa namun lebih ringan. Sementara untuk Agema, mereka kemungkinan dilengkapi seperti halnya katafrakt itu sendiri.[34] Resimen berkuda lainnya, yang dipersenjatai seperti katrafrakt, adalah kavaleri Nisia (Nisaioi) yang terdiri dari prajruit-prajurit Iran.
Epilektoi
Pada parade Daphne, ada juga satu resimen "orang-orang terpilih", yang dikenal sebagai Epilektoi, yaitu pasukan berkuda dengan jumlah prajurit 1000 orang. Epilektoi kemungkinan direkrut dari kota Larissa, yang didirikan oleh para imigran dari kota Larissa di Yunani daratan. Setelah Kekaisaran Seleukia kehilangan Media, yang merupakan daerah perekrutan utama untuk pasukan Agema, karena kalah dari Parthia, Epilektoi diberikan gelar tugas yang sama seperti Agema oleh Alexander Balas.[35]
Meskipun phalanx kavaleri bergerak memiliki prospek yang bagus, namun kavaleri masih menghadapi masalah. Xyston terlalu pendek untuk berhadapan dengan sarissa. Beratnya baju zirah menghambat gerakan, tetapi dihilangkannya persai pertahanan membuat penunggang dan kudanya menjadi rawan diserang. Kebutuhan untuk menyamai phalanx serta kebutuhan akan pertahanan berhasil terpenuhi setelah anabasis Antiokhos III ke kesatrapan-kesatrapan timur pada tahun 210-206 SM. Ketika itu, Antiokhos berhadapan dengan kavaleri Parthia, yang beberapa di antaranya memakai baju zirah berat dengan baju zirah sisik baik untuk penunggang maupun kudanya. Mereka juga membawa tombak yang lebih panjang yang disebut kontos. Tombak kontos hampir menyamai sarissa yang dibawa oleh para phalangites.[36] Para prajurit kavaleri bersenjata berat itu disebut katafrakt.
Katafrakt memiliki banyak kelebihan. Yang pertama, baju zirah mereka mampi melindungi dari misil, panah, tombak, dan lembing. Yang kedua, kontos memungkinkan mereka untuk menghalangi gerak maju musuh dan menyerang dari jarak jauh. Coontohnya, katafrakt Seleukia berhasil mengalahkan kavaleri Kerajaan Ptolemaik dan menyerang phalanx mereka di Panium pada tahun 200 SM dengan relatif mudah. Meskipun demikian, mereka masih memiliki kelemahan. Seperti halnya phalanx, serangan ke bagian pinggir mereka dapat berakibat fatal bagi penunggangnya dan hal ini memang dimanfaatkan oleh infantri yang menyerang katafrakt dari bagian samping, menyerang bagian tubuh penunggang dan kuda yang tidak terlindungi oleh baju zirah.[36] Katafrakt juga dapat kehilangan kontos mereka karena diambil oleh musuh. Selain itu, katafrakt juga dapat dijatuhkan dari kuda mereka. Untuk menutupi kelemahan ini, kavaleri semi-berat harus dikerahkan untuk melindungi bagian pinggir katafrakt.
Politikoi
Selain infantri milisi warga, ada pula resimen kavaleri milisi dari berbagai kota, dan pasukan ini disebut Politikoi. Kavaleri warga ini direkrut dari berbagai kota dan terdiri dari orang-orang kaya yang tidak memiliki status legal sebagai 'orang Makedonia'.[35] Kavaleri warga jenis ini ditampilkan pada Parade Daphne dan, dalam kasus ini, kemungkinan Politikoi dierekrut dari kota Antiokhia dan tidak dikumpulkan dari semua kota pesisir. Politikoi barangkali bukanlah satu kesatuan resimen berkuda, tetapi kumpulan dari beberapa skuadron dengan tiap skuadron memiliki perlengkapan dan pakaiannya sendiri.[35]
Kemunduran
Meskipun pasukan Seleukia memiliki banyak keunggulan pada masa kejayaannya, namun Kekaiaaran Seleukia pada akhirnya tetap mengalami kemunduran, terutama dengan banyaknya perselisihan dalam dinasti antara para penuntut tahta kekaisaran. Romawi, setelah kematian Antiokhos IV, mendukung penuntut tahta yang dirasa lemah dan dianggap tidak akan mengancam Romawi. Senat Romawi mendukung Antiokhos V yang masih muda dan lemah, daripada Demetrios yang lebih kapabel, yang pernah menjadi sandera di Romawi selama beberapa waktu. Ketika Demetrios merebut tahta dengan gelar Demetrios I, Romawi mengganggunya dengan mendukung Alexander Balas dan banyak pemberontak seperti misalnya Yohanes Hyrkanos di Yudea.[37]
Kekaisaran Seleukia yang terus melemah berakibat pada penaklukan oleh orang-orang Parthia terhadap kesatrapan-kesatrapan timur Seleukia. Peristiwa ini berlangsung bersamaan dengan persang saudara di dalam kekaisaran. Ada masa ketika Kekaisaran Seleukia sedikit menguat dalam kampanya melawan Parthia pada masa pemerintahan Antiokhos VII namun setelah dia meninggal dalam pertempuran, Kekaisaran Seleukia kembali mengalami lebih banyak kekalahan dan terus menderita kemunduran. Hilangnya wilayah kekuasaan membuat Kekaisaran Seleukia kehilangan sumber daya manusia dan ekonomi yang penting. Pad awal abad pertama SM, Kekaisaran Seleukia masih harus menderita masalah dan ketidakstabilan akibat perang saudara antara kelompok utara dan selatan dalam keluarga kerajaan Seleukia. Kurangnya tenaga manusia dan ketidakstablan potilik menjadikan Kekaisaran Seleukia sangat bergantung pada tentara bayaran dan milisi warga. Lebih jauh lagi, Kekaisaran Seleukia sudah tidak mampu lagi mengelola dan mengerahkan pasukan phalanx dengan jumlah yang sama seperti dalam Pertempuran Raphia ataupun Pertempuran Magnesia.