Frasa "Nixon goes to China", "Nixon to China", atau "Nixon in China"[1] ("Nixon pergi ke Tiongkok") adalah istilah yang dipakai untuk menyebut kunjunganPresiden Amerika SerikatRichard Nixon ke Republik Rakyat Tiongkok tahun 1972. Di sana ia bertemu Ketua PartaiMao Zedong. Frasa ini kadang ditambahkan menjadi "Only Nixon could go to China" atau "It took Nixon to go to China"; atau dalam bahasa Indonesia, "hanya Nixon yang dapat pergi ke Tiongkok" atau "butuh Nixon untuk pergi ke Tiongkok".
Sebagai metafora politik, istilah ini mengacu pada kemampuan seorang politikus dengan reputasi yang tak tertandingi di mata pendukungnya untuk mewakili dan mempertahankan nilai-nilai yang mereka pegang, namun tiba-tiba mengambil tindakan yang bisa saja dikritik atau ditentang pendukungnya. Contoh yang paling lazim adalah penganut pemikiran garis keras yang berusaha berdamai dengan musuh lamanya. Selain itu, istilah ini juga dapat digunakan untuk menyebut seorang diplomat serba waspada yang tiba-tiba mengambil tindakan militer, atau seorang pemimpin politik yang melakukan reformasi sistem politik yang sebelumnya ia dukung habis-habisan.
Peristiwa bersejarah
Pengarang dan sejarawan Zachary Karabell membandingkan reformasi sistem layanan sipil Presiden A.S. Chester Arthur pada awal 1880-an dengan Nixon pergi ke Tiongkok, karena Arthur sendiri masuk dunia politik berkat sistem pampasan dan malah ia sendiri yang menuntut penghapusan sistem tersebut lewat Undang-Undang Pendleton).[2][3]
Jim Hoagland dari Eugene Register-Guard membanding-bandingkan paham multilateralisme Presiden A.S. George W. Bush di Irak pada akhir 2002 dengan keputusan Nixon pergi ke Tiongkok.[7] Sejumlah pihak juga menyebut kesepakatan nuklir George W. Bush dengan Korea Utara (yang ia juluki sebagai bagian dari Poros Iblis pada tahun 2002) tahun 2007 dan India tahun 2008 sebagai contoh lain dari Nixon-pergi-ke-Tiongkok.[8][9]