Netty Herawaty (kadang ditulis Herawati saja, 4 April 1930 – 6 Februari 1989) adalah aktris Indonesia yang terlibat dalam lebih dari 50 film sejak tahun 1949 sampai 1986. Lahir di Surabaya, Herawaty keliling Jawa saat masih muda bersama anggota grup sandiwara lainnya semasa pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia.
Pada tahun 1949, ia mengawali karier perfilmannya lewat film Saputangan besutan Fred Young. Herawaty terlibat dalam pembuatan delapan film di rumah produksi Bintang Surabaja milik Young selama dua tahun. Ia kemudian pindah ke Persari milik Djamaluddin Malik, lalu menjadi bintang paling populer di rumah produksi tersebut.
Ia tampil di sejumlah film, termasuk Rodrigo de Villa (1952) dan Lewat Djam Malam (1955). Setelah Persari ditutup, Herawaty kembali ke dunia teater dan berhenti sejenak dari dunia perfilman hampir sepanjang tahun 1960-an. Ia baru kembali ke layar perak pada tahun 1970-an; ia berperan sebagai tokoh pembantu di lebih dari 30 film sebelum meninggal dunia.
Kehidupan awal
Herawaty lahir di Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda, tanggal 4 April 1930. Ia lulus dari R.K. Zuster School, kemudian naik pentas pada usia 13 tahun. Ia bergabung dengan Irama Masa, rumah produksi teater yang didirikan oleh pemerintah kolonial Jepang.[1] Pada tahun yang sama, ia menikahi Darussalam, aktor di Irama Masa yang usianya 10 tahun lebih tua. Menurut wawancara di majalah Kentjana, keduanya jatuh cinta saat kru produksi berlayar pulang dari Makassar. Pada tahun 1953, mereka dikaruniai seorang putri bernama Rustiany.[2][3]
Tahun 1945, setelah Jepang menyerah dan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Herawaty dan suaminya mendirikan Trimurti, grup sandiwara yang berpusat di Gombong, Jawa Tengah. Mereka tur keliling Jawa dan mendukung perjuangan rakyat Indonesia menghadapi agresi tentara kolonial Belanda. Grup ini dibubarkan tahun 1947. Keduanya lalu bekerja di Bintang Timur milik Djamaluddin Malik dan Bintang Surabaja milik Fred Young.[1][4]
Karier
Bintang Surabaja dan Persari
Ketika Young mendirikan rumah produksinya sendiri tahun 1949 dengan nama Bintang Surabaja, Herawaty beralih ke industri perfilman. Film pertamanya adalah Saputangan. Ia kemudian mendapat peran di tujuh film lainnya, termasuk Bintang Surabaja 1951 (1950), Djembatan Merah (1950), dan Selamat Berdjuang, Masku! (1951).[4][5] Herawaty mencapai puncak kesuksesannya pada tahun 1950-an di rumah produksi Persari milik Djamaluddin Malik. Ia bergabung dengan Persari tidak lama setelah didirikan dan tampil di film-film pertamanya seperti Sepandjang Malioboro (1951) dan Surjani Mulia (1951). Ia mendampingi Rd Mochtar dalam beberapa film.[4]
Pada tahun 1952, Herawaty bersama beberapa aktor dan kru Persari menghabiskan dua tahun di Filipina untuk mempelajari pembuatan film dan memproduksi dua film Ansco Colour bekerja sama dengan LVN Studio. Dalam film pertama, Rodrigo de Villa (1952) edisi bahasa Indonesia, ia memerankan Jimena, putri pelamar pengkhianat yang jatuh cinta dengan seorang royalis setia. Dalam film kedua, Leilani (juga diberi judul Tabu, 1953), Herawaty memerankan peran utama sebagai pengantin baru yang terpisah dari suaminya akibat badai.[6][7][8]
Sepulangnya ke Indonesia tahun 1953, Herawaty melanjutkan kariernya di Persari. Ia tampil di tujuh film buatan Persari.[9] Salah satu tokoh yang diperankannya adalah Norma, tunangan gerilyawan yang telah pulang dari kancah perang, dalam film Lewat Djam Malam, film kolaborasi Perfini–Persari yang memenangi Penghargaan FFI untuk Film Bioskop Terbaik pada Festival Film Indonesia 1955.[7][10] Tahun 1954, Herawaty dianggap sebagai bagian dari "Empat Besar" Persari, termasuk Darussalam, Titien Sumarni, dan Mochtar.[11] Tahun berikutnya, ia diberi gelar aktris Indonesia paling populer menurut majalah Film Varia, namun kritikus film Salim Said mengatakan bahwa pemberian gelar tersebut dipengaruhi oleh Malik; Sumarni, pemeran yang terlibat masalah dengan Persari, justru mendapat suara pembaca paling banyak.[12]
Akhir karier
Tahun 1957, Malik dituduh korupsi dan menjadi tahanan rumah. Persari ditutup dan sebagian besar stafnya pindah pekerjaan.[13] Ketimbang bertahan di industri perfilman, Herawaty beralih kembali ke teater.[4] Bersama Darussalam, ia mendirikan Herawaty Teater Nasional pada tahun 1958. Ia menjadi pemeran sandiwara selama satu dasawarsa berikutnya.[3] Herawaty hanya membuat satu film pada tahun 1960-an, Nenny (1968).[4] Pada tahun 1970-an, Herawaty kembali terjun ke perfilman meski hanya mendapat peran pembantu. Ia tampil di lebih dari 30 film mulai dari Djembatan Emas (1971) sampai Bintang Kejora (1986), termasuk beberapa film yang dibintangi penyanyi dangdutRhoma Irama.[4][9] Ia dan Darussalam juga aktif di pertelevisian lewat grup sandiwara Senyum Jakarta (1972–1980); aktor lainnya di grup tersebut meliputi Fifi Young dan Tan Tjeng Bok.[4][14][15]
Pada tahun 1978, Herawaty dianugerahi penghargaan oleh Gubernur Jakarta atas kontribusinya bagi industri perfilman.[4] Pada tahun 1981, Kongres Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) menganugerahkan Herawaty gelar "Aktris Teladan".[14] Herawaty meninggal dunia tanggal 6 Februari 1989.[9] Ia meninggalkan suaminya, Darussalam.[15]
Filmografi
Sepanjang 37 tahun kariernya di dunia perfilman, Herawaty terlibat di kurang lebih 55 film.[9]
"Rempo Urip". Dunia Film. Jakarta. 3 (16): 8. 1 April 1954.
Said, Salim (1982). Profil Dunia Film Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers. OCLC9507803.
"Varia–Djakartawood". Film Varia. Jakarta. 1 (4): 22–23. Maret 1954.
Yayasan Untuk Indonesia, ed. (2005). "Netty Herawaty". Ensiklopedi Jakarta. 2. Jakarta: Dinas Museum & Kebudayaan, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. hlm. 353–352. ISBN978-979-8682-51-3.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Netty Herawaty.