Pantun Atui
Pantun Atui adalah salah satu warisan sastra berupa adat kebiasaan turun-temurun dan pengungkapan melalui lisan yang berasal dari Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, pantun ini berasal dari bahasa Ocu yang bermakna "pantun seratus" secara harafiah, terdiri dari seratus gugus pantun. IkhtisarDalam satu gugus pantun, ada lima buah pantun. Pantunnya bersajak empat, lima, dan enam baris dalam satu untaian yang sudah rampung untuk ditampilkan serta bahasa Ocu berlogat Bangkinang dijadikan pilihan penyampaian dari mulut ke mulut. Pantun Atui berlaku ketika hubungan percintaan terjadi dalam bentuk suara hati seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pandangan sebenarnya yang mendasari tujuan pantun semacam ini adalah betapa tulus dan kuat sang laki-laki memberikan keyakinan cintanya kepada keturunan-keturunannya, sehingga harus menyediakan seratus pantun selama seratus malam. Pantun Atui dinyanyikan sambil duduk (biasanya diatas tilam yang disediakan di tengah rumah). Bentuk pantun ini adalah pantun berkait, berjenis pantun kasih sayang atau pantun muda-mudi. Pada masa kini, pantun ini dapat diiringi dengan alat-alat musik seperti biola atau rebab.[1] Contoh Tulisan Pantun AtuiPantun Atui dibawakan oleh beberapa orang lelaki dengan irama tertentu serta berisikan pantun-pantun nasib, pantun kasih dan pantun nasihat. Hingga sekarang, pantun ini masih ada di Bangkinang di mana masyarakat berusia di atas 50 tahun yang berada di antara kelompok-kelompok kecil pemuda desa acap kali mengisi waktu senggang dengan bermain kata-kata sajak, dan mengungkapkan jiwanya yang bergelora. Berikut ini salah satu contoh Pantun Atui yang berperantarakan bahasa setempat asalnya :[2] Talintang Pawuo Di Tajau Malam Ko Malam Ka Oso Babua Sitampui Badak, Satahun Duduok Baladang Buwong Banamo Morak Leman Acuan
|