Museum Yadnya
Museum Yadnya, sebelumnya dikenal sebagai Museum Manusa Yadnya, terletak di Jalan Ayodya, Desa Mengwi, Kabupaten Badung, sekitar 18 kilometer dari Denpasar. Lokasi tepatnya museum ini berada di sisi barat kompleks Pura Taman Ayun Mengwi. Museum ini menyimpan berbagai perangkat/alat yang digunakan dalam ritual keagamaan yang disebut panca yadnya. Sederhananya, panca yadnya dapat diartikan sebagai persembahan suci dalam lima dimensi spiritual Hindu. Bali dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki budaya spiritual Hindu yang kuat. Di Museum Yadnya, wisatawan dapat mempelajari koleksi yang berkaitan dengan budaya spiritual masyarakat Bali yang disebut upacara Panca Yadnya. Panca Yadnya adalah bentuk persembahan suci yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Dalam persembahan suci, mereka melibatkan lima dimensi spiritual, bernama, Pitra Yadnya sebagai aktivitas ibadah untuk arwah leluhur, Manusa Yadnya untuk kesempurnaan manusia, Rsi Yadnya untuk para orang suci, dan Bhuta Yadnya untuk sarwa bhuta. Proses pengumpulan semua instrumen ini yang digunakan untuk lima ritual yadnya di museum ini telah dimulai sejak 1974. Awalnya, museum itu bernama "Museum Manusa Yadnya". Namun, pemerintah daerah kemudian menambahkan sejumlah koleksi dan melakukan beberapa renovasi. Kemudian berubah menjadi "Yadnya Mengwi Museum". Museum ini dibagi menjadi 2 bagian ruang pameran. Kedua area ini berada di area selatan dan tengah. Di bagian selatan museum, ada koleksi raksasa ogoh-ogoh yang digunakan sebagai bagian dari ritual bhuta yadnya dan juga panggung amfiteater. Sementara di bagian tengah adalah bagian untuk memamerkan koleksi untuk ritual manusa yadnya, dimana ritual yang berkaitan erat dengan kesempurnaan dalam tahap kehidupan manusia dari kehamilan, kelahiran, pubertas, sebelum dewasa, hingga kematian. Beberapa ritual manusa yadnya yang banyak dilakukan oleh orang Bali adalah otonan atau upacara kelahiran. Upacara ini dilakukan pada 210 hari setelah kelahiran bayi. Kemudian diikuti ritual Ngaraja Sewala yang dilakukan ketika seseorang mulai memasuki masa pubernya. Upacara mengisi gigi matatah/mapandes sebagai simbol pembersihan diri. Tidak lupa, ada juga ritual pernikahan dan akan ditutup dengan ritual upacara kematian. Di Bali, upacara kematian biasanya disebut upacara ngaben.[1] Referensi
|