Nafsul Lawwamah adalah jiwa yang masih cacat cela.[1] Walaupun dia menerima hidayah (petunjuk dari Tuhan, patuh kepada-Nya, dan selalu ingin berbuat kebajikan, tetapi sang pemilik terkadang melakukan perbuatan maksiat atau sewaktu-waktu tak dapat menguasai hawa nafsunya, yakni godaan setan.[1] Setelah hal tersebut terjadi, maka akan timbul sebuah penyesalan, lalu bertaubat kepada Tuhan dan kembali patuh kepada-Nya.[1]
Jika tidak dapat mengendalikan nafsu dengan sempurna, yang terjadi adalah terkadang muncul sifat-sifat seperti binatang, namun terkadang pula muncul sifat kemanusiaannya, hal ini juga disebut sebagai nafsul lawwamah.[2] Kebalikannya, jika kita mampu mengendalikan nafsu dan memepergunakannya dengan baik, justru nafsul lawwamah akan sangat membantu dalam hal mengembangkan stimulus agar selalu menyeleraskan kehendak kita dengan kehendak Allah.[3] Biasa nafsu ini dimiliki oleh orang-orang awam.[3]
Dalam agama Islam, pembahasan nafsu ini sudah termaktub dalam Surat Al-Qiyamah ayat satu sampai dua yang berbunyi: Dan aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.[4]
Referensi
- ^ a b c Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325
- ^ Abdur Rafi', Abu Fida(2004).Terapi Penyakit Korupsi.Jakarta:Republika.Hal 51
- ^ a b Muzadi, Hasyim (2004).Refleksi Tiga Kiai.Jakarta:Republika.Hal 18
- ^ Mujieb, Abdul (2009).Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali.Jakarta:Mizan.Hal 327