OstarbeiterOstarbeiter (berarti "pekerja timur") adalah panggilan Jerman Nazi untuk pekerja budak asing yang dikumpulkan dari Eropa Timur dan Tengah untuk melaksanakan kerja paksa di Jerman pada Perang Dunia II. Deportasi rakyat sipil yang dilaksanakan sejak awal perang mencapai tingkat yang jauh lebih tinggi pada saat Operasi Barbarossa pada tahun 1941. Kaum Ostarbeiter ini didapat dari distrik Jerman yang baru saja dibentuk, yaitu Reichskommissariat Ukraine, Pemerintahan Umum Distrikt Galizien, dan Reichskommissariat Ostland; terbentuk dari teritori Polandia jajahan Jerman, daerah Soviet jajahan Jerman sejak tahun 1939, serta daerah Uni Soviet. Menurut Pavel Polian, lebih dari 50% Ostarbeiter mulanya adalah penduduk Soviet yang berasal dari teritori Ukraina modern; mengikutinya, mendekati 30%,[1] adalah pekerja perempuan dari Polandia. Secara etnis, kaum Ostarbeiter ini terbagi menjadi orang etnis Ukraina, Polandia, Belarusia, Rusia, Tatar, dan lain-lain.[2] Jumlahnya diperkirakan berkisar antara 3 hingga 5,5 juta orang.[1] Pada tahun 1944, kebanyakan pekerja baru ini amat muda, di bawah umur 16; anak-anak yang lebih dewasa pada umumnya diikutkan wajib militer di Jerman. 30% berumur 12-14 tahun ketika mereka diambil paksa dari rumah.[1][3] Batas umur diturunkan menjadi 10 tahun pada bulan November 1943.[1] Karena sekitar setengah populasi remaja Ostarbeiter adalah perempuan, kaum ini sering menjadi korban pemerkosaan dan terjadi puluhan ribu kasus kehamilan akibat pemerkosaan.[4] Kaum Ostarbeiter lazimnya diberikan jatah makanan yang sangat sedikit dan dipaksa tinggal dalam kamp-kamp yang dijaga ketat. Banyak yang meninggal akibat kelaparan, kerja terlalu keras, pemboman (mereka sering tidak diperbolehkan mengungsi ke bunker), serta kekerasan dan eksekusi yang dilakukan oleh pimpinan Jerman mereka. Mereka pun tidak diberi gaji, namun tetap dibayar dalam bentuk mata uang khusus yang hanya dapat digunakan dalam kamp tempat mereka ditahan. Setelah perang berakhir, lebih dari 2,5 juta Ostarbeiter yang dibebaskan direpatriasi ke Uni Soviet dan di sana mereka menderita kekerasan sosial dan deportasi ke Gulag untuk "edukasi ulang".[5] Otoritas Amerika kemudian melarang repatriasi Ostarbeiter pada bulan Oktober 1945. Beberapa dari mereka pindah ke AS dan negara blok nontimur lainnya. Pada tahun 2000, pemerintah Jerman dan ribuan perusahaan Jerman melakukan pembayaran sebesar lebih dari 5 triliun Euro kepada korban Ostarbeiter di rezim Jerman Nazi. IstilahMenurut catatan Jerman resmi, pada akhir musim panas tahun 1944 terdapat 7,6 juta pekerja sipil asing dan tawanan perang di teritori "Daerah Jerman Pusat", yang kebanyakan dipekerjakan secara paksa di tempat tersebut.[6] Kaum pekerja paksa ini mewakili sekitar seperempat dari total seluruh pekerja terdaftar di ekonomi Reich Jerman pada saat itu.[6] Suatu sistem kelas kemudian diciptakan untuk kaum Fremdarbeiter (pekerja asing) yang dibawa ke Jerman untuk bekerja di bawah Reich Ketiga. Sistem multilapis ini dirancang berdasarkan lapisan hierarki nasional. Kaum Gastarbeitnehmer dikenal juga sebagai pekerja tamu; mereka berasal dari negara-negara Jermanik, Skandinavia, dan Italia. Termasuk dalam kaum Zwangsarbeiter (pekerja paksa) adalah kaum Militärinternierte (intern militer), tawanan perang, Zivilarbeiter (pekerja sipil), dan tawanan Polandia dari Pemerintahan Umum. Gaji dan jatah makanan mereka dibatasi, jam kerja diperpanjang, dan mereka pun tidak diizinkan untuk menggunakan kenyamanan-kenyamanan publik (seperti transportasi publik, restoran, atau gereja); mereka dilarang memiliki barang-barang tertentu dan beberapa diharuskan mengenakan tanda tertentu yang dipasangkan pada pakaian (seperti tanda "P" untuk orang Polandia). Kaum Ostarbeiter adalah para pekerja dari Eropa Timur, terutama dari Reichskommissariat Ukraine. Mereka ditandai dengan sebuah badge bertuliskan "OST" (East, "Timur"), dan diperlakukan lebih parah daripada para pekerja sipil. Mereka dipaksa tinggal di kamp-kamp khusus yang dipagari dengan kawat berduri dan dijaga petugas. Selain itu, mereka pun sering dipermainkan oleh para Gestapo dan penjaga pabrik industrial/komersial. Pada akhir perang, sekitar 5,5 juta Ostarbeiter dikembalikan ke Uni Soviet.[6] SejarahPada akhir tahun 1941, sebuah krisis baru berkembang di Jerman Nazi. Akibat mobilisasi massal kaum lelaki ke dalam tentara masif Jerman, negara tersebut kemudian mengalami kelangkaan pekerja untuk mendukung industri perang. Untuk membantu mengatasi kelangkaan ini, Hermann Goering kemudian memutuskan untuk membawa masuk orang-orang dari daerah yang berhasil dicaplok melalui Operasi Barbarossa di Eropa Tengah dan Timur. Pekerja pengganti ini kemudian dipanggil Ostarbeiter.[7] Krisis ini kemudian semakin parah seiring berjalannya perang di Eropa Timur. Pada tahun 1944, kebijakan ini kemudian berubah menjadi penculikan massal hampir setiap orang yang memenuhi persyaratan pekerja Organisasi Todt dan lain-lain; 40,000 hingga 50,000 anak-anak Polandia berumur 10 hingga 14 tahun diculik oleh tentara penjajahan Jerman dan dipindahkan ke daerah pusat Jerman untuk dipekerjakan paksa sebagai Heuaktion.[8] Heuaktion (dalam bahasa Jerman literal, "operasi jerami") adalah akronim untuk anak-anak tunawisma, tanpa orang tua, dan tidak berrumah yang dikumpulkan untuk dijaga.[3][9] Setelah tiba di Jerman, anak-anak ini diserahkan kepada Reicharbeitsdienst atau pabrik pesawat Junker. Tujuan kedua penculikan ini adalah untuk menekan orang dewasa untuk ikut bepartisipasi menggantikan para anak-anak.[10] Rekrutmen sukarelaPada awalnya, kampanye rekrutmen diluncurkan pada bulan Januari 1942 oleh Fritz Sauckel, yang mengajak orang-orang ini untuk pergi bekerja di Jerman. Tertulis pada sebuah pengumuman bahwa "Pada 28 Januari kereta khusus pertama akan berangkat ke Jerman, dengan makanan hangat di Kiev, Zdolbunov, dan Przemysl". Kereta pertama dipenuhi orang saat berangkat dari Kiev pada tanggal 22 Januari. Pengumuman ini berlanjut hingga bulan-bulan selanjutnya. "Jerman memanggil Anda! Pergilah ke Jerman yang indah! 100,000 orang Ukraina sudah pergi bekerja di Jerman bebas. Bagaimana dengan Anda?" begitu tulis sebuah iklan koran di Kiev pada tanggal 3 Maret 1942. Namun, kabar burung mengenai kondisi perbudakan subhuman yang dialami orang Ukraina di Jerman sudah menyebar, dan kampanye ini kemudian gagal mengajak orang. Pada akhirnya, rekrutmen paksa dan kerja paksa diimplementasikan,[7] meskipun propaganda masih menggambarkan orang-orang ini sebagai sukarelawan.[11] Rekrutmen paksaAkibat berita yang beredar mengenai kondisi parah yang dialami kaum Ostarbeiter di Reich Ketiga, peminat pun semakin sedikit. Sebagai hasilnya, orang Jerman kemudian terpaksa menggunakan pengumpulan paksa. Mereka sering menargetkan kumpulan besar orang, seperti kumpulan misa di gereja atau penonton acara olahraga. Banyak orang yang ditodong masuk ke dalam gerbong ternak dan dideportasi ke Jerman.[12] Perawat anakKategori khusus yang disediakan untuk perempuan muda yang direkrut adalah perawat anak. Hitler berpendapat bahwa banyak perempuan yang ingin punya anak, namun banyak dari mereka mengalami kesulitan karena tidak adanya bantuan rumah tangga.[13] (Ini adalah salah satu usaha untuk meningkatkan tingkat kelahiran anak.)[14] Karena perawat anak ini akan berada dekat dengan anak-anak Jerman dan juga rentan dieksploitasi secara seksual, perempuan yang direkrut haruslah perempuan yang memenuhi syarat Jermanisasi.[15] Dengan demikian, Heinrich Himmler mengatakan bahwa perempuan-perempuan ini akan dapat menerima darah Jerman dan mereka bisa naik tingkat sosial melalui bekerja di Jerman dan bahkan menikahi orang Jerman.[13] Perempuan yang direkrut menjadi perawat anak ini hanya diberikan kepada keluarga yang memiliki banyak anak dan diperkirakan mampu mengajari perawat-perawat tersebut.[13] Pemberian ini dilaksanakan oleh NS-Frauenschaft.[16] Pada awalnya, perekrutan perempuan perawat anak hanya dilakukan di teritori Polandia jajahan, tetapi karena langkanya perempuan yang mampu melewati uji awal, perekrutan ini kemudian dilaksanakan di seluruh Polandia dan daerah jajahan di Uni Soviet.[15] Kondisi hidupDi Jerman, kaum Ostarbeiter bekerja di kamp swasta yang dimiliki dan diurus oleh perusahaan-perusahaan besar yang mempekerjakan mereka atau di kamp khusus yang dijaga oleh jasa polisi yang dibayar oleh swasta (dikenal sebagai Werkschutz).[17] Rata-rata mereka bekerja 12 jam sehari, 6 hari seminggu. Mereka diberi gaji sekitar 30% dari gaji pekerja Jerman; kebanyakan dari uang ini habis untuk makan, pakaian, dan tempat tinggal. Otoritas pekerja, RSHA Arbeitskreits,[17] menyatakan bahwa banyak perusahaan memandang para bekas pekerja sipil Soviet ini sebagai "tahanan sipil" dan memperlakukan mereka sebagai tahanan sipil, yaitu tanpa gaji.[6] Para pekerja yang dibayar menerima bayaran mereka dalam bentuk uang khusus dan stempel tabungan yang hanya dapat digunakan untuk membeli sejumlah barang tertentu di toko kamp. Sesuai dengan hukum yang berlaku, orang-orang ini diberikan jatah makanan yang lebih sedikit dari kelompok kerja paksa lainnya. Jatah makanan yang sangat sedikit serta akomodasi yang primitif menjadi nasib sial yang harus dirundung para pekerja di Jerman ini. Kaum Ostarbeiter ini ditahan dalam kamp mereka. Kadang kamp mereka adalah kamp kerja paksa tempat mereka harus bekerja. Karena mereka merupakan etnik Slavia, oleh para otoritas Jerman mereka dianggap sebagai Untermenschen ("subhuman"), yang boleh dipukul, diteror, serta dibunuh, untuk pelanggaran-pelanggaran mereka. Orang-orang yang mencoba kabur akan digantung di tempat yang sangat terlihat oleh pekerja lainnya. Kepergian tanpa izin dihukum dengan eksekusi.[1] Para Nazi kemudian melarang hubungan seksual antara para pekerja dari Timur ini dengan orang Jerman.[18] Pada tanggal 7 Desember 1942, Himmler menyatakan bahwa setiap "hubungan seksual tanpa izin" dapat diganjar dengan hukuman mati.[19] Sesuai hukum rasial baru tersebut, seluruh relasi seksual, bahkan yang tidak berakhir dengan kehamilan, diklasifikasikan sebagai Rassenschande (polusi ras).[20] Saat perang, ratusan pekerja Timur dieksekusi untuk relasi mereka dengan perempuan Jerman,[21][22] meskipun sebenarnya pelanggar yang paling besar (menurut Ulrich Herbert) adalah para pekerja sipil Prancis dan Italia yang tidak dilarang berhubungan sosial dengan orang Jerman.[17] Pemerkosaan kaum Ostarbeiter perempuan sangat umum ditemui. Kehamilan akibat perkosaan pun banyak terjadi.[4] Korban-korban perkosaan ini akhirnya memerlukan penciptaan ratusan pusat persalinan Nazi untuk pekerja asing tempat anak-anak mereka akan dibuang.[23][24] Otoritas Nazi kemudian mencoba untuk menciptakan kondisi yang sama di sawah-sawah dengan meminta para petani untuk tetap mempekerjakan para pekerja ini, namun dengan tetap menjalankan separasi sosial total, termasuk melarang mereka makan di meja yang sama. Namun, hal ini terbukti sulit dilaksanakan.[25] Secara khusus, relasi seksual tetap dapat dilakukan meskipun berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan "kesadaran rasial" perempuan Jerman.[26] Ketika situasi militer Jerman sudah semakin parah, kondisi para pekerja ini membaik karena para petani mencoba untuk melindungi diri mereka sendiri.[27] Di pabrik, pekerja asli Jerman bekerja sebagai supervisor dan mandor atas para pekerja paksa ini. Dengan demikian, tidak ada solidaritas yang terbentuk antara para pekerja asing dan orang asli Jerman. Para pekerja Jerman ini kemudian semakin terbiasa dengan ketidaksetaraan rasis yang dialami para pekerja dan menjadi tidak peduli terhadap nasib mereka.[28] StatistikPada saat pendudukan Jerman di Eropa Tengah dan Timur sewaktu Perang Dunia II (1941-44), lebih dari 3 juta orang dibawa ke Jerman sebagai Ostarbeiter. Beberapa memperkirakan bahwa jumlahnya mencapai 5,5 juta orang.[1] Antara 2/3 hingga 3/4 dari lebih dari 3 juta orang tersebut adalah orang Ukraina. Kerja statistik yang dilaksanakan oleh Prof. Kondufor menunjukkan bahwa 2,244,000 orang Ukraina dipekerjakan secara paksa di Jerman semasa Perang Dunia II. Statistik lain menyatakan bahwa jumlahnya adalah 2,196,166 orang Ukraina (Dallin, p.452). Kedua statistik tersebut mungkin mengecualikan ratusan ribu orang Ukraina dari Halychyna; dengan demikian, totalnya mencapai sekitar 2,5 juta orang.[7] Terdapat sedikit lebih banyak Ostarbeiter perempuan dibanding laki-laki. Para pekerja ini dipekerjakan dalam bidang agrikultur, pertambangan, manufaktur senjata, produksi metal, serta perkeretaapian.[7] Sebelum bekerja, Ostarbeiter dikirim ke kamp pertengahan, tempat para pekerja tersebut dipilih oleh perwakilan dari perusahaan-perusahaan yang kekurangan buruh. Ford-Werke di Koln, serta Opel di Russelsheim dan Brandenburg, masing-masing mempekerjakan ribuan Ostarbeiter di pabrik mereka. Beberapa Ostarbeiter bekerja untuk perusahaan swasta, namun ada pula yang dipekerjakan di pabrik pembuatan senjata. Pabrik-pabrik tersebut sering dibom oleh Sekutu. Kaum Ostarbeiter ini dianggap produktif dan efisien. Kaum laki-laki dianggap 60-80% seorang pekerja Jerman, dan perempuan hampir sebanding, 90-100%. Dua juta orang Ukraina bekerja di pabrik senjata, termasuk di pabrik roket V-2 di Peenemunde.[7] KehamilanUntuk mencegah Rassenschande (pelanggaran hukum ras Jerman oleh orang Jerman asli), para petani diberikan pamflet mengenai perkawinan antarras, yang sama sekali tidak efektif.[29] Kekerasan seksual yang dialami para Ostarbeiter perempuan asal Polandia dan Uni Soviet oleh para pengawas mereka kemudian berujung pada tingkat kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang tinggi.[4] 80% pemerkosaan terjadi pada sawah tempat kerja perempuan Polandia.[30] Anak bayi mereka kemudian dikirimkan ke pusat persalinan Nazi untuk dieutanasia secara diam-diam.[23] Di Arbeitslager, anak-anak itu dibunuh langsung di tempat.[30] Pekerja pabrik dari Eropa Barat diberikan jatah rumah bordil, tetapi pekerja pabrik dari Eropa Timur tidak. Pekerja tersebut harusnya direkrut dalam jumlah perempuan dan laki-laki yang sama, maka rumah bordil tidak lagi dibutuhkan.[29] Pekerja perempuan selalu ditempatkan di asrama yang berbeda. Namun demikian, para penjaga SS tetap mencurigai bahwa mereka "mencari cara curang untuk keluar kerja" dengan cara melahirkan bayi.[23] Kebijakan awal untuk memulangkan perempuan hamil[1] kemudian diubah oleh Reichsfuhrer-SS pada tahun 1943, menjadi sebuah kebijakan aborsi khusus. Berbanding terbalik dengan hukum aborsi bagi orang Jerman, kaum Ostarbeiter perempuan pada umumnya dipaksa aborsi.[31] Kadang, ketika orang tua dari seorang bayi (pekerja perempuan dan pasangan lelakinya) dianggap memiliki "keturunan baik" (misalnya orang Norwegia), anak tersebut kemudian dapat dianggap "bernilai rasnya". Pada kasus demikian, orang tua sang anak kemudian akan diinvestigasi dan diuji. Kalau ujian tersebut berhasil dilewati dengan sukses, perempuan itu akan diizinkan melahirkan dan anaknya akan dibawa pergi untuk menjalani Jermanisasi.[31] Apabila perempuan tersebut memenuhi syarat, ia akan ditempatkan di sebuah institusi Lebensborn.[31] Sebaliknya, anak-anak yang tidak memenuhi syarat akan dimasukkan ke dalam institusi Auslanderkinder-Pflegestatte. Di institusi tersebut, 90% anak akan mati secara tersiksa akibat pengabaian yang disengaja.[23][32] Di daerah rural tertentu, para otoritas menemukan bahwa istri petani Jerman cenderung ikut menjaga anak-anak yang lahir dari pekerja mereka bersama dengan anak-anak mereka sendiri.[33] Segregasi antara kedua anak tersebut kemudian diusahakan, dan propaganda kuat kemudian disuarakan bahwa seorang pekerja "berdarah asing" yang melahirkan di Jerman akan segera dan mutlak dipisahkan dari anak mereka.[34] Kaum Nazi kemudian mencoba untuk menyuarakan Volkstum (kesadaran rasial) agar Rassenschande antara orang Jerman dan pekerja asing tidak terjadi.[20] Namun demikian, kereta yang membawa anak perempuan Polandia ke desa-desa Jerman biasanya berakhir menjadi pasar budak seks gaya abad pertengahan.[35] Ostarbeiter dan uji medisSebagai hasil perlakuan yang penuh kekerasan dan kekejian, banyak di antara kaum Ostarbeiter yang menderita trauma psikologis tingkat tinggi. Banyak orang yang dimasukkan ke dalam rumah sakit psikologis adalah korban-korban kekerasan dan pembunuhan. Rezim Nazi pun melegalkan penggunaan kaum Ostarbeiter dalam eksperimen medis. Pada 6 September 1944, Menteri Dalam Negeri Reich Ketiga mengumumkan penciptaan unit khusus untuk Ostarbeiter di beberapa rumah sakit jiwa di negeri Jerman. Alasannya: "Dengan banyaknya jumlah Ostarbeiter yang dibawa masuk ke Reich Jerman sebagai tenaga kerja, mereka kini lebih banyak ditemukan di rumah sakit jiwa Jerman sebagai pasien sakit jiwa. ... Mengingat terbatasnya ruang dalam rumah sakit jiwa Jerman, kami menganggap bahwa pengobatan orang-orang sakit tersebut, yang di masa depan yang dekat tidak akan mampu bekerja, sebagai suatu hal yang tidak bertanggungjawab." Jumlah pasti yang masuk dalam rumah sakit jiwa seperti itu saat ini belum diketahui. 189 Ostarbeiter pernah masuk ke dalam unit Ostarbeiter di Heil- und Pflegeanstalt Kaufbeuren; 49 di antaranya meninggal akibat diet rendah gizi atau dari suntikan mematikan.[36] RepatriasiSetelah Perang Dunia II berakhir, banyak Ostarbeiter yang ditempatkan di kamp orang hilang. Kemudian mereka dipindahkan kembali ke Kempten untuk diproses dan dikembalikan ke negara asal; kebanyakan adalah orang Uni Soviet. Pihak Soviet juga menempatkan beberapa brigade Agitprop untuk mengajak mereka pulang. Banyak dari para Ostarbeiter tersebut yang merupakan anak-anak atau remaja muda ketika diambil dari rumahnya. Mereka ingin pulang dan bertemu dengan orang tua. Beberapa orang lain yang kemudian menyadari atau memahami realitas politik pascaperang menolak pulang. Orang-orang yang berada dalam zona penjajahan Soviet segera dipulangkan. Mereka yang berada di zona penjajahan Prancis dan Inggris, dipaksa pulang di bawah Perjanjian Yalta, yang menyatakan bahwa "Penduduk Uni Soviet dan Yugoslavia harus segera dikembalikan kepada negaranya masing-masing, dengan maupun tanpa persetujuan." Pada bulan Oktober 1945, Jenderal Eisenhower melarang penggunaan kekerasan dalam usaha repatriasi di Zona Amerika. Sebagai hasilnya, banyak Ostarbeiter yang mencoba melarikan diri ke Zona Amerika. Beberapa orang yang menyadari realitas Soviet akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.[7] Setelah kepulangan mereka ke Uni Soviet, kaum Ostarbeiter sering dianggap sebagai pengkhianat. Terdapat banyak Ostarbeiter yang dipindahkan ke lokasi terpencil di Uni Soviet dan tidak diberikan hak-hak dasar serta kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lanjut.[1] Hampir 80% pekerja dan tahanan perang Rusia yang kembali dari Jerman dikirimkan ke kamp kerja paksa; ada yang divonis "kerja korektif" sebanyak 15 hingga 25 tahun, ada juga yang diberi kerja kasar. Semuanya dianggap "berbahaya secara sosial".[37] Mereka yang berhasil pulang juga telah rusak secara jiwa dan raga. Kesetiaan mereka kepada otoritas juga dipertanyakan, dan dengan demikian mereka tidak mendapat hak-hak kependudukan mereka. Ostarbeiter kemudian menderita stigmatisasi yang diperbolehkan negara. Paspor mereka (serta paspor anak-anak dan saudara mereka) diberikan tanda khusus yang menyatakan keterlibatan mereka di Jerman saat perang. Sebagai hasilnya, banyak pekerjaan yang tidak dapat diambil para pekerja tersebut atau saudaranya. Saat masa-masa represi, kaum pekerja paksa ini kemudian akan dihakimi habis-habisan oleh orang-orang Soviet di sekitarnya. Banyak korban yang menyatakan bahwa sejak perang mereka mengalami kekerasan dan kecurigaan tanpa akhir dari orang-orang di sekitar mereka, yang menganggap bahwa mereka adalah pengkhianat yang membantu Jerman dan hidup dengan nyaman di Reich Ketiga sementara Ukraina sedang terbakar habis.[12] Ketika hendak mendaftar kerja atau pergi ke luar negeri, keduanya aktivitas sensitif politik yang perlu persetujuan oleh otoritas Partai atau KGB, orang-orang perlu mengisi kuesioner tertentu (ankety). Apabila mereka ditemukan memiliki kewarganegaraan atau masa lalu yang "salah", kesempatan mereka untuk bekerja (atau belajar hal-hal tertentu) dan pergi keluar negeri akan dibatasi. Pensiun dan gajiPada tahun 2000, yayasan Foundation "Remembrance, Responsibility, and Future", sebuah proyek Pemerintahan Federal Jerman beserta 6.500 perusahaan yang tergabung dalam Inisiatif Yayasan Industri Jerman, diluncurkan. Yayasan ini kemudian menyebarkan 10 triliun mark Jerman (5,1 triliun Euro) kepada para bekas pekerja paksa. Ini adalah pembayaran satu kali sejumlah 2.000 Euro untuk setiap pekerja, sangat rendah dibanding nilai kerja mereka setelah dihitung dengan inflasi. Dari lebih dari 2 juta Ostarbeiter di Ukraina, 467.000 menerima total sejumlah 867 juta Euro;[38] setiap pekerja menerima pembayaran satu kali sebesar 4.300 mark. Pembayaran terakhir dilaksanakan pada tahun 2007.[38] RisetSaksi mata pengalaman Ostarbeiter di Ukraina memang tidak ada, meskipun menurut profesor sejarah Ukraina Yuri Kondufor terdapat sebanyak 2.240.000 orang Ostarbeiter dari Ukraina. Jasa Arsip Negara Ukraina kini memiliki beberapa koleksi dokumen yang dipublikasikan di internet berisi pengumuman-pengumuman pemerintahan penjajahan Jerman di Ukraina.[39] Terdapat sebanyak 3.000.000 Ostarbeiter yang dibawa ke Jerman; diperkirakan 75% adalah orang Ukraina. Menurut beberapa sumber, Ukraina kehilangan 10 juta orang saat Perang Dunia II; salah satu jumlah kematian tertinggi dalam negara yang turut serta dalam perang. [7] Terdapat Ostarbeiter yang berhasil melewati perang dan melakukan emigrasi ke negara luar Eropa, terutama Amerika Serikat. Ada juga beberapa yang berhasil sampai di Australia, Kanada, dan Brazil. Ostarbeiter yang berada di Zona Inggris atau Prancis segera direpatriasi. Hanya Ostarbeiter yang berada dalam Zona Amerika tidak dipaksa repatriasi ke negara asal. Sebagai perbandingan, orang Ukraina dari Ukraina Timur dan daerah Baltik tidak dipaksa pulang ke Uni Soviet karena Inggris tidak mengakui daerah tersebut sebagai daerah Uni Soviet. Pada tahun 1998, hanya dua Ostarbeiter berhasil ditemukan di Kanada dan mereka diinterviu untuk arsip audio dan video milik Pusat Riset & Dokumentasi Ukraina-Kanada di Toronto. Belakangan ini terdapat sebuah film yang dibuat oleh TV Ukraina yang berfokus pada nasib Ostarbeiter Ukraina yang kembali ke Uni Soviet. Film itu menggambarkan kondisi kasar dan tidak manusiawi yang mereka alami setelah kepulangan ke Uni Soviet. Lihat juga
Catatan
Referensi
|