Nama ngengat kepala maut mengacu pada salah satu dari tiga spesies ngengat dari genus Acherontia (Acherontia atropos, Acherontia styx dan Acherontia lachesis). Spesies Acherontia atropos kebanyakan dapat dijumpai di Eropa, sementara dua spesies lainnya banyak ditemukan di Asia dan hampir sebagian besar menggunakan nama umum yang merujuk pada spesies Eropa. Ngengat ini mudah dibedakan dengan tanda pola berbentuk tengkorak manusia di bagian toraks. Ketiga spesies tersebut cukup mirip dalam hal ukuran, warna dan siklus hidup.
Semua tiga spesies ngengat memiliki kemampuan untuk mengeluarkan suara mengerik yang keras bila merasa terancam. Ketiga spesies umumnya menyerang sarang lebah dari jenis lebah madu untuk memakan madu yang tersimpan di dalamnya; A. atropos hanya menyerang koloni lebah unggul seperti Apis mellifera. Mereka dapat bergerak di sarang tanpa merasa terganggu karena mereka dapat meniru aroma lebah sehingga lebah di sarang tidak merasa ada ancaman.[1]
Perkembangan
Ngengat betina yang sudah melakukan perkawinan akan meletakkan telur di bawah daun tua tanaman inang dan umumnya telur berwarna hijau atau biru keabu-abuan. Larva yang baru menetas umumnya berukuran 1 mm dan akan membesar hingga mencapai ukuran 120–130 mm serta memiliki semacam tanduk di dekat ujung ekornya. Semua tiga spesies memiliki larva dengan tiga macam warna: biasanya, hijau, coklat, dan kuning. Larva tidak banyak bergerak dan mereka akan membunyikan rahang mereka atau bahkan menggigit jika terancam. Ulat dewasa akan membuat liang bawah tanah dan menggali sebuah ruang kecil di mana mereka akan berubah menjadi kepompong.
Dalam budaya barat
Pola yang menyerupai tengkorak dan hal-hal aneh yang berhubungan dengan supranatural dan angker telah memunculkan takhayul pada spesies Acherontia, terutama Acherontia atropos, mungkin karena spesies tersebut yang paling banyak dikenal. Cicitan tajam seperti tikus menambah kesan misterius terhadap ngengat ini.[2]
Ngengat ini telah sering ditampilkan dalam bentuk karya seni seperti oleh seniman asal Jerman, Sulamith Wülfing dan film-film seperti Un Chien Andalou (oleh Luis Buñuel dan Salvador Dalí) dan The Silence of the Lambs dan dalam sampul album grup metal dari Jepang Sigh yang berjudul Hail Horror Hail. Mereka juga disebutkan dalam Bab 21 dari novel milik Bram Stoker berjudul Dracula di mana Dracula telah mengirim ngengat untuk menghabiskan Renfield. Menurut legenda, spesies ini pertama kali terlihat di Britania Raya saat eksekusi Raja Charles I.[3] Meskipun jarang, kadang-kadang ngengat ini masih terlihat di negara itu hingga hari ini.[4]
Ngengat ini memainkan peran penting di film horor Taiwan tahun 2015, The Tag-Along.[5]
Nama spesies atropos, lachesis dan stiks semuanya berasal dari mitologi Yunani dan berkaitan dengan kematian. Yang pertama mengacu pada anggota tiga Moirai yang bertugas menggunting benang kehidupan dan menentukan kematian manusia; yang kedua mengacu pada Moira yang menentukan umur manusia dan berapa lama seseorang hidup; dan yang terakhir mengacu pada sungai kematian. Selain itu, nama genus Acherontia diambil dari nama sebuah sungai di mitologi Yunani yang dikatakan sebagai salah satu cabang sungai Stiks, yakni Akheron.
Terdapat berbagai seni dan kerajinan tangan menggunakan ngengat, termasuk serangga mati yang diawetkan dan dibingkai. Ngengat juga menginspirasi tato populer dan kerajinan mulai dari seni vektor hingga pola jahitan.
^Moritz, RFA, WH Kirchner and RM Crewe. 1991. Chemical camouflage of the death's head hawkmoth (Acherontia atropos L.) in honeybee colonies. Naturwissenschaften 78 (4): 179-182.
^Newman, Edward. The natural history of British butterflies and moths. Pub: William Glaisher, London, ca 1870. Downloaded from: [1]