Nyak Ina Raseuki (lahir 24 Mei 1965), atau lebih dikenal dengan nama Ubiet, adalah musisi berkebangsaan Indonesia. Ubiet merupakan istri dari sastrawan Nirwan Dewanto.[1][2][3][4][5]
Latar belakang
Ubiet lahir di Jakarta, 24 Mei1965 dan besar di Sabang, Aceh.[6] Menyelesaikan pendidikan musiknya di Institut Kesenian Jakarta kemudian meraih gelar Master of Music dalam Etnomusikologi dari University of Wisconsin, Madison, Amerika Serikat, dan meraih gelar Doktor dalam Etnomusikologi dari universitas yang sama, dua-duanya lewat program beasiswa. Di tengah masa pendidikan, Ubiet antusias belajar seni vokal tradisionalIndonesia maupun mancanegara terutama dari Afrika, Korea dan Spanyol. Menggali hal baru membuat Ubiet menjadi wanita yang tak pernah puas akan ilmu. Apalagi di tengah itu ia bisa menemukan banyak hal unik.
Sebagai penyanyi, Ubiet menjelajahi berbagai jenis genre musik. Dari musik populer (pop dan jazz, misalnya), sampai dengan musik yang bertolak dari aneka khazanah tradisi Nusantara, dan musik kontemporer. Ia telah bekerja sama dengan sejumlah pemusik, grup musik, maupun komposer. Bersama Tony Prabowo, seorang komposer musik kontemporer Indonesia yang dikenal di khazanah dunia, terutama di Amerika Serikat, ia menghasilkan aneka pementasan dan rekaman.
Pencarian Ubiet bermula ketika ia merasa tak puas dengan gaya menyanyi musik klasik dan musik populer yang ia bawakan. Sejak pertengahan 1980-an Ubiet mulai mengolah berbagai gaya, teknik, dan ekspresi bernyanyi. Bagi Ubiet, bernyanyi tak hanya sekadar menghasilkan suara merdu, tetapi juga mengolah bunyi yang disonan, tak harmonis, misalnya dengan menunggang dan memiuhkan suara-suara sekitar. Ketika Ubiet bertemu dengan Tony Prabowo pada tahun 1989, mereka menemukan bahasa yang sama.
Mulailah Tony menulis komposisi dengan bertolak dari gaya nyanyi Ubiet. Adapun musik mereka tercipta untuk pertunjukan musik itu, untuk film, pentas tari dan teater, pameran fotografi dan instalasi, hingga pertunjukan busana. Ketika Ubiet tertarik menggunakan nada berhias, kerja sama mereka kemudian mengarah pada pencarian teknik suara berhias yang berorientasi pada musik tradisi tertentu, misalnya teknik melisma, yakni penggunaan beberapa nada pada sebuah suku kata. Yang lain, misalnya, adalah penggunaan lebih dari dua nada di antara nada pokok, yang diliukkan, digelombangkan, digeser, disentak, digeletarkan, dibolak-balikkan, ditarik naik-turun, dan seterusnya. Dalam membuat komposisi untuk vokal, Tony memperlakukan kata, termasuk kata dari puisi sebagai bagian dari bunyi, tanpa mengurangi maknanya. Hal ini banyak dilakukan oleh komposer musik kontemporer yang menggunakan puisi pada musik mereka.
Adapun Ubiet memanfaatkan itu sebagai bagian dari pencarian dan pengolahan berbagai gaya nyanyi. Pada Album yang berisi 10 komposisi ini menggunakan teknik pre-recorded. Menurut asal usulnya, teknik ini menggabungkan bahan yang sudah direkam seraya dimanipulasikan dan diputar kembali. Idiom ini sudah populer sejak 50-an tahun yang lalu, ketika komposer Pierre Schaeffer, dengan gerakan musique concrète di Prancis, merealisasikan suara dengan pita rekam dan cara elektronik. Pada mulanya idiom ini dipakai hanya dengan memutar kembali musik yang sudah direkam melalui pengeras suara, tetapi kemudian berkembang dengan penggabungan suara rekaman itu dengan pemain musik yang bermain langsung di pentas. Pementasan musik pre-recorded semula hanya menampilkan seorang pemain solo, tetapi kini berkembang dengan pemain yang lebih banyak seperti musik kamar atau orkes.
Dalam perkembangan selanjutnya, ia tak hanya bertumpu pada musik elektronik, tetapi juga musik akustik yang identik dengan musik hidup, yakni musik yang tak melibatkan manipulasi suara. Pada album ini musik vokal yang direkam ganda secara digital—tanpa manipulasi teknik perekaman—maupun musik-suara yang hidup dihasilkan hanya oleh seorang penyanyi, yaitu Ubiet. Suara yang direkam berlapis-lapis, sampai ada yang mencapai 36 lapis suara.
Media pre-recorded di sini adalah sarana Ubiet dalam mendayagunakan gaya, teknik, dan ekspresi bernyanyi secara serempak. Dalam pertunjukan di panggung, hasil perekaman ini diputar kembali dengan corong suara dari empat arah (quadrophonic), bersama-sama dengan solo vokal hidup. Karya-karya dalam album ini adalah hasil kerjasama mereka sepanjang tahun 1999–2005.
Album solo
Archipelagongs (2000)
Music for Solo Performer: Ubiet Sings Tony Prabowo (2006)