Ordonansi Hudud (bahasa Inggris: Hudood Ordinances, Urdu حدود) adalah hukum yang dimaklumatkan di Pakistan pada tahun 1979 oleh Presiden Muhammad Zia-ul-Haq sebagai bagian dari program "Syariahisasi" atau "Islamisasi"nya. Hukum ini menggantikan sebagian pasal yang terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pakistan yang merupakan warisan dari zaman penjajahan Inggris. Ordonansi Hudud menambahkan tindak pidana baru, yaitu perzinahan dan percabulan. Hukum ini juga memidanakan qazf (tuduhan palsu bahwa seseorang melakukan zinah), pencurian, dan konsumsi minuman beralkohol. Untuk hukumannya, Ordonansi Hudud menerapkan hukuman yang diganjar oleh hukum Islam, seperti cambuk, amputasi, dan rajam.
Sesuai dengan hukum Islam, dalam Ordonansi Hudud, terdapat dua jenis hukum, yaitu hudud dan takzir. Hukuman hudud (hukuman tetap yang sudah ditentukan oleh Syariah) memiliki beban pembuktian yang lebih sulit daripada hukuman takzir (hukuman yang ditentukan oleh hakim), dan hukuman hudud juga lebih berat.[2]
Ordonansi ini memicu kontroversi salah satunya karena memidanakan zina bil jabbar, yaitu seks di luar nikah tanpa persetujuan dari wanitanya. Akibatnya, ordonansi ini secara efektif memidanakan korban pemerkosaan. Pada tahun 2006, Undang-Undang Perlindungan Wanita disahkan untuk memastikan agar korban pemerkosaan tidak dipidanakan atas delik "zinah".[4][5]
Referensi
- Lau, Martin (1 September 2007), "Twenty-Five Years of Hudood Ordinances- A Review", Washington and Lee Law Review, 64 (4): 1292, diakses tanggal 18 November 2014
- Kennedy, Charles (1996), Islamization of Laws and Economy, Case Studies on Pakistan, Institute of Policy Studies, The Islamic Foundation