Mooi IndieMooi Indie atau Mooi Indië (bahasa Indonesia: Hindia Elok, Hindia Jelita, Hindia Molek) adalah aliran seni lukis yang berkembang di Hindia Belanda pada abad ke-19.[1] Seniman Belanda dan Eropa saat itu hanya melukis lukisan-lukisan yang menggambarkan keindahan alam Hindia Belanda dengan tujuan menggencarkan daya tarik pariwisata. Oleh pemerintah Hindia Belanda gaya naturalistik ini diteruskan hingga awal abad 20. Pemerintah menaja para pelukis Belanda-seperti Du Chattel–maupun bumiputera untuk membuat lukisan Mooi Indie. Mereka “diminta” melukis suasana alam Indonesia yang molek. Lukisan tersebut kemudian dipamerkan di Eropa. Dengan menggambarkan Hindia yang cantik jelita, pemerintah Hindia Belanda bertujuan menarik para wisatawan Eropa datang ke Indonesia.[2] Pada mulanya istilah Mooi Indie dipakai untuk memberi judul reproduksi sebelas lukisan pemandangan cat air Du Chattel yang diterbitkan dalam bentuk portofolio di Amsterdam tahun 1930. S. Sudjojono lantas memopulerkan istilah Mooi Indie pada 1939 untuk menyebut karya lukis yang menggambarkan pemandangan-pemandangan di Hindia atau Indonesia yang serba indah, damai, romantis, surgawi dan tenteram, yang sesungguhnya berbeda sekali dengan keadaan rakyat negeri jajahan.[3] Ciri-ciriCiri khas lukisan Mooi Indie dapat diketahui dari objek-objek lukisannya, antara lain:
Pelukis beraliran Mooi IndiePelukis yang beraliran Mooi Indie dapat terbagi menjadi empat kelompok besar,[3] yakni: Orang AsingOrang asing yang datang dari luar negeri yang jatuh cinta pada keindahan Hindia Belanda dan menemukan objek-objek yang menarik di tanah Hindia. Misalnya
Orang Belanda kelahiran Hindia BelandaOrang-orang Belanda kelahiran Hindia Belanda, misalnya Henry van Velthuijzen, Charles Sayers, Ernest Dezen~e, Leonard Eland, Jan Frank, dll. Orang PribumiOrang pribumi yang berbakat melukis dan mendapat ketrampilan dari dua kelompok di atas,
Orang TionghoaOrang-orang Cina yang mulai muncul pada dasawarsa ketiga abad 20, khususnya Lee Man Fong, Oei Tiang Oen dan Siauw Tik Kwie. PolemikAgus Djaja dan Sudjojono melawan wacana kesenian ini dengan mendirikan Persagi atau Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia.[4] Lewat tulisan-tulisannya, Sudjojono mengkritik lukisan mooi indie yang serbamolek melenakan masyarakat bumiputera dari keadaan sesungguhnya: terjajah. Dia menganggap lukisan mooi indie tak lebih hanya untuk “menghibur” orang-orang asing.[5]
Walaupun setelah melawan habis-habisan aliran seni ini, Sudjojono pada penghujung hayatnya akhirnya juga melukis mooi indie karena ternyata mazhab ini sangat kuat berakar di masyarakat.[5] Wikimedia Commons memiliki media mengenai Mooi Indie. Catatan kaki
|