Musdah MuliaSiti Musdah Mulia (lahir 1958) adalah aktivis hak perempuan Indonesia dan profesor agama.[1] Ia adalah wanita pertama yang diangkat sebagai profesor riset di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan saat ini menjadi dosen pemikiran politik Islam di Sekolah Pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.[1][2][3] Sejak 2007, Musdah menjabat sebagai ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Konferensi Agama dan Perdamaian Indonesia, yang bertujuan untuk mempromosikan dialog antaragama di Indonesia. Ia juga menjabat sebagai direktur Megawati Institute, sebuah think-tank yang didirikan oleh mantan presiden Megawati Soekarnoputri.[4] Masa mudaMusdah lahir di Bone, Sulawesi Selatan, pada tahun 1958, dari keluarga Muslim konservatif. Ayahnya adalah seorang pemimpin Islam lokal yang menjabat sebagai pemimpin batalion Darul Islam, sedangkan ibunya adalah gadis pertama dari desanya yang lulus dari sekolah Islam.[5] KarierPada tahun 1997, Musdah menjadi wanita pertama yang menerima gelar PhD dalam pemikiran Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.[1][6] Dari tahun 1999 hingga 2007 ia menjabat sebagai penasihat senior di Kementerian Agama di mana ia berkontribusi pada rancangan hukum tahun 2004 yang menentang usulan kitab undang-undang hukum Islam Indonesia (RUU KUHP) dan merekomendasikannya agar diubah untuk melarang pernikahan anak dan poligami, dan mengizinkan pernikahan beda agama; karena protes keras, draf ulang itu akhirnya dibatalkan.[1][2] Dari tahun 2000 hingga 2005, ia menjadi ketua divisi penelitian Majelis Ulama Indonesia.[2] Musdah juga telah menulis buku, termasuk Islam Criticises Polygamy (2003), TheReformist Muslimah's Encyclopedia: Essence of Ideas for Reinterpretation and Action (2004), dan Islam and the Inspiration of Gender Equality (2005).[2] Sejak 2020, dia meluncurkan edisi terbaru dari Reformist Muslimah.[7] Musdah telah mengungkapkan pandangan moderat tentang isu-isu Islam; dia telah menyatakan tidak ada arahan yang menuntut wanita mengenakan hijab, dan telah mengungkapkan sentimen ramah LGBT.[4] Musdah juga menganggap poligami itu haram.[8] Dia juga telah mengungkapkan pandangan bahwa perempuan Muslim harus diizinkan untuk menafsirkan sendiri ajaran Islam dan menjadi ulama.[9] PenghargaanMusdah menerima Penghargaan Wanita Pemberani Internasional tahun 2007 dari Pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 2008, dia menerima Yap Thiam Hien Penghargaan Hak Asasi Manusia atas karyanya dalam mempromosikan dialog dan inklusivitas dalam Islam.[1][3][6] Referensi
|