Pabrik Gula Jatibarang atau Suikerfabriek Djatibarang adalah pabrik gula peninggalan Belanda di Hindia Belanda yang termasuk dalam komoditas yang diikutsertakan dalam program Cultuurstelsel. PG Jatibarang dibangun tahun 1842. Semasa pendudukan Belanda di Indonesia dulu, pemerintah Hindia Belanda membangun 3 pabrik gula di kabupaten Brebes yaitu:
PG Jatibarang setelah kemerdekaan Indonesia masuk dalam wilayah PTPN IX (Persero), karena besarnya biaya operasional dan perawatan serta berkurangnya lahan untuk penanaman tebu, maka dari 3 pabrik gula itu digabungkan menjadi satu, yaitu di Jatibarang.
PG Jatibarang ini melakukan giling tebu terakhirnya pada tahun 2017.
Sejarah
Pabrik Gula Jatibarang dibangun pada tahun 1842 oleh Perusahaan NV Mij tot Exploitatie der Suiker Onderneming, pemilik SF Djatibarang ini adalah Otto Carel Holmbreg yang merupakan seorang pria berkebangsaan Belanda. Pabrik Gula Jatibarang didirikan bersamaan dengan Pabrik Gula Dukuhwringin yang berada di Slawi.
Berdirinya SF Djatibarang tidak dapat dipisahkan antara Holmberg dengan Lucassen yang awalnya mengajukan sistem kontrak gula untuk membangun sebuah perusahaan industri gula.
Pada awal Maret 1839, Lucassen dan Holmberg yang saat itu berada di Belanda mengajukan petisi kepada Raja Willem l atas dasar studi mandiri teoretisnya tentang pembuatan gula yang lebih modern, keduanya meminta agar diberikan kontrak gula untuk membangun sebuah pabrik gula seluas 600 hektar di Jawa. Namun niat kerjasama Lucassen dan Holmberg untuk bersama-sama membangun pabrik gula akhirnya gagal karena masalahnya tidak satu pun dari mereka memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan tentang pengelolaan tebu menjadi gula, mereka berdua memutuskan untuk membangun pabrik gula sendiri-sendiri. Lucassen memilih mengasosiasikan dirinya dengan Hoevenaar. Terkait kapasitas pengolahan yang optimal, mereka mengubah permintaan dari satu pabrik menjadi dua pabrik dengan masing-masing mendapatkan tanah 400 hektar.
Pada tahun 1840 Menteri Koloni JC Baud mengeluarkan sistem kontrak gula. Lucassen yang dibantu Hoevenaar mendapatkan dana sebesar 120.000 gulden untuk pembelian mesin dan 130.000 gulden untuk pembangun pabrik. Sedangkan Holmberg secara independen meminta dan memperoleh kontrak gula yang identik, tetapi ia mendapatkan dana hanya sebesar 80.000 gulden, yang berarti bahwa ia harus menginvestasikan lebih banyak dari modalnya sendiri.
Setelah dana persiapan untuk pembangunan pabrik, Lucassen dan Holmberg mengunjungi keluarga Hoevenaar di Paris. Dari tempat inilah Lucassen dan Holmberg menjalin kerjasama dengan pengusaha baja Perancis Derosne et Cail. Pengusaha inilah yang sebelumnya membuat mesin-mesin pabrikasi di Karibia dan Amerika . Mereka berdua juga mengumpulkan para insinyur-insiyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik.
Setelah beberapa waktu menetap di Paris, Lucassen, Holmberg, dan Hoevenaar yang juga membawa para pekerja berangkat menuju Jawa menggunakan kapal. Kapal yang mereka tumpangi juga membawa mesin-mesin dan beberapa material bangunan yang digunakan untuk membangun pabrik. Berbulan-bulan lamanya mereka mengarungi lautan, hingga akhirnya mereka sampai di Pulau Jawa, mereka kemudian menuju sekitar Tegal yang wilayah tanahnya menjadi sistem kontrak gula. Holmberg diberikan konsensi tanah dekat wilayah Slawi yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Lucassen dan Hoevenaar yang mendirikan Pabrik Gula Kemanglen dan Dukuhwringin.
Holmberg yang hanya bermodal uang 80.000 gulden itu memberanikan diri untuk membuat dua pabrik gula sekaligus. Pada tahun 1841 Holmberg membangun Pabrik Gula Adiwerna di Ujungrusi, ditahun itu juga ia membangun konstruksi awal Pabrik Gula Jatibarang terlebih dahulu. Setelah selesainya pembangunan Pabrik Gula Adiwerna, Holmberg kemudian melanjutkan pembangunan Pabrik Gula Jatibarang pada tahun 1842. Pabrik Gula Jatibarang dan Pabrik Gula Adiwerna sendiri dibangun dengan sistem Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.
Setelah berhasil mendirikan dua buah pabrik gula, Holmberg membangun sebuah pabrik gula lagi di Pagongan yang dibangun pada tahun 1848. Beberapa tahun kemudian perusahaan gula milik Holmberg ini mengalami kesuksesan, bahkan bisa mengalahkan kesuksesan Lucassen dan Hoevenaar yang lebih senior. Hal ini membuat Holmberg menjadi salah satu pengusaha paling sukses yang dipunyai oleh Belanda.
Berdasarkan PP No.24 tanggal 16 April 1959 tentang Penetapan Perusahaan–perusahaan Pertanian atau Perkebunan Milik Belanda dibawah penguasaan RI SK Mentan No.229/UM/57, tanggal 10 Desember 1957 dibentuk Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN Baru).
Berdasarkan UU No. 19 PRP tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, terdapat pembaharuan struktur dan jabatan-jabatan inti PPN cabang Jawa Tengah agar tetap dipimpin oleh kepala perwakilan jawatan perkebunan yang membawahi PPN dari unit Semarang Barat dipimpin oleh kuasa direksi mengelola diantaranya Pabrik Gula Jatibarang.
Kelanjutan dari PG Jatibarang mengalami perubahan-perubahan yang berdasarkan Peraturan Pemerintah dan kepemilikan yang antara lain:
PP No. 141 tahun 1961 dibentuk Badan Pemimpin Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN) yang berstatus badan hukum dan diserahi tugas menyelenggarakan pekerjaan direksi perusahaan negara dibidang perkebunan. Untuk Jawa Tengah, dibentuk perwakilan BPU-PPN Jawa Tengah yang dipimpin oleh perwakilan PG Jatibarang, termasuk pada PPN Ke-I Jawa Tengah dipimpin oleh kuasa direksi, pimpinan pabrik gula disebut pimpinan.
PP No. 1 tahun 1963 pabrik gula statusnya menjadi PPN gula
PP No. 14 tahun 1966 tentang pendirian PNP XV dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari Direktur Utama dibantu 2 (dua) orang Direktur.
PP No. 32 tahun 1973 tentang perubahan nama dari PNP XV menjadi PT Perkebunan XV (Persero).
Dalam rangka menyederhanaan bentuk perusahaan perkebunan berdasarkan akta notaris GHS Loemban Tobing SH No. 7 / 1981, pengabungan PTP XV dan XVI menjadi PT Perkebunan XV-XVI (Persero)
Tahun 1996 status PTP XV-XVI (Persero) diubah dengan peraturan PP No. 11 menjadi PTP Nusantara IX (Persero) yang digabung dengan Perkebunan non tebu (kopi, tebu, kakao, karet dll termasuk agrowisata).
Pabrik Gula Jatibarang ini terakhir kali beroperasi pada tahun 2017, hingga saat ini PG Jatibarang dijadikan sebagai Agrowisata besaran hijau dan Sejarah.
Gambaran Umum
Tahun pembuatan: 1842
Kepemilikan: BUMN
Produksi Gula
Jenis Prosessing: Sulfitasi
Jenis gula yang dihasilkan: SHS I.A. Konsumsi
Topografi
Tinggi di atas permukaan laut = 7 – 8 Meter
Jenis tanah = Aluvial <
Pengairan Teknis = 79 %
Pompa = 8 %
Tadah hujan = 13 %
Prasarana Pendukung
Sumber air pabrik, berasal dari Waduk Penjalin
Sumber bahan baku pendukung tanaman tebu di wilayah kerja PG Jatibarang – Bandjaratma, meliputi Kab. Brebes dan Kab. Tegal
Jalan provinsi, fasilitas sosial, tempat ibadah, poliklinik dan sarana olahraga
Bangunan Penting
Mbesaran
Mbesaran berasal dari kata Besar-an yang artinya besar (rumah besar) sehingga masyarakat sekitarnya menyebutnya dengan nama Mbesaran. Dari tahun ketahun, rumah Mbesaran ditempati oleh administrator (pimpinan pabrik gula) beserta keluarga dari mulai Pemerintahan Belanda hingga saat penyerahan pabrik gula dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintahan RI pada tahun 1957. Hingga tahun 2009 masih ditempati oleh administrator, namun pada tahun 2010 Mbesaran tersebut sudah tidak ditempati oleh administrator karena dirasa terlalu besar dengan kondisi saat ini. Sehingga administratur pada saat itu, yakni Ir. Djoko Wahjoediono, mengambil kebijakan untuk tidak menempati rumah Mbesaran, yang lalu dijadikan sebagai tempat wisata dan dijadikan salah satu museum.
Stasiun di PG Jatibarang
Remise adalah salah satu stasiun/bagian yang ada di dalam PG Jatibarang dan juga pabrik gula lainnya di Indonesia. Remise PG Jatibarang termasuk yang megah dan besar dari seni arsitekturnya. Selain remise ada beberapa stasiun lainnya seperti:
Stasiun Gilingan, yaitu tempat proses tebu masuk hingga tebu digiling untuk diambil nira
Stasiun Pabrik Tengah, tempat proses nira masakan dari nira mentah menjadi nira kental
Stasiun Puteran, tempat proses pengkristalan gula
Stasiun Besali, sebagai tempat maintenance/perbaikan untuk memenuhi kebutuhan pabrik dalam hal pembuatan/pesanan suku cadang
Stasiun Ketelan, dimana proses pemanasan air yang menjadi uap sebagai alat penggerak mesin d Stasiun Gilingan.
Stasiun Listrik, tempat instalasi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi pabrik.
Remise adalah tempat berkumpulnya lokomotif, baik lokomotif uap maupun diesel, juga disebut sebagai garasinya lokomotif. Bangunannya juga masih asli dengan arsitektur dan desain dari Belanda.
Kondisinya masih sangat baik dari mulainya didirikannya pabrik ini tahun 1842 hingga kini masih kokoh berdiri. Hal ini menandakan bahwa pada masa tersebut arsitektur bangunannya dibuat untuk jangka waktu yang lama sehingga kualitasnya sangat baik. Bangunan remise menghadap ke timur dan terdiri dari 9 pintu masuk untuk loko dan dapat menyimpan sekitar 10 loko atau lebih. Di depan remise juga terdapat sebuah meja putar untuk membalik arah lokomotif.
Armada Lokomotif
Berikut daftar lokomotif Lori yang dimiliki oleh Pabrik Gula Djatibarang
Nomor
Merek
Tahun Pembuatan
Seri Roda
Tenaga
Status
1
Couillet
1910
0-6-0T
Uap
ex Pabrik gula Adiwerna,dimutasikan ke PG Tasikmadu untuk dijadikan kereta wisata,nasibnya diketahui dirucat
Afkir, Dijadikan Monumen didepan Gerbang Pabrik Gula Jatibarang
9
Arn. Jung, H.E Oving Jr's
1930
0-4-4-0T
Uap
Dibawa ke Staffold barn Railway, Inggris untuk direstorasi
10
Arn. Jung, Roumbouts
1911
0-8-0
Uap
Afkir, Dijadikan Monumen di Rest Area bekas Pabrik Gula Banjaratma di Brebes
11
Arn. Jung, Ruhaak
1913
0-8-0T
Uap
Afkir, Dipreservasi
12
Orenstein & Koppel
1931
0-8-0T
Uap
Afkir, Dipreservasi
A
Christoph Schöttler Maschinenfabrik
1951
4wDM
Diesel
Afkir, Dipreservasi
B
Christoph Schöttler Maschinenfabrik
1951
4wDM
Diesel
Afkir, Dipreservasi
C
Christoph Schöttler Maschinenfabrik
1951
4wDM
Diesel
Afkir, Dipreservasi
D
Christoph Schöttler Maschinenfabrik
1951
4wDM
Diesel
Aktif, Dipreservasi
E
Brookville Locomotive Company
1956
4wDM
Diesel
Dijadikan Monumen didepan Gedung Besaran
F
Ateliers Moës-Freres
1974
4wDH
Diesel
Afkir, Dipreservasi
G
Ateliers Moës-Freres
1974
4wDH
Diesel
Afkir, Dipreservasi
E
Christoph Schöttler Maschinenfabrik
1972
4wDM
Diesel
Aktif, Dijadikan Kereta wisata di Pabrik Gula Jatibarang
D5
Hokuriku Juki-Kogyo
1991
4wDH
Diesel
Aktif, Dipreservasi
D6
Hokuriku Juki-Kogyo
1991
4wDH
Diesel
Aktif, Dijadikan Kereta wisata di Pabrik Gula Jatibarang
Tradisi Tahunan
Metikan
Setiap tahun, setiap masa pemanenan tebu atau istilahnya metik diadakan pasar malam. Sebagian masyarakat menyebutnya metikan atau bancakan untuk beberapa wilayah Brebes bagian barat. Tradisi ini masih berlangsung sampai kini.
Manten Tebu
Temanten tebu adalah simbol dari hasil tebu yang meruah, boneka-bonekaan yang terbuat dari batang tebu itu didandani mirip pengantin dan diarak keliling kota dan setelah diarak maka akan diadakan walimahan yang dihadiri oleh para pegawai pabrik gula.
Alamat Pabrik
Jalan Raya Jatibarang - Slawi 52261, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah - Indonesia