Nurngudiono
Nurngudiono (11 November 1961 – 7 Februari 2016) adalah musisi dan pelopor musik Tegalan. Ia adalah pendiri sekaligus ketua Kelompok Musik Sastra Warung Tegal (KMSWT). Pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal selama dua periode (2006-2009 dan 2009-2012). Sebelum tutup usia, Nurngudiono mengasuh kegiatan-kegiatan kesenian di komunitas Kampung Seni PAI.[1][2] Salah satu karyanya, Tegal Keminclong Moncer Kotane, menjadi lagu tema lingkungan dan pariwisata Kota Tegal yang disiarkan di radio-radio. Kehidupan pribadiDarah seni Nurngudiono mengalir dari kakeknya yang seorang pengrawit. Menggeluti dunia kesenian sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Awalnya ia aktif mendalami tari Jawa klasik, sehingga beberapa tarian dikuasainya seperti Kuda Kepang, jaranan, kidang, dan tari Gatotkaca Sraya. Bahkan ia juga menguasai tari modern. Saat duduk di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Tegal, mulailah dia mendalami seni musik dan teater. Di kampungnya, ia menghimpun para remaja untuk mendirikan kelompok folk song. Sedangkan di disekolahnya, ia bergabung dengan Nurhidayat Poso mendirikan teater ANPES (Anak Pesisir) pada tahun 1977. Lakon yang pernah dimainkan antara lain Abrakadabra, Suara-suara Mati, Setan Dalam Bahaya, dan Antigone. Pada tahun 1980, setamat SPG, bersama Nurhidayat Poso dan Dwi Ery Santoso mendirikan Teater Puber dan mementasakan lakon Umang-Umang Atwa Orkes Madun.[3] Pada masa nikah, tahun 1982, kiprah Nurngudiono dapat dikatakan vakum karena harus menata bahatera rumah tangga. Namun pada tahun 1987 adalah awal kebangkitannya kembali dan langsung mengemban tugas sebagai penata musik pada saat SGST (Studi Group Sastra dan Teater Tegal) mementaskan lakon Tengul karya Arifin C Noer. Saat itu pula ia melanjutkan bergabung dengan Teater Puber sebagai pemain sekaligus penata musik dalam lakon Roro Ireng karya Nurhidayat Poso.[4] Pada tahun 1989, bersama Lanang Setiawan mendirikan Teater Swadesi. Selain sebagai pemain, dia juga menata musik, dan kadang kala menjadi sutradara. Lakon yang pernah dipentaskan adalah AIB (Putu Wijaya), Ni Ratu (Lanang Setiawan), Surti Gandrung (Lanang Setiawan), dan Lenggaong (Lanang Setiawan). Lakon ini sempat dikolaborasikan denga group lawak 4 Sekawan (Qomar, Dery, Ginanjar, dan Eman), disutradarai oleh Bontot Sukandar di Teater Arena Pasar Seni Ancol, Jakarta. Tahun 1993 mendirikan teater Muslim Panggung dan mementaskan lakon Umar bin Khatab, Martoloyo Martopuro, dan Billal Bin Rabah.[5] Tahun 1995 ia mendirikan musik Ngingsoran, dan pada tahun 1997 mendirikan Kelompok Musik Warung Tegal (KMSWT). Bersama group inilah Nurngudiono menjadi salah seorang seniman Tegal yang diperehitungkan di kota Tegal. Selama berdirinya group ini, telah pentas 109 kali diberbagai kota, bahkan menjadi objek penelitian beberapa calon profesor dari perguruan tinggi di Austrlia dan Canada. Tahun 2004 mendirikan group musik Islami Ad Dawam bersama KMSWT dan sempat melahirkan 2 album lagu-lagu Tegalan, Kembang Geni dan Babon Ngoyok-Ngoyok Jago. Bahkan lagu Tsunami dan Tukang-Tukang sempat mendapat apresiasi dari Anton Lucas dan Prof. Richard Curtis, serta menjadi kajian mahasiswa di Nort Teritory University Darwin Australia. Nurngudiono juga aktif menulis. Puisinya tergabung dalam antologi puisi penyair Jawa Tengah, Jentera Perkasa. Sementara dalam bahasa Tegal tergabung dalam Roa. Karya-karyanya dimuat di media massa antara lain di Suara Merdeka, Mitra Dialog, Swadesi, dan lain-lain. Dunia sinema pun pernah dilakoni dengan terlibat dalam penggarapan sinetorn Jejak Sang Guru arahan sutradara Imam Tantowi, Tukang-Tukang Kemoncer disutradarai oleh Andy Prasetyo, Rumah Tak Berpintu arahan sutradara Yono Daryono, dan Kembang Warung Tegal besutan sutradara H.Abnar Romli.[6] Diskografi (bersama KMSWT)
Filmografi
Lihat pulaRujukan
|