Suhandan Umar
Tubagus Suhandan Umar adalah seorang birokrat Indonesia yang menjabat sebagai Bupati Bekasi dari tahun 1949 hingga 1951. Bupati JatinegaraPada pertengahan tahun 1949, Jatinegara (nama lama dari Kabupaten Bekasi) merupakan daerah yang dilanda perang, masih diwarnai pertikaian antara tentara Indonesia dan pasukan pemberontak. Jatinegara ditempatkan di bawah kendali seorang residen militer. Setelah bupati sebelumnya, Oja Sumantri, residen militer menyerahkan kewenangan pengangkatan bupati baru kepada Moh. Mu'min, residen Jakarta. Mu'min mengangkat Suhandan melalui surat keputusan pada tanggal 2 Agustus 1949. Pemerintahan Bekasi di bawah pengawasan residen militer dan kendali efektif wilayah tersebut berada di bawah komando komandan militer Letnan Dua R. Yusuf.[1] Pada akhir tahun 1949, kantor Suhandan berlokasi di Jatinegara, yang sekarang menjadi markas besar Distrik Militer Jakarta Timur. Menjelang Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, terjadi pertikaian antara pejabat yang pro-Indonesia dan pro-Negara Pasundan (negara boneka Belanda). Akibatnya, kantor Suhandan harus dipindahkan ke pabrik sepatu Malino yang terletak di sebuah gang di kecamatan Pisangan Baru.[1] Pada tanggal 17 Januari 1950, sekitar dua puluh lima ribu warga Bekasi berkumpul di Alun-alun Bekasi untuk mendukung pemerintah Republik Indonesia. Massa yang berkumpul menuntut pembubaran pemerintah federal Negara Pasundan serta pengakuan pemerintah Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan di wilayah tersebut. Massa juga menuntut penggantian nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bandung. Resolusi tersebut disetujui oleh pemerintah status quo, dan pemerintah Jatinegara saat ini menyerahkan kewenangannya kepada Panitia Amanat Rakyat atas nama rakyat Bekasi yang diwakili oleh Madmuin Hasibuan dan Sukardi. Panitia tersebut mengangkat pejabat baru untuk memimpin pemerintahan daerah, sementara Suhandan tetap menjabat sebagai bupati Jatinegara.[1] Pihak militer, yang diwakili oleh Letnan Dua R. Yusuf, menyerahkan kewenangannya kepada Suhandan pada tanggal 3 Agustus 1950.[2] Bupati BekasiSuhandan tetap menjabat sebagai bupati setelah Jatinegara berganti nama menjadi Bekasi pada tanggal 15 Agustus 1950.[1] Pada saat dilantik, ia memangku jabatan tersebut sebagai pelaksana tugas.[3] Ia kemudian diangkat menjadi bupati definitif beberapa bulan kemudian.[4] Sebagai bupati, Suhandan juga mengetuai dewan pemerintahan daerah yang beranggotakan enam orang, yang bertanggung jawab atas pemerintahan sehari-hari Bekasi. Wakil ketuanya dalam dewan pemerintahan tersebut adalah mantan bupati Noer Alie.[5] Suhandan adalah ketua panitia pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Bekasi (parlemen daerah kabupaten) dan mengawasi pemilihan umum tidak langsung untuk parlemen daerah pada akhir tahun 1950.[6] Parlemen daerah secara resmi dibentuk dengan 35 anggota pada tanggal 10 Oktober 1950, dengan Madmuin Hasibuan, yang mewakili Masyumi, sebagai ketuanya. Selama masa jabatannya, pembangunan di Bekasi nyaris tak ada sama sekali. Suhandan menolak usulan DPRD untuk membangun SMP di Bekasi dengan alasan "pembangunan sekolah merupakan kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan pemerintah daerah tidak berhak mencampuri."[7] Meskipun pembentukan DPRD disambut baik oleh masyarakat Bekasi dan pemerintah pusat, Suhandan menganggap DPRD sebagai pesaingnya. Dalam acara resepsi peringatan pembentukan DPRD di Pendopo Bekasi pada 10 November 1950, Suhandan dengan arogan mengatakan "DPR tidak berkuasa untuk menggulingkan rakyat. Kalau DPRD bisa menggulingkan saya, jangan kira saya tidak bisa membalas." Hubungan Suhandan dengan DPRD pimpinan Madnuin makin memburuk sejak saat itu. Suhandan tidak pernah hadir dalam sidang DPRD dan memerintahkan pegawainya untuk memutus hubungan dengan DPRD. Suhandan menuding Madnuin memonopoli perikanan, sedangkan Madnuin menuding Suhandan menjalin hubungan dengan kelompok separatis Bambu Runcing.[7] Pada tanggal 5 Mei 1951, DPRD mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Suhandan, yang menyatakan bahwa Suhandan tidak mampu memerintah lagi dan bahwa bawahannya "bersifat merusak".[8] Suhandan membalas dengan menuduh beberapa anggota DPRD melakukan pemerasan dan mengancam akan mengambil tindakan terhadap anggota DPRD yang terlibat.[4][9] Tindakannya didukung oleh para kepala daerah Kabupaten Bandung, yang pada tanggal 9 Mei mengadakan pertemuan untuk mendukung Suhandan.[8] Suhandan dan DPRD juga berselisih pendapat mengenai ibu kota Kabupaten Bandung. Sementara DPRD dan DPRD sepakat untuk menjadikan Bekasi sebagai ibu kota kabupaten, Suhandan bersikeras untuk menjadikan Bekasi sebagai ibu kota kabupaten.[10] Konflik tersebut memuncak dengan pemecatan Sanusi, Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung, setelah dituduh melakukan penggelapan oleh DPRD.[10] Noer Alie berusaha menyelesaikan konflik antara keduanya[5] dengan melakukan pembicaraan pribadi dengan Suhandan. Noer menuntut Suhandan untuk memutus hubungan dengan kelompok separatis Bambu Runcing, tetapi permintaannya diabaikan. Badan pengurus daerah Jawa Barat yang dipimpin oleh Sanusi Hardjadinata juga berupaya untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak dengan mengusulkan agar Suhandan dikirim ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi, tetapi tidak berhasil.[10] Pada tanggal 13 September 1951, Suhandan ditangkap atas perintah jaksa agung provinsi R. Sunarjo. Pihak berwenang menemukan bahwa Suhandan telah menyimpan sejumlah besar senjata tanpa izin. Sebanyak 32 senjata, yang terdiri dari pistol, granat tangan, karabin hutan, senjata api laras panjang, senjata api Tommy, dan jenis senjata lainnya, ditemukan di rumah dinasnya. Polisi juga menemukan pistol di kantornya. Bawahan Suhandan, Sirad, ditangkap antara tanggal 16 dan 17 September setelah ia kedapatan memerintahkan stafnya untuk memindahkan senjata dari rumahnya ke rumah kosong.[10][11] Suhandan resmi diberhentikan dari jabatannya pada tanggal 19 Oktober 1951 dan ditugaskan ke Departemen Dalam Negeri. Noer Alie ditunjuk oleh Suhandan dari penjara untuk memangku jabatan tersebut sebagai penjabat sementara.[7] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia