Oswald Rufeisen (1922–1998), dengan nama religiusDaniel Maria, adalah seorang Yahudi-Polandia yang selamat saat invasi Nazi ke tanah airnya pada tahun 1939, di mana dia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang Katolik dan menjadi seorang biarawan dari Organisasi Karmelit. Dia mencari kewarganegaraan Israel melalui Hukum Pengembalian Israel, tetapi ditolak. Akhirnya dia pindah ke Israel sebagai biarawan Karmelit, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya, dan memperoleh kewarganegaraan melalui naturalisasi.
Kehidupan
Shmuel Oswald Rufeisen lahir dari keluargaYahudi di Zadziele[1] dekat kota Polandia Ośvięcim yang dikenal dalam bahasa Jerman sebagai Auschwitz. Selama masa mudanya, dia menjadi Bnei Akiva, sebuah gerakan pemuda Zionis yang religius.
Pada tahun 1941, selama Perang Dunia IIberlangsung, dia membantu menolong ratusan orang Yahudi di Mir Ghetto (di kota Mir, Belarus) dari pengeksekusian massal dengan menyamar ke kantor polisi setempat sebagai penerjemah dengan identitas sebagai etnis Jerman-Polandia.[2] Pada waktu yang sama, dia juga memimpin kelompok perlawanan di dalam Ghetto.[2] Saat bersembunyi di sebuah biara dari Sisters of the Resurrection, dia masuk Kristen dan menerima baptisan dari para biarawati. Setelah perang, dia bergabung dengan Ordo Karmelit, lalu menjadi biarawan dari Organisasi Karmelit Tak Berkasut dan akhirnya menjadi seorang Pendeta Katolik.[3]
Sepanjang tahun 1950-an, Rufeisen mengajukan banyak permintaan kepada otoritas Karmelit untuk memindahkannya ke ordo biara di Haifa, dia juga meminta kepada pemerintah Polandia untuk memberinya izin pindah ke Israel dengan tempat tinggal yang permanen. Semua permintaannya ditolak hingga pada akhir tahun 1950-an, ketika itu pemerintah Polandia menyetujui permintaannya dengan syarat dia mau melepaskan kewarganegaraan Polandia-nya. Rufeisen akhirnya tiba di Israel pada bulan Juli 1959 dan bertemu kembali dengan saudaranya, Aryeh, yang sudah terlebih dahulu datang ke Palestina sejak tahun 1941. Rufeisen, yang pada awalnya hanya diberi izin untuk tinggal selama satu tahun di Israel, membuatnya hampir tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali, kemudian dia mengajukan permohonan kewarganegaraan kepada Israel di bawah Hukum Pengembalian, yang memberikan hak kepada semua orang Yahudi untuk berimigrasi ke Israel.[4] Dia juga menyatakan bahwa meskipun dia beragama Katolik namun dia masih seorang Yahudi:
"Asal etnis saya adalah dan akan selalu Yahudi. Saya tidak punya kewarganegaraan lain. Jika saya bukan Yahudi, lalu siapa saya? Saya tidak menerima agama Kristen untuk meninggalkan bangsa saya. Saya menambahkannya ke agama Yahudi saya. Saya merasa sebagai seorang Yahudi ."[5]
Cabang agama Yahudi yang berbeda memperlakukan orang Yahudi yang pindah agama secara berbeda pula. Dalam Yahudi Ortodoks dan Yahudi Konservatif orang yang bertobat masih dianggap sebagai orang Yahudi. Selama berabad-abad lamanya, pandangan utama di antara para rabi adalah bahwa orang keturunan Yahudi terus dianggap sebagai orang Yahudi meskipun telah pindah agama.[6] Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk Yahudi Reformasi. Mengenai masalah Pernikahan dan status Yahudi, para Rabi Ortodoks memiliki Kewenangan Yudisial. [kutipan diperlukan]
Pemerintah Israel kemudian menolak permintaan Rufeisen dengan alasan bahwa dia telah pindah agama. Dia lalu mengajukan banding atas kasus ini kepada Mahkamah Agung Israel. Pengacaranya berargumen bahwa dengan menolak hak berimigrasi bagi Rufeisen, Israel akan menjadikan negaranya sendiri sebagai negara teokrasi di mana afiliasi nasional disamakan dengan agama.[7] Pada tahun 1962, Mahkamah Agung menguatkan keputusan pemerintah: setiap orang Yahudi yang pindah agama akan kehilangan hak istimewa mereka untuk mendapatkan kewarganegaraan Israel (Rufeisen v. Menteri Dalam Negeri, (1962) 16 PD 2428).[8] Persidangan ini kemudian menimbulkan perdebatan publik tentang identitas Yahudi dan keputusan pengadilan, menurut sejarawan bernama Michael Stanislawski, itu merupakan momen yang menentukan dalam sejarah Negara Yahudi, yang pengaruhnya terhadap hukum dan opini publik Israel yang dapat dirasakan hingga saat ini.[7]
Namun demikian, akhirnya Rufeisen melanjutkan untuk melayani agama Kristen sebagai biarawan Karmelit di Biara Stella Maris di Haifa, Israel, tempat dimana dia menghabiskan sisa hidupnya, dan memperoleh kewarganegaraan Israel-nya melalui proses naturalisasi.
Dalam literatur
Novel berjudul Daniel Stein, Penerjemah yang dibuat oleh penulis Rusia terkenal Lyudmila Ulitskaya terinspirasi dari kehidupan Oswald Rufeisen.[9]
^Interview at 'MAN Booker International Prize', NDR Kultur, 26 May 2009[pranala nonaktif permanen]: "The Russian author Ulitzkaja speaking about her newest book described 'Daniel Stein' as a literature character but at the same time as an historical one: <<The real Brother Daniel, whose civil name was Oswald Rufeisen, and my character Daniel Stein are not identical. The biography of my character is however almost identical to the real person. For me it was more important to follow the truthfulness of the literature narration rather than the historical truth.>>"