Panti Asuhan Sancta Maria Boro
Panti Asuhan Sancta Maria Boro (dikenal juga sebagai Panti Boro atau Panti Putra Boro) adalah bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang kini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Panti ini didirikan sebagai bagian dari karya misi Gereja Katolik di Boro, Kulon Progo, Yogyakarta, dengan tujuan memberikan pelayanan kepada anak-anak yang membutuhkan perhatian, pendidikan, dan tempat tinggal. Panti ini berfokus pada pendidikan moral dan pengembangan karakter penghuninya berdasarkan nilai-nilai iman Katolik. Karya ini memiliki kaitan erat dengan Misi Muntilan, yang juga mendirikan institusi serupa di daerah sekitar, seperti Gua Maria Sendangsono, Gereja Boro, Rumah Sakit Umum St. Yusup Boro, dan Pertenunan Santa Maria Boro. Salah satu alumni ternama dari panti ini adalah Jakob Oetama, pendiri harian Kompas. Pengalamannya tinggal di Panti Asuhan Sancta Maria Boro berperan dalam membentuk kepribadian dan nilai-nilai yang ia terapkan dalam jurnalisme dan kepemimpinan. Panti ini berlokasi di Banjarasri, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. Sejarah dan Peristiwa PentingPanti ini diperkirakan sudah berdiri sebelum tahun 1936. Pada awalnya, panti asuhan ini dikelola oleh seorang guru bernama Bapak Martodihardjo. Pada tahun 1936, Br. Christinus dan Romo J.B. Prennthaler, S.J. membahas penyelenggaraan panti asuhan ini. Romo JB Prenthaler SJ -Pastor Paroki Boro (waktunya itu)- mengajukan permohonan kepada Pimpinan Umum Bruder-Bruder FIC di Maastricht Negeri Belanda untuk mengelola Panti Asuhan Yatim Piatu yang sudah ada. Permohonan dikabulkan, pada tahun 1938 beberapa Bruder FIC datang di Boro. Pengambil alihan Panti Asuhan dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 1938 dan pada tanggal tersebut dijadikan hari lahir atau berdirinya Panti Asuhan Boro dengan nama “Panti Asuhan Sancta Maria”.[1] Beberapa poin penting dalam sejarahnya:
Pendidikan dan KehidupanPendidikan Formal Anak-anak usia TK,SD,SMP dididik di sekolah Umum di daerah Boro. Sedangkan untuk anak-anak SMK di didik di sekolah kejuruan atau umum di daerah Yogyakarta atau kota-kota besar lainnya. Anak-anak yang berprestasi dan memenuhi syarat diberi kesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi. Pendidikan Ning Formal: Kecuali pendidikan di sekolah, anak-anak juga diberi pendidikan keterampilan. Ada bermacam-macam pendidikan ketrampilan yang dilaksanakan di panti asuhan, misalnya di bidang; pertanian, peternakan, perikanan dan home industri. Pendampingan serta pembinaan mental dan moral anak: Ini dilaksanakan dalam bentuk rekoleksi, retret, evaluasi harian dan pengenalan hidup bermasyarakat dengan cara live in di rumah pendidikan sekitar. Selain itu anak wajib melakukan wawancara dengan pendamping. KESENIAN DAN OLAHRAGA Tidak hanya di sekolah saja, anak-anak panti asuhan diberi kesempatan untuk mengasah keterampilan bakat dalam kehidupan sehari-hari seperti yang bisa mereka ikuti seperti pengembangan musik (keyboard, organ, gitar, drum, angklung dan lain-nya) serta pengembangan bela diri (les karate) yang bisa di ikuti setiap 1 minggu sekali. Setiap malam jumat diadakan latihan koor untuk misa komunitas di setiap hari jumat. Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap harinya setelah jam opera (16:00 - 17:00). Jenis olahraga yang dipermainkan sepakbola, bulutangkis, pingpong dan bola voley.[1] Di panti asuhan, anak-anak diasuh seperti di dalam keluarga, pengasuh berperan sebagai orang tua. Anak-anak diperhatikan ,diberikan makan yang cukup, pendidikan yang memadahi dan ketrampilan yang memungkinkan sehingga anak -anak mengalami suasana hidup dalam keluarga. Dengan bekal ijazah SMK dan macam-macam ketrampilan yang dimiliki, diharapkan mereka-mereka mampu hidup mandiri di masyarakat.[1] Anak-anak Panti Asuhan Sancta Maria Boro berasal dari berbagai daerah di Indonesia yakni: Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua dan Sumatra.[1] Mereka hidup secara berdampingan dalam suasana kekeluargaan meskipun berasal dari berbagai suku, bahasa ibu, agama, ras. Anak panti asuhan tahun 2024 berjumlah 33 anak laki-laki. GaleriReferensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia